Rabu, 23 Desember 2009

Sang Pemimpi

Akhirnya film yang paling ditunggu ini bisa ditonton juga “Sang Pemimpi” sekuel dari film Laskar Pelangi. Film ini masih bercerita tentang kondisi pendidikan di Belitong, kondisi sosial masyarakatnya serta cerita tentang masa remaja karakter dalam sang pemimpi, Arai, Ikal dan Jimbron. TIdak berbeda dengan film terdahulunya kondisi alam di Belitong tergambar dengan bagus dalam sekuelnya ini, keindahan alam, kondisi sosial dan pendidikan masyarakatnya tergambar dalam setiap detail adegannya.

Untuk film ini kondisi kemirisan pendidikan tidak diberikan banyak, kemungkinan karena lokasi SMA tokoh sudah berada di Manggar, sebuah kota yang harus ditempuh berpuluh-puluh kilometer. Berbeda dengan SD Gantong yang memang berada di pelosok, mungkin masih ingat penggambaran kondisi sekolah Ikal kecil bersama laskar pelanginya.

Banyak pesan yang muncul dalam film ini seperti bagaimana seorang pendeta yang mau anak didiknya menjadi seorang religious padahal berbeda ajaran, sebuah kejadian yang sangat langka di sekitar kita. Cerita seorang guru yang ingin menjadikan muridnya menjadi seperti yang ingin dicita-citakannya dengan caranya masing-masing. Dan masih banyak pesan yang disampaikan dalam film ini.

Sang Pemimpi bercerita tentang mimpi-mimpi seorang remaja di Belitong yang ingin belajar di Eropa. Mereka tinggal bersama, berjuang bersama jauh dari keluarga mereka, sebelum mereka meraih cita-cita, bermacam-macam masalah bermunculan yang membuat konflik tersendiri dalam cerita. Terkadang keteguhan tentang mimpi itu hilang, namun karena seseorang yang ia anggap galak malah membuatnya sadar bahwa ada seseorang yang berharap banyak kepadanya. Perjalanan cerita ketiga orang tokoh sentral sang pemimpi ini memang sangat menarik untuk diikuti.

Yang paling menarik selama film ini adalah acting dari masing-masing karakter yang dimainkan dengan bagus oleh para pemainnya. Selain gambar yang bagus sebagai penuntun cerita kita akan dibawa dengan dialog-dialog yang penuh inspirasi.

Sang Pemimpi kembali menghadirkan pemain asli dari Manggar, pemeran tokoh Arai kecil Sandy Pranatha sedangkan Arai remaja diperankan oleh Rendy Ahmad yang juga menyanyikan 2 lagu dalam album soundtrack Sang Pemimpi. Pemeran Ikal kecil masih diperankan oleh Zufany, sedangkan Ikal remaja diperankan oleh Vikri Septiawan. Tokoh bertubuh besar Jimbron diperankan oleh Azwir Fitrianto. Dan salah satu pemain yang sangat berpengaruh dalam cerita Sang Pemimpi lainnya adalah bang Zaitun tokoh kocak dengan kisah cintanya dan yang pastinya penggemar Novel tertralogi Laskar Pelangi tak akan bisa lupa dengan tokoh ini, Bang Zaitun diperankan dengan sangat unik oleh Jay Wijayanto yang juga seorang pelatih vocal di The Indonesian Choir. Tokoh lainya yang diperankan oleh pemain asli Belitong adalah Laksmi, perempuan yang sangat diidolakan oleh Jimbron ini diperankan oleh Cindy Dwitasari yang selama film ini ia tidak mengucapkan dialog namun ia berhasil membawakan karakter Laksmi yang selalu bersedih karena ditinggal keluarganya akibat kecelakaan perahu.

Sekarang saatnya bicara tentang para pemain yang layak kita beri bintang dalam Sang Pemimpi ini. Aktor pertama yang langsung membuat saya terpesona adalah pemeran tokoh Pak Mustar,kepala sekolah SMA tempat Arai, Ikal dan Jimbron sekolah. Pak Mustar diperankan dengan sangat sempurna oleh Landung Simatupang. Gila, apa yang pak Mustar dialogan seperti tertuju tidak hanya kepada Ikal, Arai, Jimbron, tapi saya yakin itu masuk kedalam setiap penonton yang menonton film ini. Adegan yang sangat saya suka ketika Pak Mustard an Pak Balia tanpa dialog ketika pulang sekolah. Memang tidak sama ketika adegan antara Pak Harfan (Ikranegara) dan Pak Zulkarnaen (Slamet Raharjo) dalam Laskar pelangi dulu dalam satu frame, saya tetap pengagum adegan ini. Tapi coba bayangkan seorang actor-aktor senior itu beradu acting, Pak Mustar, Pak Harfan dan Pak Zulkarnaen berada dalam satu Frame, wah saya sangat terimajinasi dengan hal ini dan mudah-mudahan akan bisa saya lihat meski entah kapan. Saya memberikan Bintang 5, perfect untuk Pak Landung Simatupang dalam memerankan tokoh Pak Mustar. Ditambah bonus 2 bintang khusus yang tak terlihat karena bisa berdialog dengan penonton. Total ada 7 Bintang.

Karakter kedua yang mempesonakan adalah “Ayah” Ikal yang diperankan oleh Mathias Muchus, juara no 1 di dunia laskar pelangi ini sangat berpengaruh dalam plot Sang Pemimpi. Seorang ayah yang sangat mendambakan anaknya menjadi seorang juara yang rela berpuluh-puluh kilometer bersepeda dengan baju safari kebanggannya hadiah dari PN Timah untuk mengambil rapot untuk anaknya di Manggar. Adegan yang sangat personal bagi saya ketika Ikal membonceng Ayahnya bersepeda. Bintang 5 untuk Mathias Muchus yang tetap sebagai Juara No 1 di dunia.

Karakter ketiga Ikal kecil yang masih diperankan oleh Zufany. Meski tidak banyak tampil, karakter ini tampil sangat kuat dan diperankan dengan sangat baik oleh Zufany. Zufany mendapatkan adegan flashback ketika menjemput Arai, mengaji dan dalam adegan kenaikan pangkat. Dari adegan menjemput Arai bahasa visual yang diterjemahkan dengan rapi oleh Riri Riza membuat saya memilihnya serta bayangan seorang anak ketika tidak ingin melihat ayahnya kecewa saat tahu Ayahnya tidak naik pangkat. Zufany mendapat Bintang 4 juga
Karakter Arai yang menjadi pusat cerita Sang Pemimpi terjaga dengan baik. Ikal kecil, ikal remaja dan Ikal Dewasa. Ketiga karakter tersebut menjadi satu kesatuan dalam situasi yang berbeda. Karakter Arai memang tidak bisa dilepaskan dalam Tetralogi Laskar Pelangi ini memang sudah terpatri dalam penggemarnya. Kejelian produser memilih Ariel yang disebutkan nama aslinya Nazril Irham dalam kredit titelnya membuat penggemar Cerita ini dibuat tidak berkutik. Track record Ariel menjadi pilihan yang baik dalam pemilihan karakter Arai ini, semua sudah sangat dekat dengan Arai dan mimpinya begitu juga semua orang mengenal Ariel dengan segala ceritanya yang selalu menarik. Kedekatan penonton dengan karakter Arai yang sebelumnya didapatkan oleh Arai remaja tidak hilang ketenaran Ariel, kesan super bintang itu tertutup oleh karakter Arai yang sudah terjaga sebelumnya. Untuk semua karakter Arai ini mendapatkan bintang 4. Penggambaran kondisi dan situasi yang berbeda dijadikan menjadi kesatuan yang utuh oleh Riri Riza.

Ikal remaja dengan banyak masalah yang ia rasakan sendiri diperankan bagus oleh Vikri Septiawan, setiap konflik yang muncul terlihat ia mainkan dengan natural. Jimbron remaja yang lebih banyak membuat penonton tertawa ini patut diberi penghargaan khusus sebagai penyeimbang cerita yang melo-drama ini. Gaya tubuh, bahasa visual yang mampu membuat penonton merasa terhibur dengan apa yang ingin disampaikan oleh Sang Pemimpi. Dari Jimbron penonton dibawa masuk kedalam sebuah inspirasi unik seorang sahabat, “kudaku yang akan membawa kalian ke Eropa.” Secara diam-diam film ini menyajikan tokoh Jimbron, seorang yang kocak penggembira dibalik tragedy gagapnya membuat penonton terdiam dalam dialog ketiga sahabat di Pelabuhan Manggar. Ikal dan Jimbron mendapat 4 bintang, Jimbron mendapat bonus penghargaan khusus karena spirit mimpi Lintang kembali hadir darinya. Ingat ketika Lintang tidak berhasil sekolah tinggi maka ia berharap anaknya yang akan meraih mimpinya dulu, Jimbron kembali hadir lewat celengang kudanya yang akan mengantar sahabatnya meraih mimpinya.

Karakter lain yang tidak bisa lepas dalam Sang Pemimpi adalah Pak Balia, seorang guru yang menjadi motivator para sang pemimpi itu. Film ini merupakan debut pertama Nugie dalam layar lebar. Yups, adegan Pak Balia ketika pulang bersama dengan Pak Mustar menjadi tantangan bagi Nugie, serta Pak Balia yang berada di Pelabuhan tempat Ikal bekerja. Nugie menunjukan keahliannya dalam berakting, debut pertama film panjangnya mendapat 4 bintang ditambah bonus penghargaan karena Nugie juga menciptakan lagu Zakiah Nurmala yang dinyanyikan oleh Rendy Ahmad.

Bang Zaitun digambarkan dengan khusus dalam Sang Pemimpi, musisi Melayu ini seperti diberikan porsi khusus oleh sang sutradara. Dari ketika adegan pertama kali muncul beberapa shoot kamera mengarah pada Bang Zaitun ini, sebuah scene khusus pengenalan karakter ini lebih banyak dibandingkan ketika kita mengenal Pak Balia. Musisi kebanggaan Arai ini diperankan oleh Jay Wijayanto. Kekocakan musisi ini mendapat 4 bintang juga.

Karakter pendukung lainya seperti yang tidak boleh terlewatkan adalah Laksmi, keunikan tokoh ini dibawakan dengan baik. Bang Rokib seorang Nahkoda kapal yang sempat membuat Ikal berubah haluan. Ibu Ikal tetap mendapat bagian yang penting, adegan saat Ikal dan Arai pulang karena PN Timah ditutup menjadi bagian penting Rieke yang masih memerankan Ibu Ikal. Terakhir ada Zakiah Nurmala wanita pujaan Arai yang diperankan oleh Maudy Ayunda yang pernah beradu acting dengan Surya Saputra dalam film Untuk Rena.

Hampir lupa si Ikal dewasa oleh Lukman Sardi, selama film ini kita akan mendengarkan narasi darinya yang akan membawa film ini lewat cerita-ceritanya. bayangkan kalo film ini tanpa narasi dari Ikal dewasa, rumit deh kalo yang belum tahu ceritannya.

Keberhasilan para pemain yang memerankan tokoh-tokoh dalam Sang Pemimpi ini tak lepas dari peran crew produksi yang sangat ahli. Sinematografi yang baik dalam film ini adalah hasil kolektif para pekerja film professional dari divisi artistik yang menambah kedalaman kesan cerita, fotografi yang mampu menerjemahkan gambar itu menjadi lebih bercerita. Bagaimana sebuah gambar yang menarik secara artistic dan teknik ini tersusun dan membentuk gambar yang sesuai dengan cerita. Selain itu masih banyak crew produksi seperti Penata Kostum, Penata Rias, Penata Suara, Penata music. Penyatuan pekerja kreatif itu tidak terlepas dari sang Produser Mira Lesmana yang pasti sangat bekerja keras menyatukan ide-ide kreatif dari timnya itu. Yups sang Sutradara, pengendali cerita ini Riri Riza sangat berhasil membuat Film ini, tidak membuat penonton bosan, adegan atau gambar tidak terlihat klise selalu segar meski beberapa bagian sama seperti di Laskar Pelangi. Triple penulis scenario Salman Aristo, Riri Riza dan Mira Lesmana yang membuat penokohan dalam Sang Pemimpi menjadi lebih hidup dengan konflik-konflik yang ditampilkan, bagaimana dialog yang diucapkan pemain memberikan cerita tersendiri.

Sampai sekarang saya masih belum dapat alasan yang tepat untuk menggambarkan transisi editing Sang Pemimpi. Transisi fade to black yang mengganggu dalam penggantian adegan sangat banyak dan sangat mengganggu sekali. Padahal sepertinya masih banyak cara yang digunakan untuk perpindahan adegan dalam film ini. Ataukah karena memang cerita yang dibuat Andrea Hirata memang mosaic yang sulit disatukan dengan kontiniti bahasa visual yang pas dalam Sang Pemimpi ini. Masalah transisi ini mungkin saja terlewat setelah memasuki adegan. Penonton kembali dibawa dengan kelancaran cerita melalui rangkaian gambar yang tersusun rapi.

Tanggapan buruk saya terhadap transisi gambar dalam setiap pergantian adegan itu memang tertutupi oleh keindahan segala unsure yang ada dalam film Sang Pemimpi. Film ini sangat berhasil dengan cerita yang ingin disampaikan, peran masing-masing pendukung film menjaga keseluruhan tema film ini.

Bagian yang kocak adalah ketika Ikal berseru tentang kata motivasinya dari Bang Haji Rhoma yang beberapa lagunya menjadi theme songs mengalahkan OSTnya sendiri. Coba lagunya bang haji di remake ulang dan dijadikan OST dan yang nyanyi Ikal remaja. Setiap ada Jimbron dengan cerita kudanya. Arai kecil yang melengking panjang ketika mengucapkan Amin pada saat sholat. Dan ketidak percayaan tukang pos ketika salah alamat.

Spesial dramatic points: adegan Pak Balia dengan pak Mustar pulang, Ikal dan ayahnya menjemput Arai, adegan Ikal dan ayahnya berboncengan, adegan Arai, Ikal dan Jimbron ketika berangkat ke Jakarta.

Sebuah kebanggaan tersendiri bisa melihat acting yang sangat bagus dari Landung Simatupang dalam Sang Pemimpi. Perubahan karekter yang dibentuk oleh cerita dari yang awalnya digambarkan sangat galak selama diawal dan tengah film menjadi seorang yang sangat berwibawa pada akhir filmnya. Selamat buat seluruh crew produksi Sang Pemimpi. Tampilkan terus yang terbaik. Saya tunggu Endensornya.

Salam

Gugun Junaedi

Foto by SANG PEMIMPI - THE MOVIE - A Sequel To Laskar Pelangi!

Sabtu, 12 Desember 2009

Where The Place I Wanna Go

Getaran itu memang sangat terasa malam itu tapi anehnya tidak berjejak. Ternyata masih harus mencari tempat yang dituju lagi. Where The Place I Wanna Go? Catatan kecil tentang konser musik Risky Summerbee & The Honeythief

Kamis malam 10 Desember Teater Garasi kembali menghadirkan tontonan yang menarik, malam itu Garasi menghadirkan Risky Summerbee & The Honeythief sebuah band dengan permainan jazz blues dan apapun itu yang pastinya sangat menarik. Malam itu saya mencoba membuktikan beberapa informasi yang pernah saya terima tentang perform dari band ini yang konon katanya sangat menarik. Tidak banyak lagu yang saya tahu dari band ini, tapi setelah mendapatkan lagunya ternyata memang sangat mempesonakan permainan mereka. Kunang-kunang sedang mencari tempat untuk dituju, eh ketemunya di Teater garasi.

Permainan skil tingkat tinggi dari masing-masing player memang menjadi tontonan menarik sepanjang konser malam itu, Risky, Erwin, Doni, Sevri Hadi dan Nadya menghadirkan permanian yang mempesonakan malam itu, antusias penonton menambah panas gig dengan tepukan tangan mereka.

Salah satu pengisi acara malam itu adalah Frau, kekaguman terhadap penyanyi satu ini memang tak akan berhenti, penampilannya malam itu semakin menambah kekaguman kepada perempuan yang bernama darat Lani. Ini kali keempat saya bisa melihatnya bermain dengan jemarinnya yang menekan-nekan setiap tuts hitam putih. Malam itu dia kembali berduet dengan Nadya pada lagu tentang sahabat, duet mereka berdua juga pernah terjadi di LIP Nadya juga menemani Frau dalam konser Run With The Girl. Pada lagu tersebut mereka bermain tanpa iringan Risky Sumerbee & The Honeythief, Frau dan Nadya yang bermain juga dengan Armada Racun membuat orang didepan saya menggeleng-nggelengkan kepalanya.

Naomi Srikandi hadir ditengah-tengah penonton membawakan sebuah cerita tentang seorang seniman panggung. Kalau tidak salah dia membawakan cerita tentang Tiaf. seorang penyanyi dari Perancis yang menceritakan tentang kehidupan panggungnya dengan menyanyi. Dengan gayanya yang selalu menarik di atas panggung Naomi Srikandi berhasil membuat penonton berhenti sejenak menyaksikan Riski Summerbee & The Honeythief. Sejenak panggung itu menjadi miliknya.

Seorang pianis perempuan lainya selain Frau adalah Andrea, dia membawakan satu komposisi yang sangat menarik malam itu. Penampilannya malam itu menjadi point tersendiri pada konser Risky Summerbee & The Honeythief. Malam itu Andrea menggunakan gaun dengan motif bunga yang sangat menawan dengan wajahnya yang memang cantik mengingatkanku pada cerita seorang gadis sadis dalam film Kado Hari Jadi dari Paul Agusta yang sangat ingin saya tonton, sekedar informasi gadis dengan gaun motif bunga itu diperankan oleh Tika.

Salah satu penampilan yang ditunggu-tunggu di konser malam itu adalah Tika. Tika malam itu datang tidak dengan bandnya Tika and the Dissidents. Penampilan Tika malam itu menjadi semakin menambah suasana panggung yang sudah terasa panas. Penyanyi yang terbiasa dengan lagu-lagu penuh dengan kesan kepedihan, sorrow ini membawakan 3 lagu, sebuah lagu dari Riski Summerbee & The Honeythief yang berjudul Fireflies dinyanyikan olehnya dengan berduet dengan Riski. Pada akhir lagu ia menceritakan bahwa ia baru melihat Fire Flies (kunang-kunang) ketika ia baru berumur 21 tahun. Lagu kedua yang ia bawakan malam itu adalah Clausmophobia sebuah lagu miliknya sendiri yang bercerita tentang realitas homoseksual dimasyarakat. Lagu terakhir menjadi lagu pamungkasnya malam itu adalah May Day, lagu yang membawa persamaan terhadap “buruh” ini dibawa dengan penuh semangat. Diiringi Risky Summerbee & The Honeythief kesan dari lagu ini tidak menjadi hilang dan menjadi sebuah getaran yang memang terasa tapi tidak berjejak pada akhirnya.

Sebetulnya ada beberapa tanggapan buruk dari penonton malam itu yang sempat saya temui dalam acara malam itu, namun keburukan itu saya kira pasti tertutupi oleh penampilan atraktif seluruh pengisi acara malam itu. Riski Summerbee & The Honeythief ditambah dengan Frau dan Tika tentunya yang bermain-main dengan para penonton menggunakan harmonisasi nada-nada dan skill mereka dalam bermusik. Iringan tepuk tangan panjang selalu menutup akhir lagu dengan sangat meriah ini membuktikan penampilan mereka memang sangat layak untuk mendapat atensi yang meriah dari penonton yang kebanyakan anak muda.

Nuansa konser malam itu tidak terlepas dari peran dari artistic panggung. Sebuah background 2 hati menggantung dan saling terbalik. Selain itu di samping panggung terdapat WC, ini bener-bener bilik termenung bagi penonton yang ingin memberi kesan maupun saran terhadap acara malam itu. Namun ada yang mengganggu malam itu dengan keartistikannya panggung malam itu, pada stand mik terdapat sebuah senapan kayu yang sampai acara selesai saya dan teman saya tidak berhasil mencari tahu maksud dari senapan kayu tersebut. Kemungkinan terlalu nyeni jadi saya tidak bisa mengartikannya.

Pada akhirnya malam itu adalah milik semua orang yang malam itu berada di Teater Garasi, menikmati komposisi yang sangat cerdik dari Riski Summerbee & The Honeythief tidak akan pernah bosan, dan ternyata mereka memang bener terlihat nggregeti setiap . Frau tetep Frau dengan keindahan dalam keunikan lagu yang ia mainkan. Tika dia tetap menyuguhkan yang menarik bagi penontonnya dengan suaranya yang mengesankan. Naomi Srikandi yang sejenak mencuri panggung dan Andrea tidak terlupa, penampilannya membawakan satu komposisi menarik menjadi point tersendiri malam itu. Inilah para musisi dan seniman yang tidak hanya mengandalkan teknik tinggi melainkan juga mempertimbangkan rasa dalam setiap lagu yang terdengar malam itu.

Lagu Risky Summerbee & The Honeythief bisa didengarkan di MySpace.


.:Gugun Junaedi sedang bingung mencari tempat yang ada kunang-kunang:.

.:Spesial matur nuwun gak pake martabak BCA kagem mbak Cahya. love yu pull deh:.




Jumat, 04 Desember 2009

Opening Festival Film Dokumenter 2009

Siang ini saya baru saja mendapatkan poster dari FFD 2009 (Festival Film Dokumenter) , posternya sangat menarik dengan permainan typografi. Kemungkinan tidak banyak orang mengira bahwa ada sebuah tulisan dalam poster tersebut yang digunakan sebagai tema tahun ini. FFD 09 UP CLOSE AND PERSONAL, tulisan ini berada dalam segi enam poster FFD 09. sebelumnya saya juga tak mengira bahwa akan menemukan tulisan yang menarik dalam segi delapan tersebut. Yups, sungguh poster yang menarik semoga saja acara tahun ini lebih menarik dari posternya. dan saya masih tetap suka dengan poster FFD tahun 2006 dulu. (sayang sofcopy poster terbaru tidak bisa saya dapatkan)

FFD 2009 akan dimulai pada tanggal 6 - 12 Desember 2009 bertempat di Komplek Taman Budaya dan Benteng Vredeburg. Sebagai acara pembuka sebuah film dengan judul Burma VJ "Reporting from a Closed Country" akan menjadi opening screen dalam ajang tahunan ini. Acara pembuka ini dilakukan di Societed Militaire Taman Budaya pada jam 19.00 WIB.

Jadual lengkapnya belum saya dapatkan, tapi yang pasti beragam acara seperti pemutaran film, diskusi, temu komunitas dan workshop yang menarik seperti workshop masterclas akan tetap ada, sama seperti pada tahun-tahun sebelumnya.

Ah, sayang tahun ini masih belum bisa ngirim film dan menjadi film seleksi FFD. mungkin tahun depan atau 2 tahun lagi. Tapi yang jalas, mari kita ramaikan acara FFD 2009 ini, bravo documentary movie, bravo movie mania.

Cerita singkat VJ Burma "Reporting from a Closed Country"
Bersenjatakan kamera, joshua terlempar kedalam konflik dan tiba-tiba menjadi seorang pemimpin gerakan citizen journalism, yang melawan represi rezim militer Burma, ketika ribuan biksu turun kejalan memulai perlawanan. Setelah puluh tahun Burma tenggelam, reportas jaringan Joshua ini kembali membawa muncul ke pentas dunia, memperlihatkan represi militer terhadap media lokal dan internasional. Ditengah-tengah barisan para biksu, inteligen polisi dan letusan senjata militer, mereka bekerja tersamar ditengah bahaya, mengumpulkan footage untuk mengabarkan kepada dunia update dari negara yang tertutup. Mereka tak berniat berlaku heroik, tapi keadaan menjadikan mereka sebagai pejuang kebebasan. Rezim cepat memahami kekuatan kamera, dan para wartawan terus-menerus dikejar oleh agen intelijen pemerintah yang melihat “sabotase media” sebagai mangsa terbesar mereka. Selama September yang bergejolak, Joshua menemukan dirinya di rollercoaster emosional antara harapan dan keputusasaan, ketika ia panik ketika para reporternya dijalanan menyingkapkan pemberontakan besar dan mengarah ke akhir yang tragis. (sumber:festivalfilmdokumenter.org)

Salam

Gugun Junaedi