Pernah ga menemukan sebuah tempat dimana kita bisa merasakan ketenangan
atau mungkin kita bisa merasakan keajaiban? Bahkan di kota yang panas
ini, ternyata ada tempat seperti itu. Jakarta, beberapa orang
membencinya seperti saya yang juga kadang membencinya. Tapi percayalah
semakin benci kita terdorong semakin dekat dengan kenyataan bahwa apa
yang kita benci itu kenapa selalu dekat dengan kita. Dan ini adalah
cerita tentang ketenangan kecil di sudut Jakarta.
Jakarta Sabtu
sore 19 Oktober, niat awal hari ini berada di Bandung bertemu dengan teh
Butet Manurung dan sorenya mau mengagetkan kawan lama di acara yang ia
bikin, gagal! Memang benar istilah 'kita merencanakan, Tuhan yang
menentukan' rencana saya ke Bandung gagal. Jadi, hari itu setelah
sebelumnya suting sampai larut, saya habiskan hari sabtu santai dengan
tidur spesial kemudian terbangun dan ngobrol dengan mas Agung tentang
impian saya selama ini, membuat sebuah film tentang gunung. kemudian yang dilakukan adalah nonton film, kemudian, doing nothing.
Saya
merenung. Melihat tembok kamar kos, kadang berdialog dengannya. Ngliat
buku di rak. Tasssss. Kemudian ada momen ketika melihat buku-buku itu,
tiba-tiba merasa seneng. Sudah pasti saya senyum-senyum sendiri.
Kemudian ada salah satu buku seperti berbisik "bro, gak beli buku lagi!
Masih ada tempat kosong di sisiku nih."
Nah kan, kegilaan mulai
muncul. Padahal malam tadi ga minum-minum juga. Kenapa merasa sinting
sendiri. Hmmm... Buku yang satu lagi mau bicara sepertinya. Saya siap
ndengerin "bos, katanya mau beli kakak saya lagi."
Oh iya, saya
lupa mau beli majalah berlogo kuning itu. "Terima kasih ya sudah
ngingetin" lho kok, gw ikutan ngomong juga ke mereka. Sialan, ini efek
sendirian di kamar dengan suhu ac 16 derajat. Matiin ac, biar panas
maksudnya kemudian mandi biar terlihat segar.
Bagi saya berada di
toko buku merupakan momen tersendiri dimana saya dan buku-buku yang ada
di rak seperti memiliki ikatan. Saya tahu mereka, begitupun buku
tersebut. Dia juga mungkin selalu tahu siapa pemiliknya. Buku tersebut
tidak bersuara, tapi saya bisa mendengarkan apa isi hatinya :). Ini
mungkin yang sering orang sebut sebagai kontemplasi. Saya dapatkan
ketenangan saat ada di toko buku. Saya sadari ini ternyata sudah
dialamin dari dulu.
Di Jakarta yang panas ini ternyata ada tempat
bagi saya bisa berkontemplasi. Ga perlu pergi ke gunung atau pantai
sepertinya :).
Seperti biasa ga ada rencana mau beli apa.
Nyusurin rak demi rak merupakan pengalaman spiritual sepertinya, uh yang
ini terlalu lebay. Dari rak buku anak-anak sampai dewasa. Dari rak buku
akutansi sampai politik. Meski ga mungkin beli buku politik :). Makanya
tadi saya bilang, buku akan tau siapa pemiliknya.
Saya nyusurin
rak di buku rekomendasi, sudah sering berada di bagian rak ini.
Tiba-tiba ada buku bersampul orange seperti memanggil. Bergambar sampul
seorang indian memegang tombak naik kuda. Ada satu nama yang tak asing.
Winnetou, beberapa bulan terakhir saya seering mendengar nama ini. Saya
baru sadar bahwa nama ini merupakan tokoh yang diceritakan oleh pak
Herman Lantang dan pak Heru Soeprapto mereka ini tokoh petualang
Indonesia. Mereka pernah menceritakan kenapa mereka mendaki juga karena
membaca Winnetou. Buku ini dibuat oleh Karl May, langsung saja saya
ambil buku ini. Mungkin si buku tersenyum, karena dia bertemu dengan
pemiliknya.
Kalau buku kedua saya tertarik karena judulnya.
"Mahameru. Bersamamu." Buku ini tentang catatan perjalanan yang ditulis
oleh Ken Ariestyani. dan, saya memang belum mengenalnya. Saya pikir yang
menulis ini orang yang berada di rotasi kegiatan outdoor Indonesia. Ga
tau juga, namanya belum saya kenal. Tapi saya selalu suka dengan catatan
perjalanan. Apalagi itu tentang gunung, saya langsung membelinya.
Padahal tiga tahun belakangan ini saya malas lewat rak buku travel. Ga
tau malas aja, ngeliat catatan perjalanan yang isinya how to atau where
to aja... Maafin saya. Kalau di rak travel, mungkin ga ketemu dengan
buku ini. Untung saja buku ini ada bersama novel, jadi kebeli. Mungkin
yang sortir ga ngerti. Tapi karena itu jadi berjodoh buku ini. dan lagi,
buku ini tau siapa pemiliknya.
Rak demi rak saya susuri lagi,
membaca sinopsis peradaban dunia. atau bertemu tokoh dunia yang wajahnya
memberikan senyum di sampul bukunya. Saya pegang buku biografi pak
Sjahrir, salam hormat saya untuk anda pak. Terima kasih memperjuangkan
bangsa ini. Saya kembali letakan buku itu.
Ada satu buku yang
belum bisa kebeli sampai saat ini, ekspedisi dari Wanadri tentang pulau
terdepan Indonesia. Saya hanya bisa melihat, memegang dan berharap suatu
saat bisa mengambilnya.
Buku ketiga yang dibeli adalah buku Ring
of Fire. Ketertarikan saya tentang dunia petualangan memang diharuskan
untuk membaca buku-buku seperti ini. Apalagi buku ini diciptakan oleh
seorang produser acara tv dan film. Lowrence Blair dan Lorne Blair.
Senang bisa berjuma dengan anda-anda pak, buku anda sudah ada ditangan
saya. Ini buku berisi catatan ekspedisi 10 tahun persinggahan mereka di
Indonesia, di tengah hutan hujan, gunung. Wah baca halaman belakang saya
bener merinding. Dengan berucap Bismillah saya mengambil buku tersebut.
Semoga bermanfaat untuk saya. Buku ini telah memilih pemiliknya :).
Buku
keempat tentang tumbuhan yang dilindungi di Taman Nasional Gede
Pangrango. Gunung favorit saya. 100 Tumbuhan Dilindungi di Gede
Pangrango. Buku ini dibuat oleh Edith Sabara & Sopian, semoga
bermanfaat buku ini. Menambah literatur untuk film saya nanti, amin.
Sudah
cukup, sekarang tinggal dompet yang berbisik lirih :). Tapi majalah
edisi spesial belum kebeli, jangan sampai lupa lagi. Saya langsung ambil
Natgeo edisi Oktober yg telat saya beli. Kemudian ke rak komik untuk
ambil seri ke-4 dan 5 cerita chef Mitsuboshi yang konyol, ini komik seru
lho.
Dan, gerimis mengiringi saya pulang di dalam angkot.
Kontemplasi saya berakhir hari ini. Tinggal jangan hanya jadi pajangan
di rak nanti itu buku.
Dari dalam tas terdengar suara buku-buku
itu meributkan sesuatu, sepertinya mereka saling bertaruh siapa yang
akan baca duluan. Tenang saja kalian, kalian bertemu pemilik yang tepat
kok. Buku, mereka tau siapa pemiliknya.
Jakarta 19 Oktober 2013
"personal journey"
Tweet