Senin, 29 Januari 2007

Media Ekspresi Global

Pemanfaatan Internet Dalam Memajukan Perfilman Indonesia

“Film Indonesia mengalami sejarah baru” sepertinya ini yang mau penulis sampaikan. Dari dekade 90-an sampai dengan era milenium baru ini perfilman Indonesia sedang mengalami pasang surut, hal ini bisa dilihat dari kuantitas film yang hanya mencapai 6 – 7 film pertahunnya dan juga tidak diadakannya Festifal Film Indonesia (FFI) selama 12 tahun setelah tahun 1992 FFI terakhir kali diadakan. Hal itu dikarenakan tidak adanya film yang masuk dalam FFI tersebut.

Sejarah dimulainya era baru perfilman Indonesia boleh dikatakan dimulai sejak para sineas muda diantaranya, Mira Lesamana, Riri Reza, Nan T Achnas dan Rizal mantovani di tahun 1996 yang prihatin melihat kondisi perfilman Indonesia saat itu melakukan kerjasama dengan membuat debut film Kuldesak. Dari situlah mulai bermunculan inovasi baru dalam dunia perfilman kita, Petualangan Sherina, Ada Apa Dengan Cinta serta Tusuk Jaelangkung adalah film-film fenomenal disaat itu bahkan sampai sekarang. Inovasi seperti itulah yang menandakan perfilman Indonesia mulai bangkit kembali sejak tahun 90-an.

Selain beberapa hal yang telah disebutkan diatas, ternyata ada satu hal yang juga mendukung kemajuan perkembangan perfilman Indonesia, selain juga peran media massa baik elektronik maupun cetak dengan para wartawannya yang selalu peduli dengan kemajuan perfilman Indonesia. Adalah media global internet yang juga banyak membantusejarah lahirnya kembali perfilman Indonesia. Internet kembali membuka pemikiran-pemikiran, ide-ide baru dalam memajukan perfilman Indonesia. Selain juga membuka dunia demokratisasi dalam banyak hal, internet jugalah yang melahirkan beberapa kritikus film (wartawan yang mengulas film, resensi film) yang berbakat lewat media global ini.

Lalu apa yang menarik dari internet, sejauh mana internet bisa mendukung kemajuan perfilman Indonesia. Kekuatan dan kelebihan apa yang dimiliki internet sebagai media informasi demokrasi tanpa batas khususnya untuk dunia perfilman Indonesia.

***


Untuk melihat sejauh mana internet membantu mendukung perfilman Indonesia menjadi lebih baik kita akan melihat salah satu contoh yang sangat jelas. Adalah situs layarperak.com. di layarperak.com banyak sekali informasi mengenai perfilman baik film local maupun manca. Di layarperak.com lah seperti telah penulis sebutkan diatas yang telah melahirkan kritikus-kritikus film terbaik diindonesia, berkat para penulis-penulis berbakat itulah perfilman Indonesia menjadi semakin lebih baik.


Setidaknya kita telah punya Eric Sasono seorang kritikus film yang selama dua tahun berturut-turut mendapatkan penghargaan terbaik dalam ajang FFI 2005 dan 2006. berkat tulisannya mengenai Gie sebuah film karya Riri Reza (Miles Production) dan Berbagi Suami karya Nia Dinata (Kalyana Shira Film) Eric Sasono yang juga penulis scenario film Brownies mendapatkan penghargaan tertinggi untuk Kritik Film di FFI. Agar tidak terlepas dengan tema tulisan ini kita akan mebahas hubungan kritikus film dengan internet. Sudah jelas bahwa Eric Sasono menggunakan media internet sebagai media penyebaran informasi tulisan-tulisannya tentang film. Aratikel-artikel yang ditulis Eric Sasono dimuat di layarperak.com sebuah portal mengenai perfilman.

Lebih lanjut kita akan mencoba sedikit mengenal tentang kritik film. Kritik film merupakan salah satu bentuk macam berita. Awalnya kritik film adalah generasi penulisan dari sebuah pagelaran, dulunya wartawan menulis untuk mereview tentang pagelaran atau sebuah pementasan kesenian, para wartawan itu menulis apa saja yang terjadi dalam pagelaran tersebut dari kekurangan sampai kelebihan, story, dari pagelaran tersebut dan apa saja yang menyangkut dengan pagelaran tersebut. Dari situ para wartawan mulai melebarkan sayap dengan menulis tidak hanya untuk sebuah pagelaran atau pementasan melainkan juga karya seni yang lain seperti sebuah patung atau lukisan, dan akhirnya mereka juga mulai meresensi sebuah buku dan film. Seperti itulah sedikit informasi mengenai awal mula kritik film lahir dan masuk jajaran jurnalistik. Karena dalam menulis kritik film diperlukan keahlian khusus seperti halnya bidang kedokteran, pendidikan, ekonomi serta social politik ini membuat kritik film mempunyai tempat tersendiri.

Kritik film jugalah yang membuat perfilman Indonesia menjadi lebih bagus, karena dengan tulisan-tulisan dari seorang kritikus film, film itu bias kelihatan bagus dan jeleknya. Dan sebagai media yang bebas berekspresi para kritikus film banyak yang menggunakan internet sebagai medianya. Dari media internetlah lebih tepatnya layarperak.com yang banyak berperan. Karena dengan media itu seorang kritikus film bisa berekspresi dengan demokratisasi tanpa batas.

Kita juga akan melihat beberapa pemanfaatan internet lainnya dalam memajukan perfilman Indonesia. Sedikit catatan diatas mengenai layerperak.com bisa menunjukan pemanfaatan internet yang cukup baik, lalu juga ada beberapa situs local yang tak bisalepas dari peren situs-situs tersebut yang menjadikan media baru dalam perfilman Indonesia. Salah satunya adalah komunitas-dokumenter.org, situs ini menjadikan wadah berdiskusi, menulis resensi atau kritik film dan berbagai informasi mengenai perfilman khusunya untuk film documenter. Juga ada situs www.konfiden.or.id di situs ini kita bisa mendapatkan informasi mengenai film-film independent. Situs ini memang dibuat setelah melihat keprihatinan para pembuat film indie yang belum banyak memiliki tempat, maka melalui situs ini film indie seperti memiliki tempat tersendiri untuk pendistribusian film-film indie. Situs ini juga menyediakan beragam informasi, diskusi mengenai film independent. Selain beberapa contoh diatas masih ada banyak lagi situs-situs atau bahkan milis-milis tentang film.

Internet juga digunakan oleh Production House untuk mempromosikan film-filmnya. Strategi yang digunakan adalah membuat situs resmi untuk filmnya. Kita mengambil contoh film 9 Naga yang dibuat oleh PH Sinemart dan Reload Pictures, PH tersbut membuat situs 9naga.com disitus tersebut ditampilkan synopsis, cast and crew serta apa saja yang berkaitan dengan film 9 Naga. Lewat situs resminya sebuah film bisa menarik minat para penonton setelah mengunjungi situs tersebut. Dan juga situs seperti itu dibuat agar para penikmat film bias mendownload langsung seperti wallpaper, poster maupun thriller bahkan original soundtracknya.

Seperti itulah sedikit catatan mengenai internet dalam membantu perkembangan perfilman di Indonesia. Menjadi salah satu bagian dalam perkembangan film Indonesia untuk menjadi lebih baik tentunya internet sebagai media untuk berekspresi masih harus terus dimanfaatkan dengan baik, tidak dengan asal-asalan dalam mebuat sebuah artikel atau kritik film untuk dipublikasikan lewat internet. Karena di Indonesia masih banyak dibutuhkan kritikus film yang bisa membuat perfilman Indonesia menjadi lebih baik. Dan tentunya selalu berpegang teguh dengan kode etik yang selalu berlaku dimanapun.

Akhrinya penulis mengucapkan terima kasih kepada Eric Sasono atas tulisan-tulisannya yang selalu berat dan serius serta Garin Nugroho atas inspirasi-inspirasinya, juga portal-portal film didunia maya ini. Dan pastinya pak Dosen yang membuat mehasiswanya berpikir gamblang Dody P Sunardi yang selalu penuh dan rame kelasnya selama semester lima malah kelas paling penuh. Dan juga segala sumbang saran dan kritik pedasnya, tegus-sapa agar tulisan ini menjadi berguna dan mengenai sasarannya saya terima dengan lapang disertai dengan ucapan banyak terima kasih.

Semoga bermanfaat. Salam 7. Get Spirit Local Movie.

Yogyakarta, 2007
Untuk memenuhi tugas mata kuliah jurnalistik online
Dosen pengampu : Dodi P Sunardi

Gugun Junaedi / 04.1.20220.00345

Kamis, 11 Januari 2007

Pocong 2 Kompilasi Sebuah Directing

Sutradara : Rudy Soedjarwo
Pemain : Revalina S Temat, Ringgo Agus Rahman, Dwi Sasono, Risty Tagor
Penulis : Monty Tiwa
Produksi : Sinemart, Reload Film Center


Sinopsis

Maya merasa harus berbuat yang lebih baik kepada adiknya setelah kedua orang tua mereka meninggal dunia. Maya mencari tempat tinggal baru agar Andin adiknya bisa melupakan masa lalunya setelah ditinggal orang tuannya. Maya yang seorang asisten dosen filsafat mempunyai seorang pacar Adam (Ringgo) Andin merasa kasih saying dari kakaknya semakin berkurang dengan adanya Adam terlebih lagi mereka mau menikah. Setelah melihat iklan dikoran Maya tertarik dengan sebuah apartemen yang dikontrakan dengan harga yang sangat murah. Disana Maya bertemu dengan Slamet pengelola apartemen itu. Disamping itu mereka juga memiliki tetangga misterius. Tanpa diduga setelah menempati apartemen baru itu malah banyak kejadian mengerikan terjadi ada pocong yang selalu menganggu adiknya Andin. Maya dengan bantuan mahasiswanya mencoba meminta bantuan kepada sorang paranormal, diparanormal tersebut maya yang tidak percaya dengan hal mistik dibuka mata batinnya agar bisa melihat roh atau arwah yang gentayangan. Dari situ dimuali petualangan Maya melihat hal-hal ganjil disekitarnya seperti melihat pacar mahasiswanya yang telah meninggal serta arwah yang ngiler ketika melihat mereka makan.
Maya mulai mendapati kunci dari apa yang selam ini menganggu adiknya lewat sebuah seragam sekolah yang berlumuran darah. Satu persatu masalah Maya mulai terungkap semuanya tertuju kepada seorang yang bernama Wisnu yang ternyata tetangga apartemen Maya.

***

Dibuat dengan nuansa Sephia film dengan durasi sekitar 90 menit ini cukup membuat penonton dibioskop Mataram berteriak, tertawa bahkan sedih terbawa dengan tekhnik penyutradaraan yang dimainkan oleh Rudy Soedjarwo. Apalagi ditambah dengan para pemain yang sudah pasti kita kenal. Ada Revalina S Temat yang kita kenal sebagai pemain sinetron, ada Ringgo Agus Rahman dengan kekonyolannya di film Jomblo serta Dwi Sasono di Mendadak Dangdut yang bermain total dalam film horror Pocong 2 ini ada juga Risty Tagor yang bermain cukup bagus dengan arahan sutradara AADC ini.
Film ke 10 dari Rudy Soedjarwo ini saya anggap kompilasi dari film film terdahulunya seperti Mengejar Matahari, Tentang Dia, 9 Naga dan Mendadak Dangdut yang pernah saya tonton. Dengan campuran humor, drama serta horror diracik dengan matang oleh Rudy Soedjarwo dengan kesan yang sangat dalam seperti film-film terdahulunya yang lebih menonjolkan karakter kuat. Ditambah lagi dengan diaolog yang cukup menawan dan logis. Naskahnya sendiri ditulis oleh Monty Tiwa yang memang dari dulu menulis film-film Rudy Soedjarwo.
Juga ilustrasi musik yang sangat tertata rapi selama film ini berlangsung, ilustrasi musiknya sendiri digarap oleh Andi Riyanto
Namun ada beberapa yang saya anggap menganggu dalam film Pocong 2 ini. Seperti tehnik editing yang banyak kasar-kasar. Atau beberapa frame yang seharusnya tidak perlu lama-lama terlihat. Gak tau itu karena memang disengaja untuk menambah durasi atau bagaimana? Karena sebelumnya Film ini tidak lulus sensor. Diantaranya ketika mobil Adam berbelok menuju apartemen disitu setelah mobil out frame terasa lama sekali untuk berpindah ke adegan mereka berada di depan apartemen. Juga mulai dari awal pembuka film ini adegan lari kejar-kejaran wisnu dipotong dengan kasar untuk kredit title. Akibatnya background musik dengan atmosfir yang sangat keras tiba-tiba berhenti lalu kerass kembali seterusnya hingga bikin tidak nyaman namun itu berkurang setelah adegan awal tadi dilanjutkan dengan adegan Maya dengan kedua mahasiswanya yang ngegokil.
Pokoknya yang sangat jelas dari film Pocong 2 ini adalah Good Directing dari Rudy Soedjarwo yang sangat apik dan wah….. Ditunggu terus karya selanjutnya

Support Indonesia Movie.

Salam 7.

Yang bikin saya Wah di film ini

Adegan saat Maya menyuruh Andin berhenti merokok ditangga. Andin mematikan rokoknya dan pergi serta meninggalkan rokoknya. Lalu ketika Maya akan mengambil bungkus rokok itu terdengar suara langkah kaki andin, dan ternyata Pocong.

Kontiniti bu Dosen dengan karakter fisik yang berjalan cacat di film ini dan ternyata setelah Maya dibuka mata batinnya ia melihat yang membuat Bu Dosen berjalan cacat adalah anaknya yang menggantung dikaki kanannya.

Minggu, 07 Januari 2007

Pernyataan Sikap

Kami masyarakat film Indonesia percaya bahwa Festival Film Indonesia seharusnya menjadi tolok ukur perkembangan film Indonesia, menjadi stimulasi penciptaan melalui penghargaan yang sesuai dengan pencapaian film Indonesia, serta sarana apresiasi bagi masyarakat Indonesia.
Justify Full
Kami juga percaya bahwa Festival Film Indonesia seharusnya mencerminkan kebijakan perfilman Indonesia, yang tanggap terhadap dinamika perkembangan dunia film.

Atas dasar pemikiran tersebut, kami menyatakan protes:

1. Terhadap penyelenggaraan dan hasil penjurian Festival Film Indonesia 2006. Protes ini didasarkan pada fakta bahwa film “Ekskul” produksi PT. Indika Entertainment yang memenangi piala Citra sebagai film terbaik, menurut kami telah melakukan pelanggaran hak cipta dalam penggunaan ilustrasi musik film. Situasi ini membuktikan buruknya kualitas penyelenggaraan FFI dan rendahnya kompetensi pihak penyelenggara FFI, yang antara tahun 2004-2006 diselenggarakan secara tidak transparan, baik dalam sisi pelaksanaan dan sisi finansial. Hal di atas juga mencerminkan buruknya kinerja Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dalam melakukan penataan perfilman Indonesia.

2. Terhadap sistem kelembagaan perfilman Indonesia yang masih dijalankan oleh lembaga dan organisasi bentukan Departemen Penerangan di masa Orde Baru. Lembaga yang kami maksud adalah Lembaga Sensor Film (LSF), Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N), dan organisasi-organisasi yang bernaung didalamnya. Lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi tersebut tidak mencerminkan semangat pembaharuan dan tidak berpihak pada kemajuan perfilman Indonesia.Stagnasi sistem ini telah merugikan dan
menghambat proses perkembangan film Indonesia yang telah menunjukkan potensi kemajuannya sejak awal masa reformasi.

Untuk itu kami masyarakat film Indonesia, menuntut pihak Departemen Kebudayaan dan Pariwisata untuk melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1.Demi nama baik perfilman Indonesia, segera mencabut anugerah piala Citra film terbaik dan yang berkaitan dengan film tersebut dalam FFI 2006 dan meminta penyelenggara FFI 2006 untuk melakukan pertanggungjawaban hasil penilaian terhadap film tersebut secara terbuka kepada publik.
2.Menghentikan sementara penyelenggaraan Festival Film Indonesia.
3.Segera membubarkan lembaga-lembaga perfilman yang ada, dan membentuk sistem kelembagaan perfilman yang baru, secara demokratis dan transparan, yang sesuai dengan perkembangan film saat ini dengan melibatkan para pelaku aktif perfilman Indonesia.
4.Mendesak DPR RI untuk segera mencabut Undang Undang No.8 tahun 1992 tentang Perfilman dan menggantinya dengan Undang-undang baru yang mendukung kemajuan.
5.Segera membuat rancangan kebijakan yang bersifat strategis bagi perkembangan budaya dan ekonomi perfilman Indonesia, dengan melibatkan para pelaku aktif perfilman Indonesia.
6.Melakukan perubahan mendasar pada peraturan dan penyelenggaraan sensor film dengan mengganti Lembaga Sensor Film menjadi sebuah Lembaga Klasifikasi Film.


Sebagai tanda keseriusan kami, dengan ini kami mengembalikan Piala Citra yang telah kami terima dalam penyelenggaraan FFI 2004 – 2006.

Apabila tuntutan di atas tidak ditanggapi, kami akan melakukan boikot terhadap penyelenggaraan FFI di masa yang akan datang, dan melakukan perlawanan secara terstruktur terhadap segala kegiatan yang diselenggarakan atau diadakan oleh badan pemerintah yang mengatasnamakan PERFILMAN INDONESIA.

Sikap ini kami ambil sebagai wujud tanggung-jawab kami kepada masyarakat yang selama ini mendukung keberadaan kami dan menjadi salah satu alasan utama mengapa kami terus bekerja dan berkarya.

Jakarta, 3 Januari 2007

Masyarakat Film Indonesia,

Dari http://www.friendster.com/bulletin.php?statpos=bulletintable&bid=108014482&uid=30226669