Salah satu hal yang bisa membuat orang merasa bahagia adalah
mendapatkan makanan yang menjadi kesukaannya. Termasuk saya, rasa bahagia
selalu muncul dengan sendirinya ketika saya menemukan makanan kesukaan. Tapi,
ini bukan hanya tentang makanan, melainkan kenangan masa kecil yang ikut muncul
ketika saya bisa menikmati makanan tersebut. Kenangan masa kecil ketika saya
dan sepupu juga beberapa teman di kampong saya bermain di sawah mencari keong
kraca untuk kami masak. Ini adalah ceritaku dari sawah turun ke hati yang
menjadi kenangan menyenangkan masa kecil di sudut otak ini.
Cuaca mendung saat itu tak meyurutkan saya dan beberapa
teman di kampong Ranjingan untuk mencari keong kraca, keong kraca di beberapa
tempat disebut sebagai keong tutut. Meski orang tua kami melarang pergi ke
sawah ketika hujan, kami tetap pergi dengan membawa ember sebagai wadah keong
hitam keci-kecil tersebut.
Dulu kami sering mendengar cerita orang-orang tua di kampong
bahwa banyak kejadian orang yang disambar petir di sawah ketika hujan. Memang
cerita seperti itu membuat saya takut saat itu. Tapi, bayangan kenikmatan dari
kuah kuning keong kraca tersebut bisa mengalahkannya ditambah kenakalan masa
kecil yang diharuskan menjadi pemberani.
Rintik hujan sudah turun, kami tetap menyusuri pematang
sawah untuk mencari keong tersebut. Kaki-kaki kami mulai turun memasuki lumpur
sawah yang menunggu untuk ditanami padi lagi. Biasanya keong kraca dengan mudah
ditemukan ketika padi di sawah sudah selesai dipanen. Selain itu juga kaki kita
bisa leluasa menginjak lumpur sawah tanpa takut merusak padi karena memang
sudah tidak ada. Satu demi satu keong kecil tersebut memenuhi ember kami.
Setelah ember penuh, dengan penuh kebahagian kami pulang.
Badan beraroma lumpur dan basah kuyup karena hujan menjadi masalah yang
menyenangkan. Dan, kami membersihkan diri dulu di sumur tetangga sebelum sampai
rumah agar terlihat tidak terlalu kotor, tentunya agar tak dimarahi oleh orang
tua kami.
Biasanya keong direndam dulu semalam untuk menghilangkan
kotoran keong, merendam keong semalaman bisa mengurangi rasa pahit dari keong
kraca. Setelah direndam hal yang paling menyenangkan adalah memotong
buntut(ujung belakang keong). Sungguh menyenangkan itu semua, kenangan masa
kecil yang terekam dengan baik. Semua menjadi lebih bahagia ketika keong sudah
matang dan kami makan bersama-sama.
Belasan tahun berlalu. Kenangan itu kembali muncul ketika
saya suting program tv kuliner di Bandung. Produser saya waktu itu memberi tahu
bahwa ada keong tutut di warung tersebut. Saya ga tahu awalnya apa itu keong
tutut, ternyata….
Bahagia itu sederhana. Memang benar adanya kalimat tersebut.
Bahagia bisa menemukan kembali potongan masa kecil melalui makanan sederhana
itu.
Sekarang setelah saya berkeluarga, bersama istri cantik saya.
Kami membuat sendiri keong kraca berkuah yang menjadi favorit dulu waktu kecil.
Meski tanpa harus turun ke sawah karena menemukan penjual keong tersebut di
pasar kramat jati.
Makan berdua |
Sekali lagi, bahagia itu sederhana. Kami menikmatinya
berdua, memasaknya berdua, mengolahnya dengan penuh tawa karena lutfi baru
pertama kali memasak menu tersebut. Ingatan masa kecil selalu terbawa bersama butir
demi butir keong tersebut, ingatan yang bahagia. Tidak ada yang lebih nikmat
ketika kita punya rasa itu. Rasa yang pernah berasal dari kaki-kaki kecil
berlumpur di sawah dengan tawa bahagia yang terbawa hingga saat ini.
Dan akhirnya kami memutuskan untuk memasukan menu keong
kraca menjadi salah satu menu bulanan istimewa kami. Terima kasih istriku. Terima
kasih hikayat dari sawah yang turun ke hati dan terbawa sampai saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari kita buat semua ini menyenangkan.