Bagi saya kopi itu seperti seorang teman, ada kalanya ia menjadi pengobat rindu, suatu waktu ia meringankan kepala dengan pekatnya rasa yang ia punya. Kopi seperti seorang teman yang memberikan hiburan, apalagi ketika kopi bertemu dengan canda, tawa, dan cerita. Ini cerita kopiku, dari rasa yang menggugah rasa.
Apa yang kamu lihat bisa jadi bukan seperti yang kamu rasakan. |
Saya menyebutnya riak kopi, ia muncul ketika seduhan air dari panci yang saya tuang ke dalam cangkir kecil dengan 2 sendok kopi arabika yang saya dapat di pasar minggu. Sambil membayangkan seorang penari yang meliuk, air yang saya tuang mengikuti iramanya, berputar menimbulkan percikan kecil yang terdengar nyaring. Aromanya belum muncul, saya menantinya. Sambil menanti aroma arabika Wamena, akan saya ceritakan di mana bisa mendapat kopi dengan rasa istimewa ini.
Pasar Minggu, dulu terkenal dengan macet dan semrawutnya jalan yang menyatu dengan pasar tersebut. Dengan perlahan dan sedikit dibumbui dengan konflik ketika pemkot Jakarta mencoba berbenah, Pasar Minggu kini lebih baik dari sebelumnya, ini pendapat saya pribadi ketika pertama datang ke pasar minggu dengan kondisinya yang untuk jalan motor aja susah. Sekarang, saya merasa nyaman.
Kembali ke urusan kopi, sebenernya yang pertama tau ada kios kopi di dalam pasar Pasar Minggu adalah istri saya. Karena penasaran sayapun tertarik ingin berkunjung dan mencoba membeli beberapa ons kopi.
Akhirnya kami menemukan kios kecil penjual kopi tersebut. Sedikit lupa dan terasa menyenangkan memang ketika kita belum hapal kios pasar di dalam pasar minggu. Ramai orang dengan bentuk kios yang hampir sama, dan kecil, bisa membuat bingung. Ditambah hmmm aroma pasar yang membaur campur menjadi satu, aroma pasar! Setelah berputar-putar kami menemukannya, sayang kios yang dimaksud tutup. Tapi tidak kios yang sebelahnya. Kenapa kios ini tutup, akan saya tulis di blog post berikutnya, tunggu ya. Soalnya kios yang tutup tersebut menurut istri saya, orangnya lebih tau tentang kopi yang ia jual dan dia sangat ramah.
Kios kopi mereka bersebelahan, karena tujuan kami tutup, maka daripada pulang dengan tangan kosong kami mencoba ke kios sebelahnya. Namanya kios Merli Jaya, meski diplakat tertulis toko entah kenapa saya lebih suka menyebut kios. Kios ini terletak di lantai dasar, los C55-56 proyek pasar minggu. Kami bertemu dengan seorang ibu berkerudung yang menjaga kios. Berkerudung ping dan berkacamata. Saya lupa menanyakan nama beliau.
Pasar Minggu, dulu terkenal dengan macet dan semrawutnya jalan yang menyatu dengan pasar tersebut. Dengan perlahan dan sedikit dibumbui dengan konflik ketika pemkot Jakarta mencoba berbenah, Pasar Minggu kini lebih baik dari sebelumnya, ini pendapat saya pribadi ketika pertama datang ke pasar minggu dengan kondisinya yang untuk jalan motor aja susah. Sekarang, saya merasa nyaman.
Kembali ke urusan kopi, sebenernya yang pertama tau ada kios kopi di dalam pasar Pasar Minggu adalah istri saya. Karena penasaran sayapun tertarik ingin berkunjung dan mencoba membeli beberapa ons kopi.
Akhirnya kami menemukan kios kecil penjual kopi tersebut. Sedikit lupa dan terasa menyenangkan memang ketika kita belum hapal kios pasar di dalam pasar minggu. Ramai orang dengan bentuk kios yang hampir sama, dan kecil, bisa membuat bingung. Ditambah hmmm aroma pasar yang membaur campur menjadi satu, aroma pasar! Setelah berputar-putar kami menemukannya, sayang kios yang dimaksud tutup. Tapi tidak kios yang sebelahnya. Kenapa kios ini tutup, akan saya tulis di blog post berikutnya, tunggu ya. Soalnya kios yang tutup tersebut menurut istri saya, orangnya lebih tau tentang kopi yang ia jual dan dia sangat ramah.
Kios kopi mereka bersebelahan, karena tujuan kami tutup, maka daripada pulang dengan tangan kosong kami mencoba ke kios sebelahnya. Namanya kios Merli Jaya, meski diplakat tertulis toko entah kenapa saya lebih suka menyebut kios. Kios ini terletak di lantai dasar, los C55-56 proyek pasar minggu. Kami bertemu dengan seorang ibu berkerudung yang menjaga kios. Berkerudung ping dan berkacamata. Saya lupa menanyakan nama beliau.
Ibu dengan kerudung Pink |
Saya langsung cinta dengan aroma pasar di posisi saya berdiri saat itu, bukan aroma pasar yang hmmm... Kopi dengan keistimewaannya memang memberikan wangi yang mudah diingat. Bau kopi, bau biji kopi, aroma biji kopi wangi. Lutfi sudah asik berbincang dengan ibu tersebut, saya masih mengagumi sudut kecil di ramainya pasar pasar minggu ini. Sambil tangan saya bergerak mengambil sejumput teh yang ada di depan saya. Lho kok teh, sebagai informasi kios ini selain menjual kopi juga menjual teh dan kerupuk serta keripik.tehnya macem-macem dan baru pertama kali saya meliihat bentuk teh seperti itu.
Istri saya langsung tanya, jadi mau ambil yang mana? Saya menanyakan pada ibu berkerudung ping dan memakai kacamata, biji kopi yang paling mahal yang mana bu. Di kios tersebut terdapat bermacam-macam biji kopi dengan toples yang sudah dilabeli dengan harga. Dan saya masih sepakat dengan pernyataan bahwa harga menentukan kualitas. Ibu itu menunjukan toples yang berada paling atas. Di wadah tersebut tertera label, sebenernya bukan label, melainkan kertas bertuliskan dan stiker harga dengan kreasi tangan pendjoealnja. Harganya 300ribu satu kilo. Saya kemudian meminta satu ons saja. Saya kemudian meminta untuk digiling agak halus aja, tapi ga terlalu halus agar rasanya masih bisa saya rasakan. Meski ternyata hasilnya halus maksimal dari si ibu berkerudung dan berkacamata. Tak apa ternyata tetep nikmat kok setelah saya mencobanya, meski halus sangat. Kadang saya sendiri ga masalah kok, mau halus atau tidak halus.
Ibu dengan kerudung Pink sedang menggiling halus kopi pilihanku |
2 ons teh juga kami ambil, teh brindil dan teh pucuk yang diiris tipis. Rekomended banget pokoknya, kedua teh ini. legit dirasa, kentel setelah saya coba satu-satu di rumah. Kudu nyobain nih, citarasa pucuk teh dari puncak ciajur.
Beberapa teh yang dijual di kios ini, wangi. |
Teh Brindil, karena mungkin brindil-brindil |
Sepertinya kopi yang saya seduh sudah siap, wangi asam tercium nikmat. Masuk, menusuk dari lubang kecil hidung sampai masuk dan terasa sampai ke otak... Ga lebai karena emang begitu adanya.
Pagi masih indah, seindah cangkir kedua saat itu. Tak ada yang salah ketika dua insan menyatu, begitu juga kopi menyatu dengan gula pasir. Saya tambahkan satu sendok gula, jangan terlalu banyak biar ga terlalu rusak asamnya. Mari kita nikmati, karena teman selalu dibutuhkan untuk berbagi rasa. Seperti teman, kopi juga dibutuhkan karena ia seperti seorang teman.
Pagi masih indah, seindah cangkir kedua saat itu. Tak ada yang salah ketika dua insan menyatu, begitu juga kopi menyatu dengan gula pasir. Saya tambahkan satu sendok gula, jangan terlalu banyak biar ga terlalu rusak asamnya. Mari kita nikmati, karena teman selalu dibutuhkan untuk berbagi rasa. Seperti teman, kopi juga dibutuhkan karena ia seperti seorang teman.
Mari sruput kopinya |
Kemasan kopi 1 ons |
Sentuhan rasa dari biji kopi. |