Judul yang saya tuliskan merupakan salah satu dari puluhan jawaban sms dari seorang teman yang saya kirimi sms. Itu tanda rindu? Ya, saya merindukan mereka semua, merindukan ketika bersama mereka saya sadari merasakan kenangan terindah yang pernah dirasakan. Bersama mereka yang memberikan inspirasi.
Hari itu, 7 Juni, hari yang kalau kata temenku dijadikan hari sakral, hari suci olehku. Hari yang cukup panjang setelah seharian atau bahkan 2 hari full kerja. Saya rebahkan tubuh di kasur kesenangan (kasur ini memang memberikan kesenangan), kasur biru bersprei hijau yang selalu siap menjadi pelepas lelah dikantor. Dari kemarin saya kurang tidur, ketika ada kesempatan untuk mengistirahatkan mata, tiba-tiba saja kasur kesenangan memberikan kenangan balik kepada teman-teman di Jogja, Bandung, Sulawesi bahkan kepada teman yang saya temui di dalam kedalaman 125 meter. Saya melihat mereka seperti sedang tersenyum kepadaku, melambaikan tangan, ada yang mengajak naik gunung, naik motor Jakarta-Bogor.
Saya kirim sebuah pesan kepada temen-temenku, memang tidak semua. Tapi itu cukup memberikan sedikit rasa untuk bumbu rindu. "Iseng, boleh ya." Satu kalimat yang diartikan cukup bagus oleh beberapa teman dengan balasan smsnya.
Ada yang membalas satu kata, dua kata, tiga kata. Selebihnya malah terjadi perdebatan melebihi 160 karakter sms, curhat. Ada yang merasa begini, begitu. Saya tersenyum membaca sms demi sms yang mulai masuk. Semakin tersenyum ketika temen yang jauh disana langsung menyimpulkan bahwa ini bentuk kerinduan. Seperti kata om Kopi, mas nuraziz yang balasan smsnya saya pakai untuk judul tulisan ga jelas ini. Ya, saya merindukan itu semua.
Ada lagi beberapa teman yang langsung mengajak untuk minum kopi lagi. Dan memang kopi menjadi teman terbaik ketika ngumpul bersama mereka, mulai bercerita dan mendengarakkan. Berbicara tentang mimpi-mimpi kita, harapan kita, kesenangan kita yang akan terwujud. Tidak sendiri, melainkan bersama kalian.
Saya juga teringat pohon matoa yang tumbuh besar di halaman rumah mas Kusen, daunnya yang selalu menjadi sampah. Kata orang memang bagus, tapi kata saya tidak, selalu memenuhi halaman rumah dengan daun yang berguguran, apalagi kalau hujan deras ditambah badai. batang, dahan yang kecil akan berjatuhan dan menimpa genteng saat itu. Pugeran penuh cerita dan dunia harus tahu bahwa saya banyak belajar dari rumah kecil hijau itu bersama orang-orang yang selalu menjadi guru disana. Dan, saya merindukan mereka.
Sekarang, Jakarta memberikan kesenangan dan tantangan berbeda. Ini bukan Jogja yang selangkah kakimu bisa memberikan kenyamanan. Disini ada banyak ketegangan yang saya yakin bisa memberikan kesenangan di akhir ceritanya nanti.
Teman, jika nanti saya datang berkunjung ke pintu rumahmu, pintu kostmu, siapkan teh atau kopi yang saya bayangkan sudah tersedia di dalam rak lemari atau bungkusan kresek yang menggantung di balik pintu. Karena saya ingin mengunjungi kalian semua. Saatnya kalian ada di mimpiku kembali.
Hari itu, 7 Juni, hari yang kalau kata temenku dijadikan hari sakral, hari suci olehku. Hari yang cukup panjang setelah seharian atau bahkan 2 hari full kerja. Saya rebahkan tubuh di kasur kesenangan (kasur ini memang memberikan kesenangan), kasur biru bersprei hijau yang selalu siap menjadi pelepas lelah dikantor. Dari kemarin saya kurang tidur, ketika ada kesempatan untuk mengistirahatkan mata, tiba-tiba saja kasur kesenangan memberikan kenangan balik kepada teman-teman di Jogja, Bandung, Sulawesi bahkan kepada teman yang saya temui di dalam kedalaman 125 meter. Saya melihat mereka seperti sedang tersenyum kepadaku, melambaikan tangan, ada yang mengajak naik gunung, naik motor Jakarta-Bogor.
Saya kirim sebuah pesan kepada temen-temenku, memang tidak semua. Tapi itu cukup memberikan sedikit rasa untuk bumbu rindu. "Iseng, boleh ya." Satu kalimat yang diartikan cukup bagus oleh beberapa teman dengan balasan smsnya.
Ada yang membalas satu kata, dua kata, tiga kata. Selebihnya malah terjadi perdebatan melebihi 160 karakter sms, curhat. Ada yang merasa begini, begitu. Saya tersenyum membaca sms demi sms yang mulai masuk. Semakin tersenyum ketika temen yang jauh disana langsung menyimpulkan bahwa ini bentuk kerinduan. Seperti kata om Kopi, mas nuraziz yang balasan smsnya saya pakai untuk judul tulisan ga jelas ini. Ya, saya merindukan itu semua.
Ada lagi beberapa teman yang langsung mengajak untuk minum kopi lagi. Dan memang kopi menjadi teman terbaik ketika ngumpul bersama mereka, mulai bercerita dan mendengarakkan. Berbicara tentang mimpi-mimpi kita, harapan kita, kesenangan kita yang akan terwujud. Tidak sendiri, melainkan bersama kalian.
Saya juga teringat pohon matoa yang tumbuh besar di halaman rumah mas Kusen, daunnya yang selalu menjadi sampah. Kata orang memang bagus, tapi kata saya tidak, selalu memenuhi halaman rumah dengan daun yang berguguran, apalagi kalau hujan deras ditambah badai. batang, dahan yang kecil akan berjatuhan dan menimpa genteng saat itu. Pugeran penuh cerita dan dunia harus tahu bahwa saya banyak belajar dari rumah kecil hijau itu bersama orang-orang yang selalu menjadi guru disana. Dan, saya merindukan mereka.
Sekarang, Jakarta memberikan kesenangan dan tantangan berbeda. Ini bukan Jogja yang selangkah kakimu bisa memberikan kenyamanan. Disini ada banyak ketegangan yang saya yakin bisa memberikan kesenangan di akhir ceritanya nanti.
Teman, jika nanti saya datang berkunjung ke pintu rumahmu, pintu kostmu, siapkan teh atau kopi yang saya bayangkan sudah tersedia di dalam rak lemari atau bungkusan kresek yang menggantung di balik pintu. Karena saya ingin mengunjungi kalian semua. Saatnya kalian ada di mimpiku kembali.
Gun!
BalasHapusGun!(+G) = Gung!
Hapusnglanggeran, tgl 3-juli.
BalasHapusmaybe, i'll be there.
Hapusmas nih dada jah,,, :)
BalasHapuskunjung ya mas.... :)
:D
BalasHapus