Kabut mengembang di atas langit Jogja. Pedesaan Pathuk tertutup rapat oleh kabut yang turun secara perlahan setelah hujan yang mengguyur dari sore hingga malam di langit Jogja. Petir yang sedari tadi memekikan telinga seakan menyadari bahwa suaranya tidak membuat takut 5 orang yang sedang memenuhi janjinya pada sang bulan di Bukit Nglanggeran, Gunung Kidul Yogyakarta.
satu tebing Nglanggeran
Bukit Gunung api purba Nglanggeran adalah tujuan kami. saya akan ceritakan sedikit bukit yang menjadi tempat melepas kepenatan di Jogja. Jika di Jakarta bisa melepas kepenatan ke Gede-Pangrango yang paling dekat dengan kota. Maka di Jogja juga punya tempat serupa yang cukup dekat dengan Jogja. Meski tidak semenarik Gede-Pangrango, tapi kedua tempat itu memiliki gudang pengetahuan yang sama untuk di eksplore.
dari puncak Pelangi *dok GAPN
Untuk yang belum tahu dimana itu Gunung Api Purba Nglanggeran saya akan bercerita sedikit. Gunung ini merupakan gunung setelah dilitian menyebutkan bahwa gunung dengan banyak batuan berjenis Breksi ini merupakan gunung api purba, memang berbeda jika dilihat.Berada dikawasan Baturagung, Pathuk,GUnung Kidul dengan tinggi 700 mdpl gunung ini memang sedang mempromosikan tempat wisata alamnya. Batu-batu yg menjulang tinggi tersebut yang merupakan bentukan dari material vulkanik akan memberikan sensasi bagi yang menaikinya. Jarak yang ditempuh dari kota Jogja juga tidak cukup jauh hanya sekitar 20an KM.
menunggu hujan di pendopo Pos utama pendakian
Tidak ada yang kami lakukan setelah hujan yang sangat deras dan petir yang menyambar di tempat yang harusnya kami pikir akan memberikan kenikmatan. Selama hampir 4 jam Kami hanya duduk dan saling bercerita. Bercerita tentang tanah kelahiran, adat dan joke kecil yang membuat kami sejenak melupakan hujan yang tak kunjung reda.
Rain coat, senter apa adanya sudah disiapkan dengan baik. (sebenarnya 2 dari senter yang kami bawa tidak layak disebut senter, karena yang satu senter 2in1 korek api dan yang satu senter bawaaan Hape).
memulai pendakian dengan rute rasakan sendiri
Jalan ternyata tidak begitu licin, sepertinya rombongan kami adalah rombongan pertama yang naik ke Bukit, jadi di jalanan kalau boleh dibilang masih perawan karena seharian tidak ada orang yang mendaki. Tapi tebing yang curam-curam itu tetap membutuhkan kehati-hatian tingkat tinggi apalagi penerangan kita cukup 'sederhana.
Di sepanjang jalan, kami sepakat bahwa siapa yang celaka (seperti terpeleset, kejedot batu atau pohon) akan kami tertawakan. Dan ternyata saya yang menjadi bahan tertawaan mereka. Kepala ini terkena dahan pohon yang lumayan berat. cukup sakit juga.
pertanyaan itu saya ucapkan ketika kami berada di celah sempit yang merupakan rute paling tidak menyenangkan. Tapi malam itu suara air yang mengalir dari atas memasuki celah yang kami lalui itu memberikan gemericik suara yang sangat indah. Dan itu membuat perjalanan semakin menyenangkan meski hujan tak reda.
harus tetap narsis dalma kondisi apapun
Saya dalam perjalanan di celah sempit itu sempat berpikir. Tatkala yang lain memilih kehangatan di kost, saat ini saya malah memilih bersama 4 orang gila yang hujan-hujanan naik turun menapaki batu-batu besar breksi .buang jauh-jauh pikiran itu dan kamipun selalu tertawa sepanjang perjalanan.Membuang pikiranmemang tidak bisa, tapi kesadaran penuh bahwa kami pasti akan mendapatkan imbalan yang pasti menarik saya menyadari penuh di puncak sana.
lihatlah, tunas muda itu tumbuh. Kehidupan baru telah dimulai.
Maria Ika aka Pariyem, satu-satunya cewek di rombongan beberapa kali harus ditarik tanganya dan didorong dari belakang tas punggungnya. Perempuan satu ini memang sangat hobi melakukan outdoor activity. Sebulan yang lalu dia ikut Ekspedisi susur pantai gunung kidul. belum genap sebulan sekarang ia kembali disini melawan kenyamanan berada dirumah.
Pariyem ketika XPDC susur pantai gunung kidul 2hari
Di titik ketinggian ini saya bersama 4 orang teman menyaksikan sendiri keajaiban yang disajikan sang alam. Setengah jam kami disambut dengan kabut yang datang. Kami bersukur, beberapa menit setelah kami berada di Pos 2. hujan beranjak mereda. Kabut yang datang selepas Hujan di sepanjang sore ternyata tergantikan dengan kabut salam pembuka.
pasukan langit bergaya dulu
hal ini seperti kewajiban. api unggun
Ngitip, eh masih belum terlihat dengan jelas juga
jam 4.30 kalo tidak salah. magic hour, langit akan menjadi biru kalau di foto
Kopi, api unggun, kebersamaan, dan cerita konyol menemani kami sepanjang malam menunggu kehadiran Lunar Perigee. Meski sang bulan masih tertutup kabut, kami tidak merasa kecewa. karena apa yang ada di depan kami adalah hamparan keindahan lain yang jarang didapatkan di cuaca tidak biasa seperti ini. Kabut, suara alam, dan langit Jogja terhampar menemani malam kami. Keintiman ini terjalin bersama hangatnya kabut dengan sendirinya.
bersambung.......
Saya ketinggalan supermoon. Gpp, bisa ngeliat langit ke 7 sebagai gantinya...
BalasHapusHalo mbak Ami, mampir lagi deh hehehe. bulannya nampak biasa kok mbak. sama seperti hari biasanya, tidak terlihat perubahan dengan mata biasa :)
BalasHapuswah,ane gak liat..kalau ada waktu kunjungi blog ane ya
BalasHapus86 kembali merapat kesana...
BalasHapuslanjutannya mas....tak enteni
BalasHapuspasukan langit
apik kui
Pariyem today.....
BalasHapusTatkala yang lain memilih kehangatan di kost, saat ini saya malah memilih bersama 4 orang gila yang hujan-hujanan naik turun menapaki batu-batu besar breksi ---> siapa suruh coba? hehehe
BalasHapusTapi aku yakin deh, pasti gak nyesel kan? Ceritanya seru banget deh.
Meski capek tapi happy dan puas banget ya?
BalasHapus@catatan kecilku : gak bakal nyesel bu
BalasHapus@jejak langkah: sangat puas pastinya...
Hemm...
BalasHapusaku pingin naik kesana lagi Gunn......