Minggu, 25 Desember 2022

Pagi Dari Tempat Yang Katanya Rumah

 
Pagi ini udara dingin terasa sampai ujung kuku di jari kaki kiri. Setelah air yang diseduh ke gelas menimbulkan aroma arabika, saya kembali tersadar, masih sangat pagi. Sambil menikmati aroma dari kopi yang seorang kawan kirimkan jauh dari desa di Sumatera Barat, saya perlahan mengaduknya, membawanya ke samping rumah. Di sebuah meja kayu yang terbuat dari kayu nangka saya meletakannya, memunguti beberapa daun mlinjo yang mungkin semalam terjatuh dan tergeletak pada meja, agar terlihat lebih rapi sebagai background foto.

Suara burung sudah mulai terdengar dari belakang rumah, kelelawar terlihat terburu-buru pulang ke kandangnya. Ada juga suara sapi yang berteriak memanggil si empunya untuk memberinya makan. Sedangkan laba-laba besae yang membuat sarang di antara pohon nangka dan pohon mlinjo terlihat diam, di jaringnya terdapat banyak embun.

Saya minum kopi saya, pertama mengucap syukur bisa menikmati hari baru.

Kemudian saya nyalakan rokok pertama di pagi hari sambil merasa bersalah kenapa saya masih merokok.

Bunga anggrek di depan saya begitu cantik, saya tidak tahu namanya, cukup menikmati bentuk, warna dan motif yang ada pada tiap kelopaknya. Kemudian pandangan berhenti pada senthe yang berjejer, daunnya yang lebar terdiam seperti telinga gajah yang sedang tertidur. Angin kecil membangunkan gajah-gajah itu, menggerakan beberapa tanaman lain, dan juga menggerakan bulu rambut di lengan saya. Dingin.

2019, saya pernah berjanji pada diri saya jika saya akan bangun sebelum matahari terbangun. Sekarang 2022 beberapa hari lagi sudah 2023, susah mau jalan 3 tahun rutininas bangun pagi saya lakukan, dan itu berhasil membuat segala yang tidak mungkin menjadi mungkin. Saya sedikit berubah, kemudian banyak, menjadi lebih dekat dengan yang memberi hidup, lebih merasakan apa itu hidup, emosi yang mulai terkendali, dan banyak yang lain. Dan percaya tidak percaya sebelum matahari terbit, ada banyak orang yang menyebutkan di sepertiga malam terakhir adalah sebuah keistimewaan. Dan, saya percaya itu dan mengalaminya. Hanya imanku yang fluktuatif tidak memberi ruang untuk bisa mengalami lagi keistimewaannya. Tapi, bangun sebelum matahari terbangun adalah hadiah terindah dari sebuah konsistensi. Lakukanlah! Jika ingin sesuatu berubah.

Tulisan ini sebagai pengingat untuk saya sendiri, selalu ada jalan bagi yang mencari. Terima kasih tahun ini, dan selamat datang tahun yang baru.

Minggu, 24 Oktober 2021

Netherland Dwarf, kelinci mungil penghuni kandang estu


Rutinitas selama pandemi ini semakin bertambah setelah saya memelihara beberapa ekor kelinci. Setelah memiliki kelinci jenis rex, saya mencari jenis kelinci hias untuk mencoba dikembang-biakan. Setelah melihat beberapa referensi saya mengambil kelinci mini Netherlan Dwarf.

Kelinci ini bukan asli kelinci dari Indonesia, melainkan kelinci yang dibawa orang Belanda saat itu, bertahun-tahun yang lalu ke tanah Indonesia. Kecil, mungil, pesek, telinga pendek, seperti itulah terlihat Kelinci Netherland Dwarf ini.

Apa kabar pembaca blog ini, jika kalian membaca postingan ini, komen ya, agar tahu blog ini masih hidup. Terima kasih.





Rabu, 20 Mei 2020

Indonesia, Terserah!


Seorang penjual makanan ringan sedang duduk membereskan bungkusan makanan yang terlihat masih menumpuk di meja dagangan di hadapannya. Begitu pula penjual takjil yang ada di sebelahnya. Ada beberapa pembeli yang menggunakan motor berada di sekitar kantor kecamatan itu. Tidak begitu ramai seperti tahun sebelumnya. Namun, ada satu penjual yang masih terlihat ramai dengan beberapa pembeli yang sibuk memilih makanan yang mereka cari. 

Penjual gorengan langganan saya yang berada di depan SMP 1 Wangon tetap terlihat seperti biasanya, setiap saya datang kompor mereka selalu menyala dengan minyak yang mendidih di atasnya. 

Tahun ini, Ramadan tahun ini memang Ramadan spesial dengan pagebluk Covid-19 yang ada di seluruh dunia, tidak hanya di kampung halamanku di Wangon, Banyumas. Saya sendiri tidak bisa keluar kota, sebelumnya panggilan produksi suting di Jakarta tidak bisa saya ambil. Bahkan saya tidak bisa bertemu dengan istri saya meski dia berada di Jogja. Aturan dari pemerintah yang mengharuskan membawa surat sehat, negatif covid-19, dan surat kelengkapan lainnya harus ada jika kita akan bepergian keluar kota. Tanpa itu semua sebenarnya bisa, orang Indonesia sangat bisa main belakang.

Tapi tidak untuk saya, ada yang lebih penting dari itu. Sudah lebih dari 3 bulan wabah ini menyebar dan menganggu rutinitas masyarakat. Ada yang melawan aturan ada yang taat aturan. Beberapa hari ini saya mendapati berita tentang bagaimana orang-orang tidak mempedulikan keseahatan mereka dan bahkan tidak mempedulikan gugus depan orang yang bekerja di sektor kesehatan yang sedang berusaha mengurangi wabah ini.

Indonesia, Terserah... itu kalimat yang saya dapati dari beberapa dokter dengan pakaian pelindung diri yang terlihat mengembun di bagian mukanya, karena panas jika mengenakannya. Mereka memegang tulisan 'terserah anda' terlihat memang seperti moral kita jatuh, putus asa. Sebenarnya apa yang orang-orang itu pikirkan, atau karena mau lebaran mereka tetap berdesakan di Mal-mal. membuat gugus depan seperti tidak berarti, sakit ya masuk rumah sakit. Padahal ada banyak orang yang bertugas untuk itu.

Mall yang ramai itu semoga saja mendapat hukuman. Dan, saya sendiri beberapa kali menangis ketika lewat di depan masjid yang ditutup. Beribadah kami tidak bisa di tempat itu. Apalagi di masjid yang saya sering singgah, mendapati palang bambu dengan tulisan masjid ditutup itu rasanya seperti... ah terserah. 

Saya teringat ketika sedang mengedit video untuk Trans 7 tayangan dokumenter seri tentang anak kecil yang menghafal Quran. Tepatnya di Suriah, mereka sembunyi-sembunyi untuk melakukan ibadah. Untuk beribadah mereka selalu diliputi kekhawatiran akan nyawa mereka yang bisa tiba-tiba tertimpa rudal yang sengaja dijatuhkan. 

Apa yang saya rasakan di sini, tidak lebih besar dari itu, bahkan sangat kecil. Meski saya juga jarang jamaah di masjih. tapi melihat kondisi saat ini, yang dirasakan adalah kenapa bisa seperti ini. Di Kampungku beberapa orang yang baru pulang dari kota, juga tidak mengikuti anjuran untuk karantina. Terserah sekali lagi, tapi saya selalu mencoba bilang ke keluarga di sini untuk selalu terapkan pola hidup bersih. 

Semoga tidak terjadi apa-apa, aku putar lagu Slank biar ngurangin kecemasan ini. Terserah.... terserah...

Senin, 07 Oktober 2019

Anxiety Disorder, Hadapi!

Beberapa hari terakhir ini saya mendapat banyak hal baru dari pertemanan yang baru juga, salah satunya mengenai kecemasan, bahkan kecemasan yang berlebihan yaitu anxiety disorder. Saya mendapat ini setelah melihat postingan dari Lingkaran (sebuah startup pendidikan) dia mengadakan kelas tentang anxiety. Saya ga ikut kelas ini, pengin ikut sebenernya.

Saya masih sering mengalami kecemasan yang tinggi, ketakutan, kekhawatiran akan banyak hal yang sebenernya belum jelas. Dulu saya bisa mengurangi dengan melakukan apa yang bisa bikin senang, melupakan hal-hal negatif itu. Saya berkebun, saya naik gunung dan traveling (travelingnya ke yang deket-dekat aja) itu bener-bener bikin adem, ngelupain sedikit hal negatif itu. Kemudian saya bekerja, salahnya saya juga beberpa kali mendapat manajemen yang buruk, dan itu ternyata memperparah perasaan negatif. Saya bisa melakukan pekerjaan itu, dengan mudah, cepat, hasil yang bagus jika perasaan negatif itu tidak mengganggu. Biasanya saya merokok untuk nenangin, kalo dulu bisa sedikit alkohol (jangan ditiru)  setelah menikah saya ga pernah sama sekali minum alkohol. Kalo tuak pernah sekali ketika di Kalimantan, itupun lebih ke adat Dayak ketika kita bertamu.

Mempunyai teman yang bisa memberi keyakinan dan juga selalu menyemangati adalah hal yang sangat bagus bagi yang suka mengalami perasaan negatif seperti saya. Berada di komunitas yang baik juga akan sangat membantu, perlahan itu bisa menjadi obat penangkal yang baik. Kalo kita tertutup dengan hal baru, takut memulai dengan yang baru, karena perasaan takut cemas sudah kita alami dari dulu, saya sendiri mulai menghilangkan itu, meskipun masih suka cemas bertemu dengan orang baru.

Kalau kita belum bisa mendapat teman baru, belum bisa memulai kehidupan baru, paling tidak kita meninggalkan kebiasaan buruk kita, teman-teman yang memperburuk keaadan kita. itu sedikit membantu. 

Kecemasan, ketakutan hal yang normal kok, tapi apa yang terjadi jika itu terus menerus terjadi. Baca saja literasi tentang anxiety disorder, banyak sekali di google. Bisa lebih baik daripada baca-baca timeline yang banyak berisi hal negatif.

Dan saya menulis lagi untuk menghilangkan kecemasan saya... ini salah satu cara. AllisWell