Senin, 27 Desember 2010

Kawulo Pecinta Awul-awul

jadi, ada yang selalu menarik langkah jika demam sekaten mulai melanda negeri Ngayogyakarto ini. Awul-awul laksana mencari jarum dalam tumpukan jerami.Awul-awul yang membuat saya merasa seperti jagoan yang mendapatkan layangan putus mengalahkan teman-teman saya yang ngos-ngosan tidak berhasil mendapatkan layangan tersebut.

Sebenarnya melihat tumpukan baju sebanyak itu, bayangan saya langsung terbayang dengan kondisi pengungsian beberapa waktu lalu. Baju pantas pakai yang bertumpuk, bau tidak sedap yang membuat hidung pendek ini erpaksa bersin-bersin. Itu cerita lalu, sekarang demam Sekaten sudah mulai meramba Jogja tercinta ini. Melupakan kesedihan kembali dengan kenyamanan Jogja itu yang saya harapkan meski kadang kepikiran juga bencana yang nggrogotin nggerogotin negeri yang kuat ini.

Sebelumnya saya dan teman-teman mengatur permainan lidah di malam minggu ini dengan menyepakati makan di bakmi Koeswaji yang terletak di pojokan alun-alun utara. Ada yang menarik dengan olahraga lidah yang sedang saya lakukan ini. 4 penjuru keraton jogja masing-masing ternyata memiliki tempat makan uenak, bakmi djawa yang rasanya pas sekali dengan keistimewaan jogja. saat ini saya baru mencoba 3 penjuru bakmi jawa ini, yang pertama Bakmi bu Giyo yang jebolan bakmi Kadin, warung kecil ini terletak di selatan alun-alun kidul pinggir jalan besar. Yang jual orangnya serem tapi masakannya nikmat dan istimewa. Yang kedua Bakmi Pele depan keraton sisi timur, selalu rame dan kita bisa lesehan duduk di emperan esde, pengamennya juga ramah-ramah. terus yang semalam adalah bakmi Koeswaji yang terletak disisi barat Alun-alun utara. Semua bakmi ini adalah legendanya warung bakmi di Jogja. Untuk yang ke empat belum menemukan yang cocok untuk rekomendasi.

Sambil menanti bakmi mateng, saya dan teman-teman berpetualang dulu di arena sekaten yang belum terlalu ramai. Langsung menuju awul-awul tempat istana kaos KW-2 terdapat disana. Bertumpuk-tumpuk pakaian pantas pakai itu selalu menjadi ikon dalam Sekaten. Selalu saja saya tertarik hunting beberapa lembar pakaian meski kadang akhirnya pakaian tersebut hilang entah kemana.

ah sudah dulu... seenak-enaknya bakmi kalo Garuda lagi bersedih jadi enek. nulis jadi ora semangat, aneh.

i'm still proud of my Garuda

Senin, 20 Desember 2010

1000 burung kertas dari Goodreads

Pagi itu beberapa teman sudah berkumpul, dengan seragam hitam dan putih mereka terlihat kompak dari kejauhan. Jogja, 19 Desember, meneruskan cerita 1000burungkertas ketika sama-sama menjadi volunteers untuk Merapi, Canting dan GRI(Goodreads Indonesia) memang berencana untuk bersama-sama bermain dengan anak-anak di Sanggar Studio Biru. Untuk teman-teman yang belum tahu Studio Biru, saya akan cerita sedikit tentang sanggar anak diatas bukit ini. Sanggar ini sebelumnya merupakan rumah darurat untuk Korban gempa 2006 lalu, rumah darurat itu sekarang digunakan sebagai sanggar studio biru karena memang awalnya rumah itu digunakan oleh beberapa volunteer untuk pendampingan anak pasca gempa. Setelah masa recovery selesai ternyata sanggar itu masih tetap berlanjut selama 4 tahun ini. Rendra, dialah yang mendampingi anak-anak di Pedukuhan sengir, kecamatan Prambanan Yogyakarta yang setia mendampingi anak-anak tersebut. Sendirian, dengan semangatnya dia mendampingi anak-anak itu sampai sekarang.Kondisi saat ini memang memprihatinkan, melihat semangat anak-anak disana, diam ternyata menjadi pilihan terburuk bagi saya dan teman-teman.Sedikit-demi sedikit donasi baik itu buku, dana dukungan serta dukungan moral dari teman-teman membuat kami percaya bahwa perbaikan Sanggar Studio Biru akan cepat terlaksana.

Tempat yang sangat sulit ditempuh menjadikan Sanggar Studio Biru tidak diketahui oleh kebanyakan orang, namun tidak demikian dengan saya dan teman-teman yang suka kelayapan menyusuri jalan kecil di Jogja. Dan, kami beruntung bisa bertemu dengan sanggar Studio Biru.

Sebelumnya kami senang setelah mendengar kabar bahwa ada perusahaan yang mengadakan CRS membantu kegiatan sosial seperti ini. Founding itu berasal dari program Klik Hati dari MERCK Indonesia, namun sepertinya karena terlihat seperti kompetisi dengan syarat dan ketentuannya kami kemudian berniat untuk lebih keras dan semangat mengkampanyekan 1000burungkertas untuk Hope & Happiness ini. Beruntung juga kami bisa bertemu dengan komunitas GRI yang mempunyai semangat sama untuk perubahan khususnya anak-anak Indonesia. namun, seperti kata seorang teman bahwa "kalau untuk tujuan memanangkan kompetisi Klik Hati itu tidak baik, lakukanlah seperti yang kalian lakukan dulu. dengan tujuan yang berasal dari hati kalian sepertinya itu sudah merupakan kemenangan yang sebenarnya, jadi semangat terus pantang mundur!" maturnuwun buat Babeh Helmi yang selalu membimbing kami. kami sebenarnya hanya ingin memberitahukan bahwa kebersamaan ini akan lebih menyenangkan jika bertemu dengan kesempatan Klik hati itu, semoga saja ya Beh karena kita juga selalu percaya dari niat baik akan berakhir baik pula.

Sebuah tulisan penuh warna menyambut kami, saya dan temen-temen dari Goodreads tidak menyangkan akan ada penyambutan seperti itu. Sepertinya perjalanan yang menegangkan naik bukit sengir telah terbayarkan dengan penyambutan itu, sebelumnya dalam perjalanan ada Panda yang terpeleset juga Desi dan Mey yang motornya hampir terjatuh. yang jelas ketegangan sangat terlihat di muka temen-temen GRI yang baru pertama kali di Studio Biru, tapi saya percaya bahwa ketegangan itu akan menjadi kenangan bersama keceriaan di Studio Biru.

Kedatangan kami sepertinya pas sekali dengan moment sehabis tes sekolah, tanpa beban ujian anak-anak itu bergembira , bersenang-senang bersama kami. Saya tidak akan banyak menceritakan keceriaan kami kemarin, semoga dengan gambar-gambar ini temen-temen bisa ikut merasakan keceriaan kemarin di sanggar Studio Biru. Terimakasih buat Goodreads Indonesia juga sanggar Studio Biru dan juga untuk temen-temen Canting yang selalu penuh SemangArt. Suara tawa itu tergambar dengan jelas.





Ini dia temen-temen yang selalu penuh tekad dan semangat


1000burungkertas

Hope & Happines

untuk dukungan #1000burungkertas program #klikhati:

lets follow

twitter: @burung_kertas

facebook fanpage: 1000burungkertas

Ngobrolin Lokalitas yang gak ada habisnya

Kalau kemarin pas nongkrong diwarung yang ada patung orang sedang duduknya saya dan teman-teman sempat ngrumpi ngalor ngidul tentang bentuk lokalitas di Jogja itu seperti apa. Paling tidak saya sendiri jadi sedikit ngerti tentang apa itu lokalitas.apalagi kata orang-orang sekarang bahwa lokalitas itu penting di era moderen ditambah globalisasi gila-gilaan, begitu kata seorang teman sambil mengunyah produk amerika yang aslinya berasal dari Indonesia itu.

Tulisan ini hanya rangkuman perbincangan beberapa orang yang hampir dan akan peduli dengan lokalitas. Awalnya saya mencoba nyari arti kata lokalitas di manalagi kalau bukan di mbah Google. Beberapa kalimat, ya bisa dibilang pengertian sedikit tentang lokalitas saya dapatkan. Salah satunya menyebutkan bahwa lokalitas merupakan

terus ada juga yang menyebutkan bahwa lokal tidak berarti melawan global. lha ini dia yang menjadi obrolan hangat kami. Salah satu orang yang saya temui tadi pagi di warung pecel Peci Mirng (saya menyebut lokal sekali makanan ini) . "Saya pernah berpikir bagaimana tempat makan seperti mcD itu dibuat dengan nuansa Jogja, jadi kalo ada orang bule makan dia akan merasakan makanan luar itu dengan nuansa lokal sini." itu dia kalimat yang saya rangkum dari teman saya.

Kemudian dia menambahkan, inilah lokalitas Jogja yang sebenarnya. Bisa dilihat bahwa sesangar-sangarnya anak punk dijalanan. Kalau beli nasi kucing di angkringan dia akan menggunakan unggah-ungguh yang sangat baik, dia masih menunduk jika ada orang yang ebih tua darinya. Lokalitas dalam konteks inilah yang sebenarnya lebih baik untuk dirasakan, selain lokalitas dalam bentuk kebudayaan manusia yang lainnya. Jadi gak perlu dengan menggunakan apa yang terlihat seperti penggunaan bahasa tradisional yang bahkan mereka baru tahu artinya. Tapi bukannya itu menunjukan lokalitas. Memang benar, paling tidak secara perlahan lokalitas akan mulai tumbuh lagi sekarang ini.

Pasar tradisional, bagaimana nasibnya sekarang ini? Kami mulai berbincang tentang lokalitas yang paling sentral sebenarnya pada suatu daerah. Lokalitas yang sesungguhnya ada di sebuah pasar, tidak percaya? Kita akan tahu bagaimana daerah itu tidak berhenti rodakehidupan daerahnya bisa melalui sebuah pasar. Contoh yang sangat jelas, ketika terjadi gempa 2006 beberapa pasar berhenti beroperasi. Itu menunjukan bahwa daerah ini sedang dalam masa tanggap bencana. Jadi pasar bisa sebagai barometer kehidupan daerahnya, yup itu dia. Padahal di pasar bisa kita temukan apa yang tidak ada dalam era modern ini. Itulah lokalitas lagi, lokalitas penduduknya yang berinteraksi di pasar.

Apa yang membuatmu tidak mau ke pasar daerah, kamu malah seneng pergi ke superindo atau supermarket. Kebanyakan menjawab kalau kita di pasar, seringnya kita merasa ditipu dengan sebuah harga. Jadi rasa tidak puas yang saya rasakan seperti tertipu. Tapi, kalau di supermarket label harganya sudah tertampang jadi gak perlu lagi menawar. Dan itu membuat nyaman tentunya.

Sudahlah,begitu banyak lokalitas yang kita tinggalkan. Lebih baik.... -berhenti sejenak- (inilah sedikit dari kondisi lokalitas sekarang) dipertahankan. Kalau bukan kita siapa lagi? hups jangan banyak omong, lets do it (ah kebaratan katanya lokalitas)

Senin, 06 Desember 2010

Episode: Cerita Sumur #1

Mereka berkumpul disitu, menceritakan mengenai remeh-temeh kehidupan. Cerita untuk masa depan keluarga mereka bahkan cerita keburukan keluarga mereka. Di sebuah sumur yang menjadi saksi, cerita-cerita itu mengalir dengan sendirinya. Bersama cucian pakaian mereka, bersama piring kotor mereka, bersama sabun, deterjen mereka. ia menjadi saksi di balik kehidupan kecil di sudut cerita masyarakat.

Suara anak kecil menangis, matanya dikucek-kucek menggunakan tangan kirinya. kemungkinan sabun mandi itu mengenai matanya. ia menangis bukan karena perihnya sabun, melainkan tidak mau mandi hingga sabetan halus tangan sang ibu mendarat pada bokong kiri anak itu. Sambil entah mengomel apa ibu itu berbicara ngalor ngidul, ia mengomel bukan karena anaknya menangis, melainkan ia sendiri merendahkan kehidupannya. Kehidupan hingga ia mengalihkan pikiran tentang kerasnya kehidupan kepada bokong kiri anaknya.

Seorang lelaki dengan jubah putih mendekat diantara ibu-ibu di sebuah sumur. lengan putih bajunya ia lipat perlahan, jubah putih hingga menutup tungkak kakinya ia gulung perlahan keatas kemudian dimasukan diantara selangkangan kakinya. Kopyah putih yang menutup rambut kepalanya ia dorong sedikit kebelakang. Tangan nya mulai membuka padasan tua, dibasuh dengan pelan kedua tangan, hidung, muka, telinga hingga ujung-ujung kakinya. Dipanjatkan doa kepada Yang Esa setelah tangan yang masih bercucuran air itu diangkat ke depan mukanya.Suaranya yang akan terdengar sebentar lagi dari suara toa mushola kecil kalah oleh suara alunan omelan seorang ibu yang sedang memandikan anak kecil yang menangis.

Dari ujung jalan terlihat seorang ibu muda berteriak-teriak sambil memegang telinga kanan seorang lelaki, setengah berlari mereka menuju sebuah sumur ujung jalan. Lelaki yang di jewer sempat tersenyum kepada seorang lelaki berjubah putih yang dilewatinya, dia sempat mendengar suara orang itu melantunkan 'astagfirulloh'. Ibu muda itu semakin berteriak marah mengalahkan seorang ibu yang memandikan anak kecil yang menangis. Ia ambil sebuah kemeja putih dalam rendaman cucian pakaian kotornya, ia tunjukan bercak merah berbentuk bibir pada bagian dada kemeja putih itu. Ia berteriak lantang, si lelaki hanya diam saja sambil menahan malu karena di perhatikan orang-orang yang ada di sebuah sumur itu.

Hampir malam di sebuah sumur. Tidak terdengar lagi suara kerekan timba dari sumur itu. percikan, riak air hampir tak terdengar. Sumur kehilangan cerita dari beberapa saat ketika hampir malam. Ia menjadi sebuah ruang tersembunyi di balik kehidupan kecil di sudut cerita masyarakat.

Sumur riwayatmu kini

Minggu, 05 Desember 2010

Episode: Pagi di Pasar Sentul

"Bung, nanti malam jangan lupa pertandingan Chris John melawan Argentina lho, terus sesuk PSIM ning TV Anteve lho. Lha selasane jam 7 ning RCTI Indonesia karo Thailand." Itu merupakan cuplikan perbincangan tukang becak didepan pasar Sentul yang pagi tadi sempat terdengar.

Karena ingin makanan yang lain, pagi itu saya sampai di pasar Sentul hanya sekedar mencari nuansa makan pagi yang berbeda. Warung tenda biru kecil disamping pasar menjadi pilihan, selain kata orang sayur bayem dan tempenya yang katanya begitu nikmat. Warung itu ternyata sudah ada sejak lama berada di lokasi itu.

Yang namanya jadul utawa klasik mungkin njenengan tahu, di komplek pasar yang terlihat kebanyakan adalah bapak-bapak tua, mbah-mbah. terlihat sangat klasik pokoknya, seperti berada di jaman entah berantah. Mendengar perbincangan seorang tukang becak bersama kawannya yang saya tulis diatas memang bukan sesuatu yang luar biasa, tapi akan menjadi biasa ketika Jogja dalam masa tanggap mengenai masalah keistimewaannya. yups. keistimewaan yang menjadi harga mati warga Jogja.

Saya memperhatikan sekeliling orang yang berada di tempat itu. Apakah mereka akan menjawab ya jika saya memberikan beberapa pertanyaan mengenai referendum, apakah mereka tahu bahwa situasi politik di Jogja sedang bersenandung. Mereka terlihat nyaman, tenang dengan kondisi ini. Referendum, Merapi, Kali Code sedikit teralihkan dengan yang namanya Bola. "Pokokmen aja lali PSIM main." di hati mereka PSIM menjadi sesuatu yang lebih menarik. Ah sudahlah, disisi lain sudah banyak orang yang memikirkan tentang itu semua, dibalik senyum bapak itu ketentraman merupakan yang lebih menyenangkan.

Pagi itu kami menghabiskan banyak sayur dan lauk ala pasar sentul dengan rangkaian muka klasik yang menawarkan keistimewaan Jogja dengan sendirinya. saya berharap Jogja tetap menjadi Jogja, apapun istimewanya sesuatu jika bukan untuk dirinya bukanlah hal yang istimewa. Jogja akan tetap Jogja apapun yang terjadi.

Bersama wajah-wajah penuh rasa tentrem, untuk warga Jogja kita tahu apa yang harus dilakukan. Bukan hanya omongan entah kemana, bertindak membuat Jogja semakin Jogja menjadi lebih dibanggakan dan dihargai.

Sabtu, 04 Desember 2010

Episode: Terbanglah Garudaku

"Terbanglah garudaku tidak hanya untuk malam ini." kalimat ini yang dengan tiba-tiba keluar begitu saja setelah menyaksikan Tim Garuda berhasil mengalahkan Laos 6-0 pada pertandingan kedua Piala AFF Suzuki. Rasa bangga setelah pada pertandingan pertama juga berhasil mengalahkan Malaysia 5-1 semakin besar pada tim Merah-Putih ini. Kemenangan akan pertandingan malam ini sebenarnya saya rasa lebih kecil kebanggaannya dengan kemenangan dengan Malaysia. Emosi kemenangan dengan malaysia menjadi campur aduk antara sportifitas dengan emosi bebuyutan malingsia, apa mau dikata pertandingan kemarin menjadi semacam obat bahwa kita bisa mengalahkan Malaysia yang beberapa kali merendahkan Indonesia.

Kembali ke pertandingan malam ini, Merah putih berkibar diantara ribuan pendukungnya. Beragam yel-yel yang terucap malam ini menjadi dukungan penuh kepada Firman dan teman-temannya di lapangan rumput yang rusak karena selama 3 hari rumput GBK di injak-injak oleh pertandingan AFF. Tidak apalah GBK berkorban untuk kali ini, untung saja Tim kita bisa menang meski rumput di GBK semakin rusak karena tidak ada jeda untuk memperbaikinya.

Malam ini lutisannya serasa nikmat, dengan Laos sebagai bumbu di tambah dengan racikan bumbu-bumbu gocekan permainan Okto, lutisan malam itu menjadi sungguh-sungguh nikmat. Namun, tidak cukup untuk malam ini saja saya berharap Garuda bisa terbang denganpenuh kebanggaan. Hari selasa besok, tepat tanggal 7 Garuda akan mengepakan sayapnya untuk Thailand yang memiliki tim kuat.Menyiapkan dukungan buat selasa malam besok agar Tim Garuda menjadi kebanggaan di tanah sendiri.

Terbanglah Garudaku tidak hanya untuk malam ini.