Sabtu, 28 November 2009

Kethoprak Mranggas

Malam minggu kemarin saya mendapat kesempatan untuk menyaksikan pertunjukan kethoprak di gedung Societed Taman Budaya Yogyakarta. Pertunjukan ini merupakan salah satu dari bagian pertunjukan dalam festival kethoprak antar kabupaten dan kota se-DIY yang berlangsung selama 3 hari pada tanggal 20-22 November lalu.

Pertunjukan malam minggu kemarin yang saya saksikan merupakan pertunjukan dari Kota Yogyakarta, grup ini mempertunjukan lakon Mrangas, dari sinopsis yang saya terima cerita ini adalah kisah yang awalnya merupakan persahabatan antara dua orang anak, Taruna dan Sembada. Mereka menandai persahabatan mereka dengan menanam sebuah pohon perdu di pinggir sendang Manisrenggo. Taruna merupakananak seorang demang di Manisrenggo dan Sembada merupakan anaka dari seorang petani biasa. Taruna tumbuh menjadi seorang prajurit sedangkan Sembada tetap menjadi seorang biasa. Waktu yang berlalu seiring semakin tumbuh besar pohon Perdu yang pernah mereka tanam di pinggir sendang. Sebuah Konflik muncul setelah berdirinya tanah perdikan baru bernama Mataram yang berkembang dan menimbulkan ketidaksukaan Pajang. diantara konfilk daerah tersebut, muncul pula konflik yang terjadi antara Taruna dan Sembada dan Kenanga dan Telasih, konflik pribadi yang nantinya memperburuk keaadan yang telah mereka jalin ditambah konflik daerah saat itu. Ending cerita ini bisa dengan mudah diterka diantara mereka yaitu salah satu dari mereka akan meninggal.

Setelah gamelan ditabuh dan kelir dibuka, terlihat sebuah set panggung yang menarik. Sebuah lampu menyorot pada dua orang anak kecil yang bermain disebuah set yang terlihat seperti gunungan tanah yang memiliki sendang (mata air) sebelumnya suara dari kedua anak kecil langsung menarik perhatian penonton didalam societed malam itu. kedua anak kecl itu merupakan Taruna dan Sembada yang sedang menanam sebuah pohon perdu kecil di tepi sendang.

Setengah pertunjukan mengalir dengan biasa tanpa ada unsur kejutan yang saya rasa menarik, setting lampu yang kadang sering terlewat dan juga tidak pas menjadi sedikit masalah selama saya menonton, barulah setelah selingan komedi (saya kurang begitu tau sebutan dagelan dalam kethoprak) penonton bisa dibuat seperti memiliki interaksi dengan tontonan di depan mereka. sebuah cerita dagelan antara seorang pemuda dengan 2 orang gadis desa yang sedang mencuci di sendang. Permainan dari ketiga aktor diatas panggung tersebut mampu membuat penonton terawa terbahak melihat setiap adegan yang memang saya rasa cukup bisa membuat penonton yang tidak mengerti bahasa jawa pasti akan ikut tertawa.

Klimaks dari pertunjukan ini adalah saat Sembada akhirnya tewas ditangan Taruna, saya masih bisa teringat jelas adegan tewasnya Sembada diatas panggung itu. sebuah lampu spot kepada mereka berdua, tepat dimana mereka dulu menanam pohon perdu yang sudah cukup besar. beberapa lama kemudian muncul suara anak-anak, Taruna dan Sembada kecil berlari-lari ditepi panggun sebelah kanan. Visualisasi yang menarik dari sebuah pertunjukan, saya juga baru mengerti ternyata dalam kethoprak juga bisa berlaku teknik split screen dua adegan yang menjadi satu. ditambah penataan panggung yang menarik, saya bisa terbawa dramatikal dalam adegan itu. Emosi yang ingin disampaikan saya rasa sangat berhasil.

Akhir adegan itu bisa mengobati rasa penasaran saya, karena saya ingin melihat sebuah koreografi yang menarik dan ternyata tidak saya temukan selama pertunjukan lakon Mranggas ini. Namun penutup pertunjukan itu bisa membayar semuanya, selamat kepada grup dari kota Yogyakarta, semoga mendapat yang terbaik dalam festival itu. Salam kesenian rakyat.

Gugun Junaedi

Selasa, 24 November 2009

Catatan Kecil dari Budi Kurniawan

Cut away atau Cut to Cut. dari perbincangan inilah semua mengalir begitu saja tentang teknik editing yang benar. Perbincangan ini berlangsung di Ina Frontier jalan Palagan KM 7,-- 20 November 2009 diiringi hujan sore-sore bersama seorang editor baik hati Budi Kurniawan .

Obrolan sore itu langsung dimulai dengan pertanyaan dari saya dan Habibi mengenai proses editing dengan masalahnya seperti perdebatan antara seorang editor dan sutradara juga bagaimana meminimalkan gambar agar tidak terlalu panjang dan membosankan. Dari Aris (tanpa H) kita mendapat pernyataan mengenai pembentukan struktur dalam proses editing, pertanyaan Haris bagaimana membentuk cerita dengan struktur yang di putar balikan.

Setelah kami memberikan pertanyaan, Mas Bud memberikan intro bagaimana profesi editor dalam manajemen produksi, bahwa sebuah film itu merupakan kerja kolektif dari seluruh kru yang terlibat dalam pembuatan film. Sistem Triangle seorang produser, sutradara dan penulis masih menjadi poros dalam sebuah produksi, dari triangle sistem itulah sebuah film akan terencana dengan baik selain didukung oleh crew yang lain seperti DOP, editor, artistik, costum bahkan katering. Tiga Kunci sebuah managemen Produksi Film .: ON Schedule ON Time ON Budget :. kembali ke masalah Editing, dari Mas Bud saya mendapatkan bahwa seorang editor adalah seorang yang harus memiliki second opinion terhadap hasil produksi. Pembentukan Mindset seorang editor dibahas sore itu, "bahwa seorang editor itu harus memiliki mindset tentang Frame hanya frame". Seperti gitar dengan not-notnya maka seorang editor harus memahami frame demi frame.Perbincangan sore itu semakin menarik setelah Budi Kurniawan memberitahukan elemen yang ada dalam editing seperti dasar-dasar penyambungan yang ternyata juga tak lepas dari unsur-unsur grafis. Juga masalah transisi seperti Fade, Disolve, Wipe dan split screen (pemotongan gambar/2 frame dalam satu layar). Selain itu kami juga mendapat ilmu baru mengenai rasio frame dan rasio shoot (pas bagian ini saya menulis dengan cepat, setiap informasi yang mas Bud berikan) pembentukan tiap scene tentang shoot dibahas, bagaimana kita mengganti angle tiap shoot. berapa kali kita take untuk mengambil gambar yang kita anggap sempurna, intinya tetep sama membangun lewat rasio untuk irama gambar yang lebih dinamis seperti itu kalo saya menyimpulkan.

Untuk masalah transisi mungkin sudah banyak orang tahu, jadi saya mencoba menulis ulang apa yang saya dapat dari obrolah sore kemarin tentang dasar penyambungan editing. Dasar penyambungan pertama adalah menggunakan Dimensi Grafis, seorang editor dengan jeli bagaimana menyambungkan sebuah gambar melalui unsur grafis dengan melihat Light Directional, komposisi, angle, warna dan garis. Menurut saya dimensi grafis yang ada dalam gambar merupakan sebuah hasil yang terencana seorang Director dan DOP juga artistik bagaimana mereka menentukan tiap shoot hingga membentuk mood tersendiri. dari hasil tersebut seorang editor akan dengan mudah mengedit gambar, hingga tidak perlu memutar balikan shoot hingga membentuk mood dikarenakan gambar yang ada memang sudah memiliki "nyawa".

Dasar penyambungan kedua adalah menggunakan dimensi ritmis melalui gerak, audio, type of shoot dan durasi. irama sebuah film akan terbentuk dengan kesatuan yang saling bersinambungan melalui gerak, suara, shoot dan durasi yang terjaga. Kemudian dimensi ketiga adalah mengenai ruang dan waktu. Mas Bud memberikan contoh mengenai Ruang dan waktu ini lebih kepada kejadian "kronologis" urutan demi urutan hingga tidak membuat penonton merasa tertipu atau ragu mengenai sebuah kejadian.

Sepertinya semua dimensi yang kita bahas merupakan variabel yang saling berhubungan dari aspek estetis maupun fungsional dasar penyambungan yang mas Budi berikan, itu semua merupakan tahapan sinematografi mengenai teknik editing untuk menjaga kontiniti sebuah cerita. wah menyenangkan obrolan ini, padahal baru ngomongin editing.... ini yang aneh, kebanyakan orang itu kalau melakukan sesuatu dari depan eh obrolan ini malah dimulai langsung ke tahap editing. Management pra produksi dikemanakan, juga proses produksi yang bahkan belum tersentuh sama sekali di skip dan langsung menuju editing..... Kram otak bisa-bisa, belum produksi saja bisa membayangkan fantasi seorang editor yang mampu membentuk sebuah film menjadi lebih hidup.

Saya jadi ingat tentang sebuah tulisan tentang bagaimana sebuah film itu menjadi tontonan yang hidup mengenai editing ini. Bahwa hanya editing yang baik yang mampu memberi hidup pada film, aneka shoot yang tak karuan sebelumnya dirakit secara ahli melalui tahap editing. pemilihan shoot, timing menjadi satu kesatuan yang enak dilihat, disinilah peran seorang editor.

Sore itu menjadi semakin menyenangkan setelah kita membahas mengenai struktur, Mas Budi memberikan contoh praktek yang sangat mudah bagaimana cara kita membentuk struktur film kita (cara ini juga ternyata setelah saya coba di rumah juga bisa berlaku untuk pembentukan sebuah struktur apapun bukan hanya untuk film bisa juga untuk menulis cerpen). banyak terima kasih untuk bagian ini, imajinasi saya dipancing untuk mencoba membentuk struktur yang bolak-balik.

Sepertinya saya menulis cukup sampai disini dulu, banyakan teori gak ada praktek. bisa pusing otak bisa kram. eh sudah temen saya sudah teriak-teriak "Kapan Bikin Film?"

Banyak terima kasih untuk Budi Kurniawan (sayang cuma sebentar) dan mbak Jim yang gak bosen-bosen mengadakan perbincangan ini.

Salam

Gugun Junaedi


Senin, 23 November 2009

Loves Frau.

Sepertinya ini kelanjutan dari tulisan saya tentang Frau, musisi yang akan memegahkan indonesia lewat lagunya. Setelah kemarin Frau tampil diacara Kick Andy Metro TV pada Jum'at 20 November 2009, beberapa message datang ke saya. entah kenapa, saya anggap musibah karena saya belum sama sekali ada hubungan dengan Frau bahkan tidak mengenalnya namun lebih banyak saya menyebutnya sebagai anugerah yang hadir tiba-tiba dari Frau. Frau memang mempesonakan seperti hanya dengan hujan dalam lagunya Mesin Penenun Hujan.

Saya selalu ingat pertama kali menanyakan pada teman sekaligus partner in crime saya mas Kusen tentang siapa orang yang ada dibalik keyboard besar yang setelah saya tahu bahwa keyboard itu bernama "oscar", she's Frau, dia anak antropologi lho. dengan sombong dan bangganya abang saya itu malah bercerita tentang dunia antropologinya dengan kehadiran Frau anak antro yang jago nyanyi. sejak saat itu saya juga terasa bahwa dialah jagoan saya di Jogja...
kemudian samar2 terdengar didepan panggung beberapa orang berteriak "Loves Frau"....

Setelah melihat penampilan Frau di Kartapustaka, penampilan kedua dari Frau saya bisa melihat dengan sempurna adalah ketika dia mengadakan konser tunggalnya dengan pantomim yang sangat memikat di Lembaga Indonesia Perancis LIP Jogja. ulasan tentang Konser Frau saya tulis disini.

Hingga beberapa hari menjelang Frau tampil di Kick Andy seseorang yang tidak saya kenal memberi kabar melalui Facebook bahwa Frau akan tampil di Kick Andy. langsung saja saya tulis memo kecil bertuliskan "Frau Jumat malam Kick Andy" dan saya tempel di komputer saya. Jum'at itu menjadi hari istimewa, setelah seharian mendokumentasikan heritage Jogja, beristirahat di kost teman. eh sudah jam setengah sepuluh.... saya harus nonton metro.

Penampilannya di Kick Andy memang mempesonakan, temen saya gak percaya bahwa ada talenta seperti itu di Jogja... bercerita tentang Frau di Kick Andy wah... siapa sih yang tak ingin tampil di Kick Andy? orang-orang yang ada di Kick Andy adalah orang yang hebat(yang bagian ini pedulikan saja masalah promosi merk---- temen saya tertawa ketika melihat area promosi produk di acara idealisme dalam bermusik Kick Andy itu) bukan masalah promosi yang penting orang sa-Ind One Sia- bisa melihat Frau. dan tahu bahwa ada Frau di Indonesia, saya yakin ini.

Tapi masalah tiba-tiba timbul, masalah yang sebenarnya saya anggap kecil. tapi dari masalah yang kecil ini bisa menimbulkan masalah yang lebih besar... beberapa message datang ke saya menanyakan lagunya Frau dapat didownload dimana? bagaimana ini seperti yang saya tulis di awal, saya bukan apa-apanya Frau. saya hanya pengagumnya sama seperti kalian. tapi dari masalah ini saya lebih menganggap bahwa ini sebuah anugrah, kok bisa anugrah, yap. saya harus minta ijin dari Frau untuk bisa mengirim lagunya ke temen-temen saya agar mereka bisa menikmati lagu dari Frau. Nanti saya akan coba menghubungi Frau wah kalo sudah seperti ini saya harus menghubungi Lani atau Frau..... spechlessss

Dari beberapa page di mas Goggle memang blog saya ini juga muncul jika menuliskan Frau, ini dia masalahnya beberapa orang yang bertanya tentang Frau malah bertanya pada saya. sekedar informasi buat temen temen. Frau bisa dikenal lebih deket dengan link dibawah ini lho.
> http://www.myspace.com/ffrau
> http://frau-lyrics.blogspot.com/
> http://www.last.fm/music/Frau

silahkan mengenal Frau lebih deket kawan. Loves Frau.
Oh ya penayangan ulang Frau di Kick Andy bisa dilihat lho di hari Minggu besok jam 2 kalo gak salah, dan juga bisa dilihat di Kick Andy Websitenya.

Salam

Gugun Junaedi


Senin, 16 November 2009

Perjalanan Mencari Heritage Jogja.

Saya akan mulai bercerita tentang perjalanan ini dengan sebuah kebetulan yang membawa cerita tersendiri bagi saya, Perjalanan yang seperti napak tilas ini sebenarnya dilakukan untuk kebutuhan pendokumentasian beberapa gedung-gedung di Yogyakarta yang memiliki nilai historis dan non historis sejarah di kota ini. Pendokumentasian ini saya dapati dari seorang mantan dosen yang bekerja di DInas Pariwisata & Kebudayaan Kota. Dengan tulisan ini saya hanya sekedar ingin berbagi perjalanan saya bersinggah di beberapa bangunan di Jogja dengan nilai historis tinggi yang pasti akan mempesonakan bila ditelusuri lebih lanjut.

Pagi ini saya sudah bersiap dengan Oskar (Vega R ber-Plat R biru tumpangan saya) untuk menjelajah tempat-tempat di Jogja yang selama ini belum pernah saya kunjungi. Pagi ini sangat menyenangkan bisa menyapa mentari dipagi hari, tujuan pertama saya adalah mengambil kamera Canon 30D milik seorang teman di Bantul. khayalanku tertuju pada cerita orang-orang yang pernah aku dengar jika kita berkendara di pagi dan sore hari melalui jalan Bantul. Kita akan banyak bertemu dengan pengendara sepeda yang saling beriringan. Kenyataan itu memang benar meski tidak seindah cerita orang-orang yang pernah aku dengar ketika bercerita jalan pagi dan sore hari di Bantul. Oh ya ada plesetan lucu yang pernah saya dengar mengenai ciri-ciri orang Bantul, kita akan mampu mengenali bahwa orang tersebut adalah orang bantul hanya dengan melihat wajahnya, yaitu jika orang tersebut memiliki warna kulit gelap sebelah pasti itu orang Bantul soalnya jika pagi hari matahari akan menyinari sebagian wajahnya begitu pula ketika sore wajah tersebut akan disinari kembali oleh matahari, hal tersebut menyebabkan warna kulit berubah sebelah. (terimakasih buat pak Agus, mantan dosen saya yang memiliki kulit gelap setengah atas cerita ini)

Dan perjalanan inipun dimulai setelah mendapatkan pinajaman kamera, tempat yang pertama kali dikunjungi adalah nDalem Tejokusuman, lokasi ini bertempat di ngampilan tepatnya. Berada sebelah barat keraton Jogja, dulu Ndalem Tejokusuman dulunya meurut cerita yang saya dapat merupakan tempat berlatih tari klasik diluar keraton oleh pangeran Tejokusuman karena nDalem Tejokusuman ini berada diluar tembok keraton. Biasanya masyarakat Jogja menyebutnya njeron benteng (didalam Keraton) dan Njaba Benteng (diluar Keraton) saat ini beberapa bangunan yang ada dikomplek Tejokusuman digunakan untuk tempat Radio Sonora (sekedar informasi Radio Sonoro memberi manfaat yang sangat besar ketika gempa berlangsung, hanya radio ini yang mengudara ketika bencana 2006 lalu

Lokasi kedua adalah komplek Gedung PAPMI, komplek gedung ini dulunya pernah digunakan sebagai tempat balai kota pemerintahan Jogjakarta . saat ini bangunan kuno ini digunakan sebagai usaha beberapa perusahaan dan juga ada Galery karya seni. Komplek ini berada di Jalan Ahmad Dahlan. Beberapa detail bangunan kuno masih bisa terlihat diantara perubahan yang terjadi pada komplek tersebut. Sisa-sisa arsitektur peninggalan Belanda masih bisa dilihat dengan bentuk bangunan yang menjulang Tinggi meski hanya satu tingkat, dan juga bentuk jendela dengan ukuran lebar dan tinggi.

Setelah dari gedung PAPMI saya akan menuju Akper Notokusuman. Melewati gedung-gedung yang sudah banyak orang kenal. Mungkin bagi orang yang biasa mengunjungi Kota Gudeg ini akan terbiasa melihat ikon kota ini seperti Gedung BNI 46 yang berada tepat di titik nol kilometer, juga gedung Kantor Pos Besar yang bersebelahan dengan gedung BI. Dan Gedung Agung istana presiden. Bangunan itu seperti menjadi saksi kota Jogja bagi wisatawan banyak orang rela kepanasan hanya untuk mengabadikan moment mereka ketika berada di Jogja, semua orang langsung menyebut beberapa gedung itu bila ditanyakan mengenai gedung yang memiliki nilai historis di Jogja ini. Padahal selain gedung tersebut masih banyak lagi gedung-gedung bersejarah di Jogja dengan nilai historis tinggi dan akan mulai dilupakan. Tempat ketiga yang akan saya kunjungi adalah Gedung Akper Notokusumo. Gedung ini berada di sebelah barat Puro Pakulaman tempat tinggal Sri Pakualam. Dari namanya kita bisa mengetahui bahwa Notokusumo adalah sebuah nama Pangeran Notokusumo sebelum bergelar Sri Paku Alam . Gedung tersebut berada dalam Yayasan Notokusumo yang didirikan pada tanggal 7 Juni 1979 oleh Sri Paduka Paku Alam VIII. Namun sayang karena ada sedikit kekeliruan dengan petugas, saya tidak jadi untuk mengambil beberapa detail bangunan bersejarah itu.

Dari Notokusuman saya langsung menuju Stasiun Lempuyangan, Stasiun Lempuyangan merupakan salah satu stasiun tertua yang ada di Indonesia, sebelumnya mengisi perut dengan 2 bungkus nasi kucing di angkringan depan Notokusuman. Stasiun ini baru saja direnovasi, dan menjadi lebih nyaman dari sebelumnya. Ada tempat parkir baru dan ticketing sudah berubah posisi di sebelah Timur. Jangan hanya melihat trayek yang dilayani stasiun ini, meski hanya melayani kelas ekonomi, stasiun ini memiliki nilai historis yang tinggi bagi perkembangan perkeretaapian di Indonesia. Stasiun Lempuyangan menjadi saksi hadirnya kereta api di Jogja ketika pada tahun 1872 stasiun ini diresmikan oleh pemerintah Hindia Belanda. Dan stasiun ini tercatat dalam sejarah terbentuknya jaringan rel yang berada di pulau Jawa. Begitulah sedikti cerita yang bisa saya sampaikan mengenai Stasiun Lempuyangan yang menjadi saksi sejarah.

Bagian ini yang paling saya suka, Kotabaru, kota dengan banyak bangunan yang memiliki nilai historis. Ada Gedung Asuransi Jiwasraya yang berdiri megah jika anda melewati Kotabaru, sebelumnya dari jembatan Kewek (wah jembatan kewek ini juga memiliki cerita yang seru untuk diceritakan tapi belum memiliki kesempatan untuk lebih mengetahuinya) anda akan melihat bangunan gereja Santo Antonius yang sangat megah seperti di Eropa. Kawasan ini merupakan kawasan yang katanya paling maju ketika jamannya. Di gedung asuransi Jiwasraya Disini saya juga tidak mendapat cerita banyak tentang keberadaan gedung tersebut dijamannya, namun saya sempat merasakan suasana gedung tersebut dengan tangga yang masih asli terbuat dari kayu jati, jendela yang tinggi dan besar dengan ornament khas Eropa. Sangat mengesankan berada di gedung ini. Selain Gedung Jiwasraya kita akan dengan mudah menemukan gedung lain seperti Gedung dinas Pariwisata & Kebudayaan Kota (gedung ini merupakan tempat dimana berakhirnya gerilnya Jendral Sudirman), Perpusda Kota yang masih berdiri kokoh dipinggir jalan Suroto Yogyakarta. Tempat selanjutnya dengan historis sejarahnya adalah SMAN 3 Yogyakarta, SMPN 5 Yogyakarta, dan SMA BOKPRI 1 dari ketiga sekolah tersebut kita akan mendapatkan cerita tentang latihan militer dan pendidikan pada masa itu. Ciri-ciri gedung peninggalan Hindia Belanda itu akan dengan mudah ditemui dengan detail bangunan yang menjulang tinggi, memiliki sudut setiap bagian bangunan yang tidak meruncing juga atap dan jendela serta pintu yang masih berukuran besar. Dan ini bagian yang ingin paling saya ceritakan adalah Asrama Kompi TNI, asrama ini berada tepat didepan SMA BOKPRI 1. Bagian depan merupakan asrama yang dikhususkan bagi tingkatan yang lebih tinggi seperti perwira sedangkan bagian selatan adalah asrama yang dibuat untuk para prajurit. Tidak banyak cerita seperti yang saya kira sebelumnya tentang asrama ini, sebelumnya saya membayangkan sebuah asrama yang seperti kebanyakan asrama seorang tentara yang pernah saya temui. (saya tinggal di komplek asrama TNI). Entah kenapa saya merasakan hal yang sangat dramatis ketika berada di Asrama TNI ini, dengan ukuran petak yang sempit, jalan setapak yang memisahkan bangunan hanya beberapa depa. Inilah kondisi yang saya tidak pernah mengerti. Ketika saya duduk menunggu petugas RW saya mendapati beberapa orang dengan seragam TNInya lalu lalang didepanku(aku kira juga banyak pribumi yang sudah banyak tinggal disini menyatu dengan TNI), senyum ramah mereka tak bisa kubayangkan ketika beberapa puluh tahun yang lalu mereka berjuang demi Negara ini. Ah itu khayalan tingkat tertinggiku untuk apresiasi seorang tua yang sedang duduk sendiri diteras maaf saya tidak bisa menyebut itu teras karena itu dijalan setapak yang sempit kubayangkan gelora perjuangan orang tua itu hanya beberapa detik. Sedikit kudengar percakapan seseorang yang berseregam lainya, ia berkata kepada tetangganya dengan senyum kemerdekaan bahwa ia akan mengurus tempat pindah, pindah dari tempat yang dramatis ini. Dilain komplek masih di Asrama Kompi saya melihat 2 orang dengan mengenakan seragam ditambah seorang balita mungkin itu adalah seorang ayah, anaknya juga anak dari anaknya. Saya merasakan kebahagiaan dari permainan mereka. Ah sudahlah banyak yang ingin saya ceritakan namun sepertinya ada batasan yang menghentikan jari ini untuk mengungkapkannya. Persinggahan saya berakhir setelah seorang ibu menghampiri saya dan memberittahukan bahwa Pak RW sedang keluar, Pak RW yang akhirnya saya tahu ternyata seorang anggota DPRD kota. Dan saya akan mengunjungi tempat ini lagi besok.

Perjalanan saya berlanjut menuju RS. Mata dr. YAP atau biasa disingkat menjadi RSM sebuah rumah sakit yang cukup terkenal di Jogjakarta setelah dari utusan kantor Dinas memberitahukan bahwa gedung RRI Nusantara II tidak perlu diambil gambarnya. Di RSM saya langsung diantar oleh seorang security dengan senyum ramahnya menuju urusan Rumah Tangga RSM tersebut. Detail-demi detail bangunan historis itu mulai saya ambil gambarnya didampingi oleh seorang pegawai yang menceritakan kondisi RSM jaman dulu. Dari cerita beliau saya mendapati bahwa RSM ini dari mulai diresmikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VIII sampai pada beberapa perbaikan fasilitas gedung ini tanpa merubah struktur bangunan. Saya bisa melihat kepedulian pihak RSM ini dengan menjaga keutuhan bangunan RSM ini. Saya juga baru tahu bahwa RSM ini memiliki sebuah meseum khusus.

Sepertinya cukup sampai disini dulu saya mencoba menceritakan hari yang cukup menegangkan, menyenangkan dan menyedihkan melihat kondisi beberapa bangunan yang memiliki nilai historis ini. Masih ada beberapa tempat yang harus saya kunjungi dan ingin saya ceritakan perjalanan saya menyinggahinya. Ada Gedung Hotel Toege yang sudah berubah fungsi, Ex markas tentara pelajar yang sekarang digunakan sebagai kantor Dinas Perhubungan, Museum Sasmitaloka, Gedung Balai Kajian Jarahnitra gedung setan atau gedung DPRD propinsi dan pastinya Asrama Kompi TNI yang memberi cerita tersendiri bagi saya.

Salam

Gugun Junaedi

Kamis, 12 November 2009

Melihat Sisi Lain Uang dan Perangko

Banyak sekali saya temui artikel dengan tema ekonomi khususnya yang berkaitan dengan uang, setiap hari akan ditemukan tulisan tersebut melalui surat kabar. Namun, tak jarang seseorang menuliskan sisi lain dari uang. Lewat tulisan Bambang ‘Toko’ Witjaksono saya menemukan kembali tulisan mengenai uang dari sisi lain, tulisan tersebut membahas tentang uang dan perangko yang mampu membentuk pengaruh visual bagi masyarakat. Disertakan pula bagian dari sejarah uang yang beredar di Indonesia serta lelucon kecil yang berkaitan dengan uang.

Dalam awal artikel diceritakan perbincangan ringan mengenai uang antara penulis dengan Pakdhe Kamit seorang kolektor uang kuno, sedikit sejarah uang dibahas pada awal alinea tersebut melalui uang logam bernilai 5000 yang dibuat pada tahun 1974. Dari alinea tersebut saya akhirnya menemukan beberapa data yang memang menyebutkan pada tahun tersebut beredar uang logam dengan pecahan 5000 bahkan lebih. Pada tahun tersebut beredar terbatas uang logam yang dibuat dalam rangka memperingati 25 tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang disebut Commemorative Coins. Commemorative Coins merupakan uang logamyang tidak diedarkan sebagai uang logam biasa tetapi dijual kepada kolektor dalam atau luar negeri. Pecahan tertinggi Commemorative Coins saat itu adalah 25.000 yang dibuat pada tahun 1970.

Pada alinea berikutnya diceritakan bahwa uang sebagai alat pembayaran, kondisi keuangan masyarakat pada saat itu digambarkan dengan jelas oleh penulis lewat gambaran kondisi transaksi yang melibatkan uang sebagai alatnya. Barter, sebagai system yang digunakan saat itu. Juga istilah ‘Gunting Syafrudin’ pengguntingan uang secara fisik yang terjadi pada tahun 1950.

Tertera pada akhir tulisan bahwa penulis merupakan staf pengajar di Jurusan Seni Grafis ISI Yogyakarta, perhatian akan bentuk visual sebuah uang maupun perangko menjadi tema utama dalam tulisan tersebut. Pengaruh visual yang mempengaruhi masyakarat melalui uang dan perangko, dari tulisan tersebut saya menambahkan bahwa visual yang tertera pada uang maupun perangko merupakan gambaran bagaimana kondisi pada waktu itu. Dalam tulisan dicontohkan uang sebagai alat propaganda pemerintah melalui gambar yang tertera pada uang ketika terjadi ‘pembebasan Irian Barat’, pada saat itu gambar yang terdapat pada uang merupakan bagian dari Irian Barat saat itu bereda uang dan perangko dengan seri gambar yang berhubungan dengan Irian Barat. Soekarno juga menjadi bagian yang penting dalam sejarah uang, gambar-gambarnya tertera pada cetakan seri uang kertas saat itu.

Pada tulisan tersebut juga bisa ditemukan bagaimana uang menjadi bahan lelucon dan permaian yang saya yakin beberapa orang pernah melakukannya. Perubahan waktu juga menjadi keprihatinan penulis, kemajuan tekhnologi, perubahan struktur social serta perkembangan desain. Uang kini muncul dengan tidak berbentuk fisik, fenomena e-buy maupun credit card membuat masyarakat tidak lagi memperdulikan bentuk uang secara fisik. Pada tulisan akhir penulis kembali menyampaikan mengenai desain yang ada pada uang 100.000 dan 10.000 melalui pertanyaan. Gambar pada uang tersebut tidak mengacu pada ilmu desain tetapi berdasakan ilmu perhitungan ekonomi. Berbagai pandangan masyarakat mengenai uang bisa menimbulkan argumennya sendiri-sendiri tapi jika melihat tulisan dari Bambang W kita bisa melihat pengaruh visual dari uang maupun perangko yang tertera sebenarnya tidak langsung memberi kita gambaran kondisi keaadan pada waktu itu namun kebanyakan orang tidak terlalu peduli dengan gambar yang digunakan sebagai pesan itu. Beredarnya uang palsu yang membuat akhirnya orang melihat gambar dan kondisi fisik uang secara teliti.

Uang tetaplah uang tidak ada yang menarik selain nilainya, salah satu tulisan mengenai uang yang ditulis Bambang W, bisa memberi pengetahuan baru mengenai uang tidak hanya dari sisi nilai dari uang tersebut tetapi pengaruh visual yang ada, dari uang kita bisa melihat kondisi saat itu. Kecuali dari judul tulisan tersebut, saya bisa mendapat pengetahuan baru mengenai sejarah uang Indonesia dan pengaruh-pengaruh visualnyanya kepada masyakarat.

Bahan bacaan:
SURAT, edisi Februari – April 2006, hal 8 surat YSC esai tentang uang dan perangko “Ada Uang Abang Disayang, Tak Ada Uang Dompet Melayang”. oleh Bambang ‘ Toko’ Witjaksono.
Katalog Pameran Senirupa Numismatik “Duit, Munten”, 16-27 Januari 2009, Bentara Budaya Yogyakarta.

Gugun Junaedi

Minggu, 08 November 2009

3 Perempuan Plaosan Lor

Panas, adem, panas & rame. Pemotretan kali ini merupakan proyek yang bisa dibilang dadakan. persiapan tidak lebih dari beberapa hari. Brief pemotretan hanya ingin memberikan kesan abhwa Kebaya ini memang nyaman dipakai alias comfortable kata orang. Jam 9 pagi talent udah memake-upkan diri, Gesta, Omi & Sekar adalah pilihan terakhir untuk talent yang digunakan dalam sesi pemotretan kali ini. Lokasi yang dipilih adalah Candi Plaosan dan Candi Sewu, namun karena ada halangan kecil candi sewu tidak jadi menjadi tempat pertama buat eksekusi pemotretan. Candi Plaosan yang terkenal dengan mitos sebagai candinya wanita, candi yang menggambarkan tokoh-tokoh wanita menjadi tempat pemotretan keseluruhan busana dari Larasgriya.

sebenarnya tidak banyak masalah dalam pengarahan gaya dari beberapa model itu selain rasa panas yang panas banget. Panas beberapa bulan terakhir ini memang sangat menyiksa. Tapi dengan semangads 45 para model berakhir melaluinya dengan menyenangkan.

Title : 3 Perempuan Plaosan Lor
Fotografer: Sigit Pamungkas
Client: Larasgriya Salon
Ass Fotografer: Bimo Wikan, Gugun Junaedi
Wardrobe & Make up : Larasgriya Salon by Yulia Djayusman
Digital Imaging: episodetu7uh
Talent: Gestari Loren, Omi, Sekar
Special Guest : Bang Nawir
Location: Candi Plaosan - Klaten

Minggu, 01 November 2009

Tiga Hari untuk Selamanya

Saya kembali menemukan jalan yang telah lama tertutup, jalan itu dulu telah lama saya tempuh. Jalan yang sangat saya hafal dari setiap tikungan maupun jalan mana yang buntu, sekarang saya mulai merasakan jalan itu lagi. Merasakan jalan yang belum rata, jalan yang masih berkerikil tajam, jalan yang memiliki banyak genangan, jalan dengan bunga di setiap pinggirnya bahkan jalan dengan air jernih yang berada tepat disampingnya. Jalan itu telah lama tertutup, jalan yang ingin saya lalui. Jalan yang bisa membawaku pulang dengan rasa bangga. Melalui jalan itu saya bisa melihat senyuman dari orang-orang, teman, sahabat, keluarga, guru. Senyuman dari seseorang yang tak pernah melewatkan namaku dalam setiap doanya. Melalui jalan itu saya bisa merasakan pandangan orang yang melihatku dari ujung rambut hingga kaki dengan ketidak percayaan. Di jalan itu pernah kurasakan tepukan pundak dari seorang kawan juga tamparan keras dari seorang sahabat. Jalan yang dulu ingin saya lalui kembali terlihat didepan mata. “saya ingin melaluinya, kembali melaluinya.”

Sulit juga memulai tulisan dengan prolog yang agak puitis, maunya ngomong apa jadinya seperti apa. Berikan saya beberapa lembar halaman kosong saja untuk bisa menyampaikan apa yang ingin saya sampaikan saat ini. Kamu percaya dengan ‘kebetulan’, seperti itulah. Seperti kebetulan, kebetulan yang memang sudah lama saya persiapkan dengan tenang.

Pertama saya akan bahas judul yang saya tulis diatas, seperti judul film saja ‘tiga hari untuk selamanya’ film yang disutradarai Riri Riza dan dibintangi Adinia Wirasti dan Nicholas Saputra. Tiga hari itu hari yang sangat cepat, tiga hari itu semuanya berlalu begitu saja, tiga hari itu saya menemukan tenaga lagi, tiga hari itu saya bertemu sesuatu yang baru, tiga hari itu adalah workshop film dokumenter yang diadakan oleh Ina Frontier.

Sebelumnya saya ingin menceritakan pertama kali tau informasi workshop tersebut. Malam minggu sepertinya tepat 9 hari sebelum workshop itu berlangsung, di IVAA Indonesian Visual Art Archive ketika saya menghadiri bedah buku dari Krishna Murti tentang New Media Art. Dari acara tersebut saya mendapat flyer tentang acara tersebut, kemudian saya minta keterangan dari teman saya Surya dia aktif di FFD jogja jadi pasti dia tahu seluk beluk tentang film dokumenter . Jawaban yang dia kasih memberikan keyakinan untuk saya agar harus mengikuti workshop tersebut walaupun investasinya mahal juga menurut saya. Saya berterimakasih buat IVAA untuk informasinya walau secara tidak langsung, tapi matur nuwun karena mengundang acara kemarin jadi saya tau ada informasi ini.

Wrokshop ini berjudul Intensive Workshop – memproduksi film dokumenter yang menjual – bersama Nick Deocampo, Garin Nugroho, Gunawan Kusmantoro dan Dicky Sofyan.

Hari ke-1
Workshop Film Dokumenter yang saya ikuti kemarin memberi banyak hal. Pertama saya bisa kembali mendapatkan teman-teman baru, yang pasti ilmu baru dan pengalaman seru yang akan beratus-ratus halaman jika diceritakan. Dari tadi ngomong workshop, tapi belummengenalkan pembicara dalam workshop tersebut. Nick Deocampo, Garin Nugroho, Gunawan Kusmantoro dan Dicky dari Ina Frontier. Mereka adalah orang-orang yang mengisi workshop ini menjadi menarik. Hari pertama kami para peserta workshop dikenalkan kembali mengenai esensi film dokumenter . Sesi ini diisi FULL DAY oleh Nick Deocampo (orang ini sangat hebat, lain hari saya akan tuliskan khusus profil buat dia) dia mengenalkan kembali film dokumenter . Creativity interpretation of reality - John Grierson, mengambil istilahnya om Grierson mas Nick memberi keterangan kepada peserta workhop pagi itu. Adalagi pengertian lain dari film dokumenter yaitu, real time, real people in real time in real situation & in real events.

Hari itu workshop diisi dengan pemahaman peserta terhadap “idea”. Bagaimana kita bisa mencari ide, mendeskripsikan ide itu menjadi bahasa visual yang menarik. Dari seluruh peserta yang ada kebanyakan mereka memberikan ide mengenai isu global yang sedang semarak dan selalu panas untuk diikuti. Beberapa diantara mereka ada yang memberikan ide tentang Yahudi, Gender, Boundaries(bener gak ni nulisnya) Feminisme, organic pestisida, religious, street child, kebudayaan, adventure. Untuk ide saya yang terlintas saat itu adalah “hujan” tema saya sepertinya yang paling kecil diantara beberapa tema yang diajukan teman-teman perserta. Mas Nick diam saya bisa melihat kerutan diantara di tengah mata kanan dan kirinya ketika mas disky menerjemahkan ide saya, coba saya bisa bahasa inggris dengan fasih ya. Dari beberapa tema entah kenapa tema saya ini yang sering banyak ditertawakan, kenapa hujan, apa yang bisa ditampilkan oleh hujan, apa yang ingin disampaikan. Padahal ada beberapa tema yang juga ringan. Ah biarkan saja soalnya hujan ingin menyampaikan pesan itu baru kepada saya.

Dari workshop hari pertama itu saya menemukan kata yang benar-benar baru. “Diagesis – Imagine, sebuah pengertian tentang dunia imaginasi. Lain kali saya akan mencari tau lebih tentang hal ini. Dalam film dokumenter kita harus mengerti representation dari cerita yang akan dibuat, mas Nick Deocampo memberikan strategi dalam film dokumenter , Plan strategy. Dimulai dari Theme tentu saja seperti yang telah saya sampaikan diatas, banyak sekali tema seperti juga yang telah saya sebutkan seperti juga tema hujan lho. Tema yang ingin disampaikan itu tentang apa, what is about? kalo film saya akan bercerita tentang hujan. Yang kedua Story, cerita apa yang ingin disampaikan. Yang ketiga adalah Character, who story, siapa yang akan menjadi jalan cerita. Karakter tidak saja manusia, yang jelas bisa berarti sebagai subjek dalam cerita yang akan dibuat, seperti Hujan karakter dalam film yang akan saya buat. Yang keempat adalah Structure, bagaimana struktur film yang akan kita buat nantinya. Kalo untuk struktut akan lebih baik dibahas dengan sendirinya. Yang kelima adalah Process/Method, ini juga harus diterangkan sendiri. Dan yang terakhir adalah Audience Impact, untuk apa film ini dibuat nantinya kalau tidak untuk ditonton, jadi audience impact merupakan tujuan dari film ini dibuat. Menjelang akhir mas Nick Deocampo memberikan tugas untuk membuat story line dengan tema yang sudah kita buat tadi dalam presentasi.

Hari ke-2
Hari kedua kita ada Garin Nugroho yang sudah banyak orang kenal dengan karya-karyanya yang selalu menarik untuk diikuti. Dihari ketiga itu kami mendapat banyak info seperti elaborasi dari tema yang sudah kita buat. Elaborasi dalam naskah yang nantinya akan membantu. Selain itu mas Garin juga memberikan informasi yang akan selalu saya ingat, ia menjelaskan tentang Shoot, ya just shoot. Dalam sebuah shoot ada tiga element yang harus ada kalo gak ada gimana ya, elemen dalam shoot adalah, Informasi, Dramatic, Estetik. Dia juga menceritakan bagaimana kita harus menghormati karakter dalam film yang akan kita bikin. Dihari kedua ini peserta diperlihatkan sebuah film dokumenter dari mas garin yaitu Free Jazz, sebuah permainan music yang disandingkan dengan Borobudur, sangat cantik dan manis melihat Borobudur ternyata memiliki arti yang indah tidak hanya sebuah relief-relief yang saya juga belum tahu artinya, sangat menarik dan kreatif idenya ya. Kok bisa ya.

Ditengah acara hujan datang, temen-temen peserta yang lain langsung melihat kearahku. Begitu juga mas Nick yang langsung menyuruh saya untuk mengambil gambar hujan diluar. Kesempatan itu tidak saya sia-siakan, langsung saja saya mengambil kamera mas Nick ditemani oleh mas Aris untuk mengambil hujan yang sedang turun diluar. Oh hujan begitu berartinya kau, hingga kau turun disaat yang tepat.

Sepertiga hari workshop digunakan untuk produksi dari storyline yang sudah kami buat, untuk saya karena sudah mengambil gambar hujan siang tadi jadi untuk produksi tidak mendapatkan kesempatan lagi. Seluruh peserta dibagi menjadi beberapa tim. Ada Tim Street Child, Tim Banana Vendor, Tim Boundaris, Tim wayang, Tim Aksara, Tim Pustakawan, Tim Monkey Man, Tim Pestisida dan tentu saja tim Adventure yang saya ikuti dengan Mas Doni. Seluruh peserta saling bantu membantu dalam produksi ini, sangat menyenangkan ada yang sampai ke UIN jauh juga, tapi percayalah kawan perjuangan itu tak pernah sia-sia.

Malam hari setelah makan malam hasil bidikan peserta dipresentasikan, semua sangat bangga dengan karyanya masing-masing. Setelah itu mas Nick memberikan analisisnya, ketiga film yang mendapatkan apresiasi paling banyak adalah dari Tim Jakarta (tadinya Monkey Team nih), Tim Adventure dan Tim Banana Vendor. Wah saya sangat salut dengan analisa yang begitu dalam dari mas Nick untuk sebuah satu shoot, analisa semoitika, analisa komposisi semua diterangkan dengan sangat menarik malam itu. Tidak ada yang bagus dan jelek malam itu, saya yakin semua itu karena setiap shot yang kami bikin adalah keyakinan yang ada dalam diri kami bahwa kami mampu membuat film.

Hari kedua ini sepertinya sangat singkat tapi sangat-sangat menyenangkan, soalnya dihari kedua ini kami para peserta workhop sudah semakin dekat dan mengenal.

Hari ke-3
Hari ketiga diisi dengan sesi Director, penyutradaan, bagaimana seorang sutradara membuat setiap shoot dalam film dokumenternya memiliki nilai estetis, informative dan dramatis. Kali ini peserta duduk di lantai, mas Nick memperagakan bagaimana menjadi seorang sutradara film dokumenter yang baik. Peserta dikasih tahu bagaimana sinematic element sebuah film dokumenter . Shot, Cut, Camera Movement dan Effect, ada empat elemen yang biasa digunakan dalam pembuatan film.

Pada sesi ini mas Nick memberikan contoh teknik Cuting dari film Stanley Kubric 2001:a spacey oddisey film yang sangat saya ingin tonton dari semenjak baca majalah film. Kemudian mas Nick lebih banyak memberikan komposisi kamera dari mulai size komposisi pada gambar seperi Close up, Long Shot, Medium Shot. Angle kamera(low angle dan High angle). Juga kamera movement(teknik Pan, Tilt, dan Track)

Setelah sesi dari mas nick selesai, sehabis makan siang peserta di beri informasi mengenai market film dokumenter oleh mas Gunawan Kusmantoro juga Mas Nick yang tak kenal lelah. Dalam market dokumenter mas Gunawan lebih kepada televise, ini juga karena beliau pernah bekerja di stasiun tv yang baru kehilangan tanda bintangnya. Kemudian mas nick juga menambahkan bagaimana proses sebuah film dokumenter dari tahap ide, pra produksi +produksi + pasca produksi, kemudian lewat distribusi film untuk kemudian menjadi sebuah tontonan yang menarik seperti di Festival, School, Media TV(apalagi ya saya lupa) tidak lupa mas Nick menambahkan peran Internet dalam distribusi sebuah film.

Workshop tiga hari ini ditutup dengan kesan-kesan peserta tentang workshop ini, kebanyakan dari peserta memang memberikan acungan jempol kepada pembicara kami, Mr. Nick Deocampo atau Mas Nick teman-teman memanggilnnya, setiap peserta memberikan tanggapanya. Sebenarnya saya juga ingin memberitahukan kesan saya, tapi ya sudah tetap sama kok kesannya. Yang jelas saya tidak puas sampai disitu, tidak puas karena masih banyak ilmu lainya yang belum saya dapat. Saya akan terus mencari ilmu lain lagi sampai tidak perlu lagi ada kata puas. Dan saya orang yang tidak pernah puas.

Sebelum acara bubar kita ramai-ramai nonton acara berita di TV, soalnya mas Doni bilang bahwa akan memasukan workshop ini diacara berita sore di TVRI. Sebelumnya peserta tidak banyak yang tau bahwa liputannya akan ditayangkan, sialnya katanya mas Doni akan memasukan saya pas waktu dikali eh ternyata?

Buat Ina Frontier dan all crew panitia terimakasih atas kesempatannya, jangan bosen untuk mengadakan acara serupa ya, tapi dengan tutor yang sama seperti mas Nick boleh diatasnya tapi jangan sampai dibawah mas Nick. Many tahnks to para pengisi Nick Deocampo, Garin Nugroho, Gunawan Kusmantoro, Dicky Sofyan. Teman-teman peserta I Love You Pull. Kapan Kita Bikin Film.


Salam

Gugun Junaedi