Senin, 15 Oktober 2012

Warna-warni Hari Kemarin

 
Sabtu kemarin bisa dibilang hari yang uckup menyenangkan, ketemu temen-temen lama, meski hanya sebentar. Sama seperti tahun lalu acara Social Media Festival atau lebih sering disingkat menjadi SocMed Fest menjadi agenda yang harus didatangi. Awalnya saya datang kesana untuk main ke stand Indonesia Berkebun, cukup lama berada di stand tersebut baru ingat kalau ada temen-temen dari Story Lab Bandung dan Kampung Fiksi juga ikut berkolaborasi bikin acara di SocMed tahun ini.

Saya telpon Mas Nur, berharap dia beneran ada di Jakarta di acara ini. Ternyata memang pas, acara temen-temen Story Lab dan Kampung Fiksi akan berlangsung sebentar lagi. Mereka ngadain diskusi mengenai visualisasi cerita pendek menjadi sebuah karya audio visual yaitu film pendek.

Setelah telpon yang kedua saya langsungmenuju ke lokasi acara, disana sudah ada temen-temen dari Kampung Fiksi dan Story Lab tentu saja Mas Nur yang kumisnya saya lihat makin tipis. Ada juga Babeh Helmi yang selalu menyempatkan hadir acara temen-temen dari kompasiana. Kagetnya lagi ternyata ada mbak Endah yang jauh-jauh dari Jogja untuk acara ini. Salut untuk kekompakan temen-temen eh emak-emak dari Kampung Fiksi, jauh di Jogja saya merindukan bisa ngumpul kayak gini bersama temen-temen Canting :D.

Acara hampir dimulai, saya sempatkan duduk-duduk leyeh didepan lokasi bersama mas Edu dan Bintang Utamanya Emak Winda dan mas Nur, kemudian datang dengan cukup ramai NdiGun yang selalu24 jam full nonstop di timeline twitter. Seorang dengan monopod kamera video ditangannya, matanya tertuju pada viewfinder kamera sesekali menatap objek yang ada didepan kameranya dia kang Srondol lengkap dengan reporter dadaknnya yang katanya terpaksa,Naim Ali.

Diskusi dimulai oleh NdiGun dengan kecentilannya menggoda peserta yang hadir. Mbak Winda mulai mengajak peserta bermain dengan imajinasinya untuk mulai menulis dan menulis. Kemudian, Mas Nur atau orang lebih mengenal mas Dimas bercerita mengenai proses visualisasi dari cerita pendek berubah jadi karya film pendek. Cerita pendek dari mbak Ramdhani Nur yang berjudul Warna-warni Marni yang kemudian diadaptasi menjadi film pendek oleh Story Lab Bandung. Cerita mengenai seorang ibu dengan keaadannya, seorang pramuria. Ia hidup bersama anaknya. selama 7 tahun Marni menjalani kehidupanseperti itu dan berharap anaknya Upi tidak seperti dirinya.

Sayang, ketika pemutaran audio film tersendat karena masalah tekhnis dari perangkat sound. Tapi semuanya tetap berjalan menyenangkan, apresiasi terhadap film pendek masih terus dinikmati.

Ramai dan selalu menyenangkan memang bisa kumpul bersama temen-temen lama. untuk di Kampung Fiksi memang beberapa hanya mengenal namanya yang sudah cukup malang melintang didunia maya, kecuali mbak Endah dan mbak Winda yang pernah dan sering bertemu. Bertemu mereka adalah seperti sejenak melupakan rutinitas kerjaan di Jakarta, melihat sebuah karya dari temen-temen sendiri diapresiasi merupakan kenangan tersendiri.

Meski tak bisa mengikuti acara sampai akhir, tapi cukup menyenangkan bertemu dengan mereka. Terus berkarya temen-temen dari Story Lab dan Kampung Fiksi, semoga suatu saat kita bisa berkolaborasi untuk sebuah karya yang lebih baik untuk semuanya.



Minggu, 09 September 2012

Welcome to my Taste


Halo kawan, ini tulisan pertama saya mengenai makanan. Dari dulu hanya bisa membaca tulisan orang yang bisa menuliskan pengalaman rasa mereka dengan makanan. Kali ini saya juga ingin ikut belajar menulis tentang makanan dan juga tempat makannya juga.

karena kesempatan bisa datang 7 kali dalam hidup ini, itu kata saya. Kesempatan yang tak terduga bisa menikmati kemewahan rasa, suasana. Dan, saya ingin membagi itu. setelah bebeberapa kali ikut mencicipi, melihat beberapa tempat makan di Jakarta ini, baru kali ini saya kepikiran untuk menuliskannya.

Tulisan pertama ini hanya sebagai pengantar saja, dan tentu saja sebagai pengikat janji untuk menulis apa yang ingin saya tulis. Saya hanya ingin membagi pengalaman lucu dan unik ketika  bisa masuk ke tempat-tempat mewah itu merasakan hidangan spesial mewahnya tanpa harus menjadi mewah :D. Jadi, mari mulai makan dan menuliskannya.

Minggu, 05 Agustus 2012

Ketika Jogja nyatakan Cinta

Ini entah ditulis pada bulan berapa, namun yang jelas sepertinya ini ditulis setelah berada di Jakarta. Mengenai kerinduan untuk Jogja, tempat dimana semuanya berawal yang akan selalu menjadi pengantar kenikmatan untuk bercerita. tertulis disana ada cerita temen kost ESTU, nanti kita pasti akan bertemu kembali.


Seindah-indah Jakarta lebih indah Jogja. namun berbeda ketika saya meninggalkan Jogja, ada perasaan seperti meninggalkan sebuah rumah yang penuh dengan kesenangan. Seperti meninggalkan harapan yang ingin dirasakan disana. jogja, sebegitukah arti bagi sebagian orang yang pernah tinggal disana. Padahal, kota itu bukan tempat dimana saya dilahirkan, itu hanya tempat saya pernah belajar, bahkan tempat yang secara terpaksa menjadi tempat untuk belajar, karena memang tidak ada pilihan yang lain.

Jogja mengantarkan saya kepada titik dimana sebuah kerinduan itu datang. Kerinduan tentang sebuah tempat yang harus selalu disinggahi, tempat dimana setiap harapan akan selalu dibawa. Sudut-sudut kampung yang pernah saya singgahi, obrolan bersama warga, teman, untuk berkarya bersama, dan saya secara tidak sadar selalu membutuhkan itu semua. Aroma kehangatan dalam setiap obrolan pada sebuah warung kopi, hemmm saya pikir saya membutuhkan itu semua, karena itu yang selalu menginspirasi saya.

Ditengah ramainya Jakarta saya merindukan ramainya Jogja.

Saya ingat ketika seorang teman bilang pada saya bahwa, kalo lapar nempel aja bareng kawanmu di ujung jalan, tak susah nemuin gerobak angkringan itu. Bawa uang berapa, secukupnya aja, soalnya bisa unlimited keluar uangnya, semua makanan bakan bikin ngiler sepanjang kita ngobrolin ini-itu. 

Berapa pak, "pitungewu mangatus, pitungewu ae mas, ra ana jujule." (7500 rupiah, 7000 saja mas gak ada kembaliannya. Saya teringat kejadian yang sering terulang jika berada di angkringan. Bagi saya angkringan tidak semurah yang orang sering katakan, nasi cuma serebu bahkan ada yang 700 rupiah. Itulah cara Jogja nyatakan Cinta. Angkringan, di angkringan kita bisa ngobrol apapun.dari ngobrol sama tukang becak sampai doktorandus bahkan propesor pernah saya alamin. Sempat bingung juga angkringan yang sangat terkenal di Jogja ternyata kalau ditelusuri lebih lanjut kebanyakan penjual angkringan itu rata-rata berasal dari luar kota Jogja, kebanyakan mereka berasal dari kecamatan Mbayat, Klaten ato WOnosari(sering orang bilang wonosari sanes Jogja mas). Paling tidak angkringan bisa nggambarin bentuk kebudayan Djawa yaitu nongkrong, lesehan makan bareng sambil membicarakan sesuatu yang sedang hangat. Jadi kalau mau ngrasain cintanya Jogja ya mampir ke Angkringan, yang terkenal ada Angkringan kopi Jos Lik Min yang ada di deket Stasiun Tugu, tapi kalau mau yang bener-bener Jogja mampir aja angkringan yang ada di sudut-sudut kota jogja, akan ada bedanya. Inilah salah satu cinta yang ditawarkan Jogja, ah saya jatuh cinta dengan kota ini.

Jalan sore-sore enaknya kemana Gun. Saya jawab, mau jalan kaki, naik sepeda, motor, mbecak ato naik odong-odong. Saya sarinin yang pertama "jalan kaki." Cara Jogja nyatakan yang lain adalah dengan berjalan kaki kita bisa ikut bercinta dengan Jogja. Mau start dari mana silahkan, asalkan jangan lupa nengok kanan-kiri sebelum nyebrang sekarang banyak sekali motor yang 'pethakilan (pecicilan(ngebut pake motor = bahasa indonesia)) bisa-bisa keserempet. Kalau jalan kaki, kita bisa nyoba yang namanya unggah-ungguh tata cara wong Djowo. misalnya kalau kita lewat didepan orang, apalagi orang tua. Alangkah baiknya kita mengucap salam lebih dulu, dan lihatlah kalau perlu rekam pake kamera, orang tua tersebut pasti akan membalas salam kita, monggo... 

Banyak orang mengatakan Jogja ini begini jogja ini begitu, apapun yang dikatakan orang tentang Jogja, bagi saya Jogja adalah jogja dengan segala keistimewaannya serta ketidak-istimewaannya, dan dengan segala cintanya, segala kerinduannya. Paling sedih adalah ketika mendapat pesan singkat dari teman yang berada di Jogja, sebuah pesan singkat yang selalu bikin enek hati. "Gun, ning endi kowe?" harus dijawab bagaimana, padahal pertanyaan seperti itu tidak saya inginkan. Bukan soal dimana saya berada dimana, tapi ketika saya harus ada bersama mereka. Saya disini kawan, saat ini, berada di angkringan depan kost atau sedang sepedahan keliling taman sari. Mungkin terlalu absurd pandangan saya tentang Jogja. 

Menikmati Jogja dari pagi sampai malam, kebangetan saya ya, seperti tidak punya kerjaan saja. Memang benar kata salah satu brand kaos ternama di Jogja yang tertempel pada design kaosnya bahwa everyday in Jogja is Holiday. Rutinitas di Jogja yang tidak banyak membutuhkan kecepatan waktu membuat Jogja seperti kota yang lambat. Orang-orang bersantai dipinggiran jalannya, bermain catur, menghabiskan waktu senggangnya setelah bekerja. Dan yang pasti Jogja gak matre, gak perlu mewah kalo mau ngrasain Jogja. 

Hujan deras yang mengguyur jogja sore ini mengantarkanku pada cerita mengenai sebuah cita-cita. saat itu di depan kos Sorosutan, seorang teman menunggu. Gojegan khas temen-temen membuat perjalanan yang singkat menjadi tambah singkat dari Sorosutan menuju kali Code. Seperti biasa, kami harus mencari tempat yang kosong sekaligus nyaman untuk sekedar berbagi cerita di pinggiran kali Code. Ada satu tempat kosong, tepat di pinggiran kali COde, sangat pas menurut saya. Namun kami akhirnya pindah karena tempat yang awalnya kami tempati tidak cukup menampung rombongan si Berat yang ketawa-ketiwi sepanjang malam itu. 

Kami menceritakan tentang kebencian, cinta dan juga masa depan. Entah sudah berapa kali code menjadi tempat sekaligus teman setia bagi kami. Saya selalu teringat soal rencana yang pernah sama-sama kami bicarakan ataupun mengingat setiap kejadian yang membuat kami merasa bersalah, itu semua pernah ada di pinggiran kali code. Jogja telah mengikatku dengan caranya sendiri. 






Bersama seorang kawan bercerita tentang Jogja yang sama-sama memiliki cerita tersendiri dengan angka 7, ya Jogja menjadikan angka 7 menjadi angka untuk selalu mengenang hari lahirnya kerajaan di tengah republik ini. Teringat sebuah pesan unik "Jogja itu berhati nyaman!" yang artinya kalau diplesetin menjadi "Kalau berhati-hati akan merasa nyaman!" yup, memang selalu berhati-hati sepertinya dimanapun kita berada, bahkan Jogjapun tak luput dari kejadian yang membuat orang selalu berhati-hati. Sering saya dengar beberapa wisatawan yang secara dipaksa untuk membeli cinderamata yang sebenarnya tidak mereka butuhkan atau mendapati kabar bahwa seorang wisatawan kena palak di jalan. Kalau mendengar cerita seperti itu saya sendiri gemang, ingin rasanya bilang bahwa ini Jogja bung, salah tempat jika ingin membuat tidak nyaman. Makanya saya juga selalu berpesan kepada seorang teman, bahwa senyaman-nyamannya sebuah kota, sebuah tempat adalah jika kita tahu dimana tempat kita berdiri. Jika sudah tau itu kenyamanan itu akan datang sendiri. Taulah Jogja kota yang nyaman karena orangnya ramah, ketika ada orang datang kemudian terkesan tidak ramah sepertinya itu salah sendiri. bener katanya bang napi bahwa kita harus selalu waspadalah, waspadalah.

Sore di Lempuyangan, saya sering mengisi sunyinya pergantian antara sore yang menjadi malam. Memandang langit jogja yang memerah kemudian berganti kelam. Saat ini ruang publik di Jogja terkesan menjadi sempit, nyore yang bagi orang Jogja merupakan rutinitas melepas lelah bersama keluarga menjadikan Jogja membutuhkah ruang publik untuk warganya. Stasiun Lempuyangan menjadi salah satu pilihan bagi beberapa warga yang ingin nyore. si bawah jembatang layang Lempuyangan disisi utara rel stasiun lempuyangan menjadi pilihan yang murah sekaligus menyenangkan. Saya suka berada disini, dari awal saya suka nongkrong baik sendiri maupun bersama teman yang tertarik dengan apa yang pernah saya ceritakan. Dulu belum ada tukang parkir yang memanfaatkan lahan karena banyak warga yang banyak berdatangan kesini, sekarang ada tukang parkir tanpa seragam yang menurut saya sedikit membantu untuk menertibkan motor yang kadang parkir sembarangan, ada sedikit pula yang menyayangkan kenapa harus selalu ada tukang parkir di setiap sudut kota ini. Ada angkringan sampai odong-odong, itu terakhir saya melihat ramainya lempuyangan sore itu. 

Ada sedikit cerita yang pernah membuat teman saya penasaran. Dulu di tahun 2006 saya membuat sebuah project dokumenter tentang kehidupan malam di kota Jogja, mengawali riset dari Lempuyangan tempat gelandangan yang sering berkumpul dan saya menjadi bagian kecil dari mereka. perubahan yang sangat drastis di bawah jembatan Lempuyangan, setengah jam sebelumnya saya berada disini dengan derai tawa anak-anak yang sangat bahagia melihat kereta yang lewat, mereka melambaikan tangan kepada setiap kereta yang lewat sedangkan orang tua mereka memegang erat tubuh kecil anak mereka. setengah jam kemudian mereka meninggalkan lempuyangan karena hari sudah terlalu gelap, para pedagangpun sudah beranjak dari tempat itu karena sudah tidak ada pengunjung ruang publik mendadak itu. Tanpa laumpu penerangan yang terang dibawah jembatan itu menjadi seperti tempat yang sangat pas untuk para orang malam berada disana.Langit Jogja telah berubah menjadi hitam kelam saat itu, seorang dengan rok mini berjalan diantara rel, ia berjalan dari gudang material ujung stasiun, terlihat ia membenarkan roknya yang terlalu kecil untuknya. Saya pikir ia secara terpaksa memakainya, itu hanya sekedar menarik perhatian orang yang melihatnya dan saya menjadi salah satu korban dari rok mininya itu sebelum saya sadar bahwa yang saya lihat itu adalah waria.

Memang dulu terkenal waria yang suka berada disana, kemudian muncul ke pinggir jalanan ketika malam mulai menjelang. satu dua orang malam sudah mulai muncul, saya masih sendiri berada di pinggiran rel sambil sesekali celingukan mencari alasan tepat ngapain saya berada disini. di sebelah saya beberapa gelandangan sudah mulai merapikan alas tidur mereka, beratapan langit malam dengan bintang yang mungkin akan membuat mereka berkhayal tentang impiannya sendiri. Mungkin sekarang suasana sudah berubah, orang-orang malam itu sudah jarang terlihat. Lempuyangan memberi kenangan tersendiri bagi saya, dimana akhirnya saya mengenal sosok orang yang saat ini menjadi salah satu ketua yayasan bagi waria ODHA, Mami Vin, sosok orang yang bagi saya seorang pahlawan, seorang yang mengorbankan jiwa raganya untuk saudaranya sendiri, sebuah cinta yang dianugerahkan untuknya kemudian ia berikan untuk mereka yang membutuhkannya. Ah, Jogja memang selalu penuh dengan cinta.

Aku biarkan udara pagi masuk melalui jendela kamar kost yang pengap karena asap rokok sedari malam, hari itu saya sudah membuat janji untuk mendatangi laut wonosari, sendiri dengan harapan mendapatkan sesuatu yang istimewa.Tapi, kapan? saya merindukan birunya laut Wonosari.

bersambung.......

Sulit rasanya untuk sekedar mengingat cerita tentang Jogja, membaca tulisan temen-temen tentang Jogja yang katanya istimewa dan ternyata memang istimewa membuat saya ingin pulang kesana. Kembali merasakan cinta yang selalu tumbuh. Sudah sangat malam disini, Jakarta tak menyisakan waktu bagi seorang seperti saya saat ini, saya tak mau mengingat lagi cerita tentang Jogja, yang harus saya lakukan adalah pulang untuk kembali merasakan cintanya.

-masih bersambung,.....



Minggu, 10 Juni 2012

Boleh, itu tanda rindu.

Judul yang saya tuliskan merupakan salah satu dari puluhan jawaban sms dari seorang teman yang saya kirimi sms. Itu tanda rindu? Ya, saya merindukan mereka semua, merindukan ketika bersama mereka saya sadari merasakan kenangan terindah yang pernah dirasakan. Bersama mereka yang memberikan inspirasi.

Hari itu, 7 Juni, hari yang kalau kata temenku dijadikan hari sakral, hari suci olehku. Hari yang cukup panjang setelah seharian atau bahkan 2 hari full kerja. Saya rebahkan tubuh di kasur kesenangan (kasur ini memang memberikan kesenangan), kasur biru bersprei hijau yang selalu siap menjadi pelepas lelah dikantor. Dari kemarin saya kurang tidur, ketika ada kesempatan untuk mengistirahatkan mata, tiba-tiba saja kasur kesenangan memberikan kenangan balik kepada teman-teman di Jogja, Bandung, Sulawesi bahkan kepada teman yang saya temui di dalam kedalaman 125 meter. Saya melihat mereka seperti sedang tersenyum kepadaku, melambaikan tangan, ada yang mengajak naik gunung, naik motor Jakarta-Bogor.

Saya kirim sebuah pesan kepada temen-temenku, memang tidak semua. Tapi itu cukup memberikan sedikit rasa untuk bumbu rindu. "Iseng, boleh ya." Satu kalimat yang diartikan cukup bagus oleh beberapa teman dengan balasan smsnya.

Ada yang membalas satu kata, dua kata, tiga kata. Selebihnya malah terjadi perdebatan melebihi 160 karakter sms, curhat. Ada yang merasa begini, begitu. Saya tersenyum membaca sms demi sms yang mulai masuk. Semakin tersenyum ketika temen yang jauh disana langsung menyimpulkan bahwa ini bentuk kerinduan. Seperti kata om Kopi, mas nuraziz yang balasan smsnya saya pakai untuk judul tulisan ga jelas ini. Ya, saya merindukan itu semua.

Ada lagi beberapa teman yang langsung mengajak untuk minum kopi lagi. Dan memang kopi menjadi teman terbaik ketika ngumpul bersama mereka, mulai bercerita dan mendengarakkan. Berbicara tentang mimpi-mimpi kita, harapan kita, kesenangan kita yang akan terwujud. Tidak sendiri, melainkan bersama kalian.

Saya juga teringat pohon matoa yang tumbuh besar di halaman rumah mas Kusen, daunnya yang selalu menjadi sampah. Kata orang memang bagus, tapi kata saya tidak, selalu memenuhi halaman rumah dengan daun yang berguguran, apalagi kalau hujan deras ditambah badai. batang, dahan yang kecil akan berjatuhan dan menimpa genteng saat itu. Pugeran penuh cerita dan dunia harus tahu bahwa saya banyak belajar dari rumah kecil hijau itu bersama orang-orang yang selalu menjadi guru disana. Dan, saya merindukan mereka.

Sekarang, Jakarta memberikan kesenangan dan tantangan berbeda. Ini bukan Jogja yang selangkah kakimu bisa memberikan kenyamanan. Disini ada banyak ketegangan yang saya yakin bisa memberikan kesenangan di akhir ceritanya nanti.

Teman, jika nanti saya datang berkunjung ke pintu rumahmu, pintu kostmu, siapkan teh atau kopi yang saya bayangkan sudah tersedia di dalam rak lemari atau bungkusan kresek yang menggantung di balik pintu. Karena saya ingin mengunjungi kalian semua. Saatnya kalian ada di mimpiku kembali.

Minggu, 15 April 2012

Dia adalah Alexa Woodward

 
Pasti bagi yang suka nonton NatGeo Adventure sudah tak asing lagi dengan cuplikan iklan dari tv series Departures. Lagunya begitu enak didengar meski muncul berkali-kali dengan gambar yang sangat menarik dari iklan promo tersebut.
 
Setelah berhari-hari hunting nyari siapa yang nyanyi lagu ini akhirnya ketemu juga. Seneng memang jika kita menemukan apa yang kita cari. Mungkin tidak hanya saya yang merasa ikut terbawa senang jika mendengar lagu dari iklan promonya NatGeo Adventure Departures. Itu lho sebuah tv series yang merekam perjalanan 2 orang traveler, Justin dan Wilson yang berkeliling Dunia. Dan, mereka juga pernah mampir ke Indonesia.

Lagu yg di iklan Departures di natgeo adventure ini memang aneh, sama seperti ketika mendengar lagu Mesin Penenun Hujan dari Frau. Kesan yang didapat itu, atau kalau kata temen saya itu ada impresi yang dalam. Mendengar lagu ini, menyediakan secangkir teh kemudian sambil membayangkan dunia yang kita imajinasikan, kemudian nampak, seketika itu.

Pertama saya mendengar lagu ini, saya langsung merasakan 'sesuatu' kasih tanda petik karena sesuatu itu tidak bisa digambarkan. Mungkin seperti triping kalo kata temanku, merasakan sensasi kesenangan bahkan emosi.


Alexa Woodward adalah yang menyanyikan lagu tersebut, judulnya Secrets. Seorang penulis lagu yang dibesarkan di Virginia ini memang saya baru tahu setelah lagunya jadi jingle iklan NatGeo Adventures pada TV serinya Departures. Musik yang simple, memberikan ketenangan.

oke silahkan rekontruksi diri sendiri sedang berada dimana setelah mendengar lagu ini. seperti merasa sedang berada disebuah tempat yang menyenangkan atau apapun itu. Lagu ini bisa saja membawamu menuju suatu tempat itu,percaya? saya juga sebenarnya tidak, tapi terasa nyata.

Lagu Secrets bisa didengarkan page reverbnation disini 
Sedangkan untuk mengetahui lebih banyak bisa mampir ke blog pribadinya www.alexawoodward.org
Page Facebook Youtube
Secrets 
 by Alexa Woodward



Today we walked
in melting snow
hid inside,
making fire and tea
I met you when I was wandering
it's been many worlds since then
though my secrets are wild and deep
and my mind races while I sleep
I will plant my hunger here
in you

Selasa, 21 Februari 2012

Mereka itu Luar Biasa

Sudah hampir 2 bulan  materi itu datang ke studio, seorang yang tanpa satu kaki itu membuat cerita tersendiri bagi saya. Materi program baru untuk trans7, awalnya saya sendiri ragu untuk membuat program baru, karena pasti akan membutuhkan tenaga lebih dan apalagi ini program pilot yang kedua selama bulan kemarin semuanya sama-sama menggunakan source file HD yang cukup berat. Namun, tidak untuk yang satu ini. Ketika seorang PA dari trans7 ngasih brief, menunjukan video sample kepada saya. Deal, kita buat drama documentary untuk program ini.

Materi pendakian pak Sabar menjadi semangat hari itu. Saya belum langsung melakukan editing, clip demi clip video pak Sabar saya nikmati. Nelihat perjuangannya mendaki Elbrush, gunung tertinggi di Eropa. Mendengar desah nafasnya, rintihan dari sisa tenaganya dan yang pasti seru kemenangannya ketika sampai di puncak. Itulah pak Sabar, seorang lelaki dari Solo tanpa satu kaki dan dia berhasil menginjakan satu kakinya di Elbrush.

Kemudian selang beberapa minggu kami dapat materi baru untuk tambahan pak Sabar, yaitu pendakiannya ke kilimanjaro, afrika selatan. Materi itu makin menambah kebanggaan saya terhadap orang ini. Sekarang tinggal nunggu revisi dari bos-bos disana, semoga cepet tayang saja program episode pak Sabar ini.

Tik tok tik tok tik tok....

Sambil menunggu ada kabar, saya ceritakan sedikit tentang program baru trans7 ini. Banyak disekitar kita kehidupan berjalan tidak dengan wajar. Di sekeliling kita, dengan mudah kita bisa melihat orang-orang dengan keterbatasan fisiknya memilih berada di jalanan. Ya, memang itu pilihan mereka sendiri atau memang keterpaksaan yang membuat mereka di jalan.

Sementara, ada beberapa orang dengan keterbatasan fisiknya mampu membalikan keadaan kehidupannya. Rutinitas yang biasa dilakukan oleh orang normal mereka lakukan, tanpa fisik yang normal mereka menunjukan bahwa mereka bisa, luar biasa sekalikan. Ada pak Sabar dari Solo dengan satu kakinya menjadi seorang pendaki hebat. Kemudian Ibu Rusidah asal Purworejo yang tidak memiliki jari menjadi seorang fotografer. Pak Sidik dari bekasi yang dari lahir tidak memiliki kaki sekarang telah menjadi sseoran wirausahawan mandiri.

Tidak dengaan mudah mereka menjadi seperti itu sekarang. Ada banyak cerita yang tentunya membuat kita merasakan perjuangan mereka. Ejekan, hinaan pernah mereka temui. Lihatlah, mereka bisa berdiri sejajar bahkan prestasinya melebihi orang normal.

Melihat mereka, orang-orang luar biasa tersebut. Saya jadi ingat sebuah kutipan dari novel '2' dalam novel itu saya mendapati kutipan seperti ini "jangan meremehkan kekuatan manusia, bahkan Tuhan pun tidak pernah meremehkan mereka" itu terbukti setelah saya melihat mereka.

Program baru ini mencoba mengangkat cerita dibalik perjuangan mereka hingga seperti sekarang. Tunggu saja ya, program yang semoga bisa memberi edukasi dan inspirasi bagi yang menyaksikannya.

"Karena impian dan harapan yang membawa mereka seperti itu" - mereka selalu bilang seperti itu karena mereka memiliki impian dan harapan. Ini kutipanyang saya dapatkan setelah melihat orang-orang hebat ini, mari #BeraniBermimpi dan harapan selalu bersama kita.

Rabu, 25 Januari 2012

Kejutan Istimewa di 7 Juni

Aroma obat masih menyengat ketika saya mendorong kereta dorong pasien di rumah sakit Sardjito, lorong-lorong rumah sakit seakan menjadi tempat tinggal sementara bagi saya dan ratusan bahkan ribuan pasien korban gempa 2006. Bersama seorang kawan saya habiskan sebulan menjadi volunteer di rumah sakit ini setelah gempa bumi Jogja 2006. Hari itu tepat tanggal 7 Juni 2006, hari yang sangat special bagi saya, karena saat itu pertama kalinya saya mendapat sebuah kue tart ijo dengan ucapan ulang tahun dan hadiah mungil berupa sandal kecil bertuliskan 2 nama sahabat saya.

Rumah kontrakan berwarna biru muda itu sebenarnya sudah tidak layak untuk saya dan 3 orang teman saya untuk ditempati. Atap sebagian sudah bolong, bagian tengahnya saat itu sudah benar-benar beratapkan langit karena genteng-gentengnya memilih jatuh saat gempa.

Setelah gempa saya sempat bingung, orang tua menyuruh pulang, sementara saya tidak bisa tinggal diam melihat Jogja yang membuat saya jatuh hati sedang beduka. Melihat warga-warganya yang selalu ramah memberikan senyuman sebelum berangkat kuliah, bahkan menawari sarapan. Terlebih lagi tetangga kontrakan yang rumahnya juga rusak memberikan saya makanan selama beberapa hari. Mendengar berita diradio bahwa rumah sakit Sardjito membutuhkan volunteer, maka saya langsung menghubungi koordinator volunteer apakah masih banyak dibutuhkan volunteer.

Hari-hari berikutnya saya selalu berada disana. Bersama orang-orang hebat yang merelakan tenaganya menjadi volunteer. Ada mas Totok yang ternyata seorang seniman lukis hebat atau temen-temen mahasiswa yang sama memilih tidak pulang ke rumah setelah gempa. Padahal orang tua kami sama-sama khawatir jika mendengar berita gempa susulan.

Motor pitung kecil 73 menjadi kendaraan saya menuju rumah sakit, dari kendaraan yang tidak bisa melaju cepat itu, saya menyaksikan puing-puing sisa gempa saat itu. Motor itu satu-satunya hiburan setelah gempa, meski sering menyusahkan.

7, Juni 2006. Waktu itu saya pulang cukup larut, jam malam sudah diberlakukan di beberapa tempat. apalagi tempat saya tinggal termasuk kode merah kalo kata warga, karena daerah ini rawan penjarahan. Ada saja orang yang memanfaatkan kesedihan orang untuk mencari keuntungan. Saat itu motor tidak bisa masuk gang, beberapa orang mendekat, beberapa dari mereka membawa senjata tajam, benar-benar terlihat jelas sebuah pedang. Mereka menanyakan siapa, mau apa. Saya menunjukan identitas kartu mahasiswa, bahkan kartu volunteer sardjito. Untung saja ada salah satu warga yang mengenali hingga akhirnya diijinkan masuk. Lega juga karena ada yang mengenali motor pitung saya.

Sampai rumah yang lain sudah pada istirahat di kamar brekele, karena kamar brekele yang masih utuh dan beres. Di kamar sebuah kotak ukuran besar berada ditengah. Brekele dengan senyum kurang ajarnya sempet mengejek. Itu kue ulang tahunmu. Dari siang mereka nungguin mau ngucapin selamat ulang tahun.

Saya membuka duluan amplop putih yang berisi ucapan selamat dan pesan agar memakai minyak wangi biar wangi kata mereka. Kemudian kue yang berwarna ijo itu bulet melingkar berlapis warna putih dan coklat. Ditambah semut yang sudah mencuri start duluan mencuri kue ulang tahun itu.

Saya saat itu merasa bersalah, bersalah entah karena apa. Apa maksudnya ini? Kue ijo ulang tahun penuh semut, amplop yang berisi ucapan ulang tahun. Yang pasti, saya seperti menjadi penipu. Saya bahagia campur sedih karena telah membuat 2 sahabat saya kecewa. Saya memberi pesan via hape, "terima kasih kue dan ucapannya, tapi ulang tahun saya sudah lewat, bukan hari ini, bukan 7 juni."

Sampai sekarang moment itu menjadi ejekan dan kenangan paling gokil ternyata bagi mereka. Menyiapkan sesuatu yang ternyata salah hari. Memang ini gara-gara saya juga yang entah kenapa mencintai angka 7 sedangkan nama saya Gugun Junaedi, kesimpulan unik dari tanggal 7 Juni. Junaedi memberik kesan saya lahir bulan Juni mungkin menurut mereka, ah sudahlah yang jelas saya sangat bahagia waktu itu, kenangan manis setelah menghabiskan waktu di rumah sakit kemudian pulang mendapat kejutan istimewa.

Kadang teman itu mengetahui lebih tentang diri kita sendiri. Dia bisa membuat, menciptakan, menyimpulkan untuk kenangan yang tak bisa dilupakan. Sahabat meski itu hal yang baik maupun buruk itu tetap menjadi cerita istimewa. Seperti kue ijo ulang taun penuh semut, itu akan menjadi kenangan selamanya bagi saya. Terima kasih buat Rofi dan Vita, seperti syair lagu untuk guru 'namamu akan selalu hidup dalam sanubariku' juga buat temen kontrakan Luqman, ari brekele, roni dan itok Estu, ekonomi sulit kita tetap usaha.

Ini memang bukan ekspresi ulang tahun, sekedar berbagi pengalaman bahwa memiliki teman itu menyenangkan. Hari apapun itu ulang tahun, tahun baru atau hari kelulusan. Tidak lengkap rasanya kalau tanpa teman yang menemani, nikmati harimu. Brand new day, karena kebersamaan yang membuat kita selalu tersenyum. Setiap hari.
kue ijo berlapis semut

 itok dan brekele siap melahat kue


Rofi & Tetik
Vita & Tetik

"Selamat Ulang Tahun"


Jumat, 13 Januari 2012

Happiness to me is Canting

Saya akan selalu mengingat satu dari sekian banyak cerita yang Canting bersama saya lewati. Sesaat setelah mereka pergi dari rumah di Pugeran. Sambil menahan keseimbangan tubuh yang masih belum sepenuhnya bisa berdiri tegak. Saya merasa mendapat obat yang melebihi suntikan dokter yang memeriksa penyakit saya. Ya, merekalah obat yang sangat manjur, temen-temen dari Canting yang saat itu datang ke rumah.

Saya mencoba nahan emosi seneng campur sedih kalau mengingat kejadian itu. Setelah mereka pergi dari rumah, sepatah kalimat dari orang yang sakit "thanks God telah mempertemukan saya dengan mereka."

kesederhanaan dalam jalinan pertemanan. Mereka datang membawa semangat, selain itu membawa amplop putih yang benar2 sangat membantu. Maklum, seorang freelance kalau sakit tidak akan bisa kerja, bahkan periksa ke dokterpun saya minjem uang mas Riski. Saat ini saya kembali meminta doa kepada yang diAtas agar jangan pernah menghilangkan ingatanku bersama mereka, yang baik bahkan absurd, jangan pernah menghilangkan itu semua" amin 7X. tapi bukan amplop putih itu, apa yang sudah saya dapatkan tidak bisa hargai dengan apapun. kedatangan mereka melebihi resep dokter apapun.

Saya mendapat sms dari Mesha yang mengabari bahwa Ika baru saja mengalami musibah kecelakaan yang harus dirawat di rumah sakit Panti Rapih Jogja. Jika saja saya berada di Jogja saya pasti akan langsung menemuinya. Menanyakan kabarnya.

Sesaat hape ika tidak bisa dihubungi. Setelah posting di grup, dan kemudian saya sadar bahwa ini dunia yang sedang saya nikmati adalah dunia ala canting, tidak perlu bertanya lebih. Ternyata teman-teman canting sudah ada menemani Ika di Panti Rapih. Ini Canting, saya langsung ingat kejadian ketika saya pernah dikondisi seperti ika, sakit kemudian seorang teman menemani. Sedih campur seneng kalau melihat apa yang terjadi dengan mereka. Canting, kembali saya meminta doa kepada Tuhan agar selalu memberiikan yang terbaik buat mereka, buat canting buat jalinan pertemanan inin buat impian yang telah mempertemukan kami.

What is happiness to you? Kembali pertanyaan ini menjadi jawaban untuk saya, entah sudah berapa banyak jika saya menghitungnya. Bahwa happiness (tanpa berpikir lama), to me, is canting. ya, canting sekali lagi.

Saya pernah menuliskan beberapa hal yang pernah terjadi di tahun 2011 mengenai happiness, dan semua yang terjadi itu sangat berhubungan dengan canting. Saya jadi bingung, canting telah banyak merubah semuanya. List itu berisi tentang kebahagiaanku untuk diriku dari canting.

It could come from anything, anywhere, anytime. It come from Canting. Happines to me is canting.

Foto ini memerikan kembali jawaban kenapa saya mencintai canting. Semuanya, dimanapun, kapanpun mereka tetap 'begitu' I love it.

Untuk Ika semoga lekas beraktifitas seperti biasa ya.



Selasa, 10 Januari 2012

episode: Bukan Bantal Biasa!

Saya percaya bahwa kasih sayang itu merupakan anugerah yang sangat besar, bagi saya beruntunglah orang yang menerima kasih sayang apalagi untuk orang yang memberikan kasih sayangnya kepada orang lain. Dan, saya sangat beruntung bisa merasakan itu,kasih sayang dari seorang ibu yang sangat luar biasa. Ini kasih sayang dari sebuah bantal. Dari bantal itu, bantal yang selalu mengingatkanku akan bentuk kasih sayangnya.

Bingung juga kenapa saya menulis tentang bantal, kenapa ingatan saya begitu mudah mengingat suatu kejadian melalui sebuah benda. Mungkin karena benda ini telah memberi kenangan tersendiri untuk saya.

jadi ceritanya kenapa bantal menjadi sangat istimewa adalah? Saat itu hari dimana saya pertama kali akan kuliah di Jogja. Terminal wangon yang cukup luas tapi sangat sedikit sekali bus antar kota yang sejanak mampir ke terminalkota kecil itu. Saya menggendong satu backpack dan satu tas jinjing coklat yang cukup besar, dalam tas jinjing coklat itu penuh dengan pakaian dan beberapa buku perlengkapan kuliah. sedangkan backpack itu isinya hanya satu buah bantal, bantal yang katanya ibuku takut kalau disana tidak mendapatkan bantal untuk tidur. Bentuk kekhawatiran seorang ibu untuk anaknya yang dikira sangat polos, saat itu saya hanya mengiyakan dan sampai saat inipun jika bepergian saya tidak bisa menolak apa yang harus dibawa meski itu sebuah bantal yang memenuhi satu buah backpack.

Bantal itu menjadi teman selama bertahun-tahun selama saya yang katanya menempuh pendidikan di Jogja, dan memang benar, saya selalu mengingat keluarga dirumah ketika menjelang tidur. Ini bantal yang saya bawa dari rumah, jauh-jauh memenuhi tas hanya untuk memberikan kenyamanan untuk tidur. Tapi saya pikir lebih dari itu bantal bukan hanya menjadi teman tidur, dia memberikan spirit tersendiri.

Saya sendiri sudah lupa dimana bantal itu sekarang, yang saya tahu bantal itu terakhir menemani ketika pindah kontrakan kedua di jalan Tohpati Taman Siswa sebelum gempa 2006. Karena setelah itu saya hampir tidak membawa perlengkapan untuk tidur lagi selepas pindah. Rumah kontrakan saya dan teman-teman ikut menjadi korban gempa saat itu.

Setelah itu saya lupa bantal itu ada dimana. selang setelah lulus kuliah, saya tidak memiliki tempat tinggal tetap. menjadi gelandangan dari kost ke kost kawan. Sejak saat itu saya pikir saya jarang sekali tidur mengenakan bantal, Pernah ketika tinggal serumah sama Ronny (saat ini ia akan menjadi bapak) saya punya bantal itupun bawaan dari rumah yang kami tempati. Selepas itu saya kembali menjadi gelandangan, tidak punya tempat tinggal tetap. tidur seringnya tanpa bantal karena memang tidak memiliki bantal.

Semua saya nikmati, meski akhirnya saya memiliki tempat tinggal sementara anehnya saya memilih tidak memakai bantal untuk alas kepala ketika tidur. Di rumah mas Kusen bantal berserakan banyak sekali apalagi ketika kedatangan wargabaru dari Jakarta ketika menjadi volunteer merapi, bantal semakin banyak. Tetep saja saya tidak memakai bantal. Saya sendiri bingung?

Saya kangen merasakan rasa bau biologis keintiman saya dengan bantal saya, keapekan itu bagi saya memberikan kenikmatan tersendiri. Tidak peduli yang lain bilang apa pada bantal saya, tapi saya merasa dekat dengan bantal saya yang cukup apek, bahkan mungkin jika ditutup mata saya kemudian mencium bantal mana yang menjadi punya saya, saya akan hapal yang mana bantal itu.

Bahkan sebuah bantal bisa juga membuat leher pegel-pegel tidak bisa nengok kanan kiri. sial sekali bagi orang yang pernah merasakan pegal karena bantal. termasuk saya yang pernah merasakannya juga :D

Jakarta, 5 Januari 2012

Saya pernah diam-diam berbisik, saya mungkin akan memiliki bantal jika tembok besar yang menjadi cita-citaku itu telah runtuh. Selepas menemui seorang teman di Palmerah, saya sengaja jalan-jalan ke Kalibata Plasa. Melewati deretan stand elektronik yang sangat menggoda mata, saya tidak tertarik hanya melirik melihat angka nol yang berderet. Saya langsung menuju tempat furniture perlengkapan kamar tidur. Saya mencari bantal!

Ternyata banyak sekali bentuk bantal, dari gambar promonya saja sudah bisa bikin ketawa. Iklan bantal pake mengenakan model cantik yang tiduran diatas kasur.

Saya melihat bantal kecil yang didisplay ditengah furniture itu, say ambil, pencet-pencet sebentar. Tanpa pikir panjang langsung saja saya ambil tuh bantal orange yang kata temenku cukup ciamik.

Akhirnya setelah bertahun-tahun tidak pernah punya bantal, hari itu saya kembali memiliki bantal. bukan hanya bantal tapi diam-diam dalam hati kecil saya berucap, saya berani memegang apa yang selama ini saya pegang, setelah bertahun-tahun saat yang dinanti akhirnya tiba juga, prinsip kecil untuk menikmati hidup dalam keaadan apapun. Saat ini mungkin saja lebih baik dari yang kemarin. Saya hanya ikut memainkan apa yang telah dan akan dimainkan oleh Yang Kuasa.

Tulisan kecil untuk mengisi celah sambil merampungkan tulisan episode Kesenangan Sejati, Mandalawangi.