Kamis, 19 November 2015

Meniti Nusantara: Bermain dan Bekerja.

Sunset di Pantai Sorong, Papua.
Sesuatu yang diharapkan, kemudian diusahakan, suatu saat bisa jadi terwujud. Keliling indonesia bisa jadi menjadi harapan bagi seorang traveler yang menginginkan cerita atau pengalaman bisa menjejakkan kaki di tiap pulau-pulau di kepulauan nusantara ini. Bagi saya keliling Indonesia merupakan salah satu whistlist yang pernah dituliskan. Jika di kemudian hari keinginan itu terwujud, maka saya ingin sekali menuliskannya, membagi cerita yang sebenarnya tidak seberapa, sedikit konflik, banyak bahagianya.

Indonesia dengan ribuan pulau-pulaunya yang tersebar memang menawarkan pesona yang indah. Bisa mengunjungi beberapa pulau besar, mendapatkan cerita-cerita tentang masyarakatnya adalah bagian yang menyenangkan. Lebih menyenangkan lagi ketika perjalanan kali ini ditemani oleh seorang perempuan yang luar biasa, sedikit konflik, banyak bahagianya, istri sekaligus teman perjalanan yang memberikan banyak cerita.

Tawaran keliling ini datang ketika sebuah production house menawarkan untuk liputan newsflash dari klien yang ditayangkan di tv swasta. Pikiran saya waktu itu adalah, kami baru beberapa bulan menikah, bisa jadi ini menjadi bonus honey moon bagi kami. Bekerja sekaligus jalan-jalan, sekaligus honey moon. Dan, kamipun terima tawaran itu.
Dua orang ibu bergegas melawan arus menuju pasar apung di Kalimantan Selatan
Dari Bondowoso cerita ini dimulai, saya menuliskan di blog ini beberapa minggu yang lalu. Kemudian kami menuju Sumatera Barat, Padang. Mencari cerita masyarakat yang memiliki potensi daerah. Dari Sumatera kami menuju Papua Barat, Sorong. Di Sorong kami bertemu dengan transmigran yang berasal dari Yogyakarta. Dari Sorong kami menuju Sumatera kembali, tujuannya adalah Banyuasin. Di Banyuasin kami bersama perempuan-perempuan perajin atap nipah. Dari Sumatera kami menuju Celebes, Sulawesi Utara tujuan kami, di Minahasa Utara dan Minahasa. Kami mencari petani rempah Pala yang memang memiliki sejarah panjang. Dari ujung utara Sulawesi kemudian kami terbang menuju Sulawesi Selatan, Maros dan Pangkajene menjadi tujuan kami. Sulawesi Tengah yang menjadi tujuan berikutnya, ternyata tidak bisa kami datangi karena berhalangan dengan acara lain, padahal sedang ada event sail tomini. Setelah menghabiskan beberapa daerah di Sulawesi, saya dilanjutkan berkeliling di Cianjur, mengunjungi situs pra sejarah di Gunung Padang. Beberapa hari istirahat kami sengaja berlibur ke Surabaya untuk mengunjungi sahabat lama yang kudu dikunjungi. Tujuan berikutnya adalah Semarang, Demak, kota para Wali yang sangat religius. Pulau terakhir yang saya kunjungi adalah Kalimantan, saya mencari beberapa cerita tentang masyarakat di Martapura.

Ada cerita yang menarik, ada cerita yang penuh intrik, tapi banyak bahagianya. Semoga nanti bisa dituliskan setiap perjalanan di blog ini. Menyenangkan memang bisa berkeliling Indonesia, gratis bahkan dibayar, karena kami memang bekerja meski sambil bermain. Semoga yang membaca tulisan ini bisa berkeliling Indonesia juga, karena Indonesia itu luas dan banyak ceritanya. 

Pelangi di awan, ada yang pernah melihat juga?

Rabu, 14 Oktober 2015

Setelah 6 Tahun dengan Segelas Kopi

Sebuah lantunan Akulah Si Telaga membuka malam itu dengan harapan beberapa lagu kemudian adalah musikalisasi yang ingin selalu saya dengar dari AriReda. Lagu demi lagu, celotehan demi celotehan, dari dua orang yang sama setelah 6 tahun berlalu dengan waktu yang berbeda tapi suara dan musik dari mereka tak pernah berubah. Dalam segelas kopi, saya yang kali ini ditemani istri tercinta menikmati kembali dua idola ini, AriReda. inilah cerita setelah 6 tahun yang lalu menikmati lantunannya, kenangan seakan kembali lagi.

a simple gig at coffee war

Penantian panjang akhirnya berakhir di sebuah tempat tongkrongan menarik di Kemang timur, jakarta selatan. Coffee War menjadi gig dua orang yang begitu saya sukai. Kami berdua datang sebelum petikan mas Ari Malibu dimulai. Mencari tiap bangunan di jalan kemang timur untuk menemukan CoffeWar dengan harapan mendapatkan tempat duduk di tengah.

Kami akhirnya menemukan coffee war yang sudah ramai dengan pengunjungnya. Tempat baru yang membuat nyaman begitu kami datang. Satu meja kosong masih tersisa di halaman depan, mengarah ke samping panggung yang telah disiapkan. Kami duduk setelah sebelumnya bertanya dengan seseorang yang sudah menempati duluan. pikiran pertama adalah, saya mungkin akan sangat terganggu dengan deru kendaraan di belakang.

Kami mengenalnya dengan nama mbak Deta. Darinya kami mendapatkan informasi tentang tempat baru yang kami datangi ini. "Itu yang punya, namanya Yogi. Yang pakai topi. Kalau mau pesen bisa tinggal teriak, tapi belum ada makanan di sini, bisa beli diluar kok" mbak Deta, seorang dosen film yang baik hati, semoga bisa ketemu lagi :)

Darinya kami dapat informasi kalau di tempat ini sering diadakan pertunjukan musik. Obrolan kami tentang band, musik semakin seru setelah kedatangan pengunjung lain, seorang lelaki berkaos merah, gondrong, menggunakan kacamata, dan saya lupa namanya. Yang jelas, kami semua menunggu alunan suara mbak reda dengan petikan gitar mas ari di depan kami.

30 tahun bukan waktu yang singkat. Itu merupakan waktu panjang dalam bermain musik dari kedua musisi ini. Berawal dari ingin lebih mengenalkan sastra melalui bentuk seni yang lain. Arireda kemudian menyatu, berharmoni menjadi duo yang akhirnya saya idolakan. Tentunya selama 30 tahun itu semuanya tidak berjalan dengan mulus. Bersama orang-orang terbaik yang selalu ada di sekeliling mereka, hingga membuat saya masih bisa menikmati, mendengarkan, merasakan apa yang mereka ciptakan. Setelah enam tahun, bersama segelas kopi, saya kembali terhipnotis oleh mereka. Dan, selalu dengan cara yang sederhana tapi begitu penuh makna.

siapapun bisa tersihir oleh mereka, perpaduan sastra dan musik
Lagu demi lagu saya nikmati. Beberapa bagian tubuh saya tak bisa berhenti mengikuti setiap irama. Tubuhku bergoyang, jariku bergoyang, dan hatiku sepertinya ikut bergoyang.setiap lagu dengan prolognya sebelum dimainkan oleh mereka. Untuk teman- teman mereka, untuk yang malam itu datang ke coffee war.

Saya mendapati lirik lagu ini dengan cukup tegas ketika mereka membawakannya, seluruh panca indera saya dengan sepakat menangkap ketika lirik ini muncul "Tuhan kenapa kita bisa bahagia?" Seperti itulah perasaan saya yang juga dituliskan oleh pak Gunawan Mohamad dalam puisi Dingin tak tercatat yang menjadi bagian di album baru Arireda. Ya, saya berbahagia malam itu.

Segelas kopi yang berasal dari daerah yang keren dari timur indonesia tinggal tersisa ampas. Gelas plastik yang beberapa menit sebelumnya sangat berarti berubah menjadi asbak. Rasa asam masih melekat, jauh dari flores, bajawa, semoga tangan cantik para petani tetap menciptakan rasa seperti ini. Meski dalam gelas stereofoam, rasamu tetep ada. Terima kasih telah menambah rasa di malam itu.


Baba beruang diajak beribadah kebudayaan melalui musik :)
Kami bernyanyi bersama, berdoa bersama dalam sebuah lagu. Sebuah tragedi di lumajang. Sebuah pesan dari Salim Kancil ikut terbawa malam itu. Saya baru mendengar lagu itu, bahkan tidak pernah tau. He is My Brother, begitu menghentak seperti kisah Salim  menjadi korban agar yang lain menjadi lebih baik. Amin.

Akhirnya malam itu kami mendapat bonus perform dari Bonita dan mas adoy(kurang lengkap husBandnya) yang bisa dilihat langsung dari depan kami. Terima kasih malam itu. Untuk rasa bahagia dari setiap lagu yang seakan menjadi doa. ketika kami harus pulang sebelum acara berakhir, sedikit lelah setelah melakukan perjalanan panjang, tapi Tuhan selalu baik dengan memberikan imbalan yang nyata malam itu. Semoga tidak perlu menunggu 6 tahun untuk bisa menikmati musik mereka lagi.

Selalu begitu, nampak ekspresi mereka bingung dengan playlist yang sudah mereka susun. karena malam itu bukan hanya milik mereka.





ini 6 tahun yang lalu ketika kami dipertemukan di Rumah Budaya Tembi.

Senin, 12 Oktober 2015

Cerita Qurban dari ketinggian: KPAWW


September 25, 2015. Suara deru mesin truk perlahan terdengar semakin mendengung di setiap tanjakan berbatu yang dilalui. Para penumpang di atas truk terbuka bergoyang seiring jalan yang dilalui. Waktu menunjukan pukul 1 dini hari. Ditemani sinar bulan yang terlihat menawan dari balik batang pohon sengon, sekelompok orang yang bisa disebut para pecinta alam akan melakukan perjalanan bukan untuk mendaki gunung atau kegiatan luar ruang lainnya.

Di sela perjalanan berbatu di atas truk yang bergoyang, tercipta candaan dari mereka. Ada yang baru kenal, ada yang kenal lama namun baru bertemu kembali. Mereka menyatu di dini hari yang mulai dingin di ketinggian menuju sebuah kampung kecil di pelosok kabupaten Bogor.

Tujuan mereka hanya satu, berbagi di ketinggian dengan berkurban di daerah yang terpencil. Kemunitas Pecinta Alam Warna-warni, begitu mereka menyebutnya. Ada kebanggaan memang ketika menyebut nama komunitas tersebut. Selain melakukan kegiatan alam bebas, komunitas ini bisa bersama untuk kegiatan sosial yang sering mereka lakukan. Berawal dari kegiatan yang mereka sukai yaitu hiking, mereka diketemukan dari bermacam-macam profesi.

Hawa dingin mulai terasa, hampir satu jam lebih kami seperti digoncang, namun belum tampak tanda-tanda bahwa lokasi tujuan sudah dekat. Dari cerita pak Abdurahman bahwa desa tempat dia tinggal hanya berjarak tidak lebih dari 10 km. Dengan jalanan yang kami lalui memang tidak mudah menempuh 10 km dengan cepat. Canda tawa, guyonan menemani roller coaster ala truk muatan ini.

Kami sudah disediakan tempat untuk beristirahat untuk aktifitas besok di rumah pak Abdurahman. Lelaki istirahat di luar rumah, di teras. Sedangkan perempuan di dalam. Pukul 3 lebih kami baru sampai ke kampung Cibuntu - Cioray. Dan kamipun terlelap setelah melakukan perjalanan yang tak terduga di atas truk.

Ini kegiatan berkurban kedua yang dilakukan KPAW. Dengan total 14 kambing yang berhasil dikumpulkan dari pekurban yang mempercayakan qurbannya untuk di daerah yang memang lebih membutuhkan.

Suasana gotong royong dari warga kampung yang membantu proses penyembelihan dan keramaian ibu-ibu beserta anak-anak balitanya yang tidak sekolah menjadi pemandangan yang menyenangkan. Dengan pisau-pisau yang tajam mereka mulai membelah, mencacah daging-daging tersebut.

Pembagian berjalan lancar. Semua warga mendapat bagiannya masing-masing. Bahkan anak-anak juga mendapat bagiannya untuk disate bersama kawan-kawannya.

Menyenangkan sekali bisa berada di tempat seperti ini. Bersama mereka yang membagi kebahagiaan kepada orang lain. Bersama mereka yang mau meluangkan waktu untuk kegiatan seperti ini. Tidak ada yang tidak berguna dari diri kita, dan akhirnya saya sendiri bisa merasakan bahwa kami pulang dengan sebuah makna dari desa kecil di pelosok kabupaten Bogor.
semoga selalu diberi keberkahan

14 qurban

indahnya berbagi


kita harus terus berbahagia

si pitung tukang jagal

potong dulu
pic dari facebook kak Rudy & kak Mala

Minggu, 23 Agustus 2015

Sedikit catatan dari kota tape, Bondowoso

"Tiba-tiba saya teringat omongan seorang teman ketika menyaksikan pohon jati yang menguning kemudian daunnya berguguran. "Kasihan ya pohonnya pada mati" kalau teringat cerita itu jadi bingung sendiri, apakah dia tidak tahu proses meranggas tumbuhan? Sudahlah, itu hanya cerita sebagian kecil dari teman-temanku yang selalu menyenangkan untuk diingat.

Jalanan masih menanjak dengan pohon jati di kanan kiri aepanjang jalan di perbukitan arak-arakan, Wringin. Kecepatan kendaaraan kami tak lebih dari 20km perjam. Rambu-rambu peringatan agar tak melaju dengan kecepatan tinggi sering kami jumpai. Memang kendaraan tidak bisa melaju dengan cepat di daerah ini kecuali beberapa motor yang dinaiki oleh siswa sma yang beberapa kali terlihat sangat cepat.

Rute itu merupakan rute yang harus dilalui dari Surabaya ketika kita akan menuju Bondowoso. Pemandangan dari Probolinggo yang kita lihat banyak tembakau. Kemudian masuk landscape perbukitan dan pantai. Adajuga pemandangan pantai Bentar, kemudian PLTU Paiton yang terlihat megah.

Tujuan kami adalah kota tape Bondowoso, untuk meliput potensi daerah, sekaligus hari jadi kabupaten Bondowoso dan juga EXPO kementerian desa.

Setelah melewati tanjakan dengan beberapa bentangan landscape yang menarik, bonus rasa was-was selama tanjakan, kami sampai di Bondowoso. Saya hitung perjalanan menempuh waktu kurang dari 5 jam.



Bondowoso, salah satu kabupaten di Jawa Timur yang ternyata tidak memiliki garis pantai. Tapi Tuhan itu adil, tanpa wisata pantai, Bondowoso memiliki potensi yang sangat indah, bahkan menjadi salah satu yang terindah destinasi wisata yang dimiliki Indonesia. Siapa yang tidak mengenal kawah Ijen, dengan fenomena blue firenya yang telah mendatangkan wisatawan dari belahan dunia ini. Sudah, karena kemarin sayapun tidak sempat ke kawah ijen, jadi saya tidak mau, tidak akan, dan tidak bisa menuliskan lebih panjang lagi.

Salah satu yang menarik bagi saya selama berada di Bondowoso adalah sebuah monumen yang berada persis di depan alun-alun kota Bondowoso. Namanya monumen "gerbong maut" dari namanya sudah cukup terdengar menyeramkan.

Dari Bondowoso sejarah kelam cerita kolonial pernah menjadi saksi pada agresi Belanda ke 2. Dengan semangat untuk tetap mempertahankan kemerdekaan ratusan pejuang yang akhirnya harus pasrah untuk kalah karena pengkhiantan salah satu warganya. Banyaknya pejuang yang ditahan, membuat penjara di Bondowoso kepenuhan. Para pejuang yang ditahan harus segera dipindahkan ke Surabaya, dalam perjalanan menuju surabaya itulah, dalam gerbong barang, cuaca panas, dan tidak tercukupinya makanan, ratusan pejuang yang dipaksa dipindahkan dalam gerbong yang menjadi tempat terakhir.

Peristiwa itu menjadi salah satu peristiwa sejarah dari Bondowoso dimana dari tanah jawa timur, Bondowoso, rakyatnya berjuang untuk tanah airnya.

Bondowoso dengan cuacanya yang sejuk menjadi semakin menarik dengan jajanan khas daerahnya. Tape, makanan yang berasal dari ketela ini menjadikan Bondowoso mendapat sebutan sebagai kota tape. Perjalanan di Bondowoso memang belum membuat saya puas, masih banyak tempat yang sebenarnya harus dikunjungi, masih banyak makanan yang seharusnya bisa dinikmati. Lain waktu saya harus bisa menikmati Bondowoso lebih dalam lagi.

me & team

Nonton Ike Nurjanah, ndangdutan

Monumen Gerbong Maut

Kerajinan kuningan khas Bondowoso

Kamis, 07 Mei 2015

[dijual] Taneman di dalam Swalayan

Suatu hari di sebuah swalayan besar di Selatan Jakarta. Dijuallah beberapa tanaman sukulen yang sepertinya kurang terawat. Karena kondisi kritis yang dialami banyak tanaman itu, mungkin saja karena kurang perawatan, taneman dalam pot kecil itu dijual murah. 

Akhirnya entah kasihan atau melihat harga diskon atau karena corak pada daun taneman ini, kami mengambilnya. Setelah dirawat dan dipindahkan ke pot yang baru, ternyata dia bisa tumbuh dan warnanya lebih tajam keluar, tidak seperti awal kami mengambilnya. 

Dan lihatlah, dia berbunga atau apa saya belum mengerti  istilahnya. Sayang kami tidak mengerti nama dari tanaman ini. Apakah termasuk tanaman sukulen (karena dijual pada rak tanaman seperti itu) atau yang lain. 

Yang pasti, taneman ini lebih bisa dinikmati saat ini. #episodetu7uh day #sukulen #sansevieria #farm #bunga #kastus


Minggu, 25 Januari 2015

Hammock Life: Sukamantri


Ketika rutinitas sudah mulai merasa tidak menyenangkan, semua berjalan seperti itu saja, yang kamu perlukan adalah sebuah tempat yang bisa membuatmu merasa nyaman, menenangkan, dan menyenangkan. Sambil kembali membuat rencana kedepan, untuk menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai.

Sukamantri, Bogor.
Awalnya hanya ingin beristirahat sejenak untuk keluar dari rutinitas yang mulai melelahkan. Kemudian, alam memberikan tempat tersebut. tempat yang nyaman tidak begitu ramai. Masih bisa kita lihat kabut, suara gerimis yang menetes di dedaunan. 




Senja di Sukamantri.
Bersama beberapa teman menghabiskan waktu di sana. bercerita tentang rutinitas lagi, pekerjaan. berkumpul bersama merupakan sesuatu yang sering kita rindukan, flying camp. Obrolan apa saja yang selalu muncul.










Kau perlu menemukan tempat untuk kecerdasan, kekuatan, dan koneksi nyata dari alam.
Sukamantri. Januari 2015








Sabtu, 10 Januari 2015

G7Farm: Menjumpai Kesenangan di Kebun


Pesawat Sriwijaya menuju Makasar baru saja take off dari bandara Halim malam itu. Tidak ada yang saya khawatirkan selain bahwa saya belum cukup tidur beberapa hari itu dan juga pot benih yang sudah mulai berkecambah ketika saya tinggalkan kembali. Ya, pasti tanaman-tanaman itu akan kekeringan, meski saya sudah menitip pesan ke mas Arab yang jaga di kosan. Oktober 2014 menjadi bulan yang sangat menyenangkan bagi perjalanan karir saya dan juga menjadi tidak menyenangkan karena kebun kecil samping kamar kos bakalan tidak terurus.

Memang yang saya khawatirkan terjadi. Ketika saya bisa shooting ke luar kota bakal ada yang dikorbankan. Tanaman saya tidak terurus. Batangnya layu dengan daun yang mencoba untuk bertahan beberapa helainya. Rencana pembibitan yang gagal dan juga beberapa tanaman dalam masa tumbuh yang juga gagal bukan karena hama melainkan ditinggal yang menanamnnya.


Setiap pulang dari kantor saya sempatkan untuk melirik, sekedar melirik karena sempat malas memulai lagi. Rumput liar sudah mulai tumbuh dengan di poly bag dan pot pembenihan, itu saya biarkan. Bahkan yang lebih menyebalkan adalah ketika media tanam yang sudah saya siapkan di beberapa polybag dan pot ternyata menjadi tempat spesial bagi kucing penghuni kos sebagai tempat mereka membuang kotorannya, saya biarkan itu juga.

Menjumpai kesenangan melalu hobi menanam, itu yang saya dapatkan setelah ketika senggang menanam beberapa tanaman yang awalnya hanya untuk pelengkap ketika akan masak indomie. Sawi yang segar, cabe yang langsung metik, oseng kangkung yang siap ketika dipanen, itu sangat menyenangkan.

Sekarang 10 Januari 2015. Sedikit demi sedikit saya harus membenahi kebun kecil samping kamar kos, beberapa poly bag yag menjadi tempat pembuangan kotoran kucing  saya buang beserta media tanamnya, sialan kalo ini. Beberapa ada yang diselamatkan. Pot hidroponik saya bersihkan kembali. Saya mulai menanam kembali di hari ini.

Mulai lagi menyiapkan penyemaian
Cabe trinidad, Carolina reaper yang masih memegang rekor terpedas saat ini saya semai kembali. Beberapa jenis tomat cery saya juga semai dan 3 jenis terong kecil saya semai. Sawi, pakcoy, dan kangkung, serta bayam menjadi penyemaian yang wajib di kebun kecil samping kos. Untungnya agenda beberapa minggu ini saya belum mendapat kerjaan yang mengharuskan suting keluar kota lagi, jadi saya siap merawat tanaman saya itu. 

Nanti akan saya coba update perkembangan tanaman yang hari ini saya tanam. Untuk yang hidroponik sudah mulai tak pindahkan beberapa hari lalu ke pipa. Keep roll, keep farming, and keep action.

A Day With Dapoer Pronas



Perjalanan menuju Pondok Indah waktu itu tidak begitu menghabiskan banyak waktu. Jalanan yang biasanya ramai ketika pagi, sepertinya tidak begitu macet. Itu membuat sedikit nyaman untuk tidak memikirkan waktu tentang terlambat.

Selasa, 6 Januari 2015. Ini menjadi suting perdana bagi saya dan tim di tahun 2015. Masih dengan project viral video untuk salah satu makanan kaleng yang sudah cukup lama ada di Indonesia. Pronas, suting kali ini memasuki seri ke 3, 4, dan 5. Bagi saya yang memang menyukai makanan cepat sajiyang dibuat sendiri, makanan kaleng memang cukup dekat. Mendapat project dari salah satu makanan kaleng favorit menjadi kebanggaan tersendiri. Dari konsumen kemudian menjadi bagian dari produsennya, ga terbayangkan sebelumnya.

Masih dengan tim lama yang selalu memberi pelajaran ketika produksi, dan tetap bersama klien dan agency yang selalu mendampingi saat suting. Studio yang kami pakai adalah salah satu kitchen studio yang menjadi favorit beberapa pelaku industri yang berhubungan dengan cooking, lifestyle studio yang berlokasi di Ranch Market, Pondok Indah. Dan, tetap dengan chef  yang sudah puluhan episode bekerja sama untuk cooking show di stasiun televisi, the rising star chef yuda bustara. Menghabiskan waktu bersama tim yang menyenangkan, bekerja bersama mereka menjadikan pengalaman seru. Selalu berharap menjadikan karya yang kami buat bisa menghibur dan menjadi tontonan yang menarik. Keep Roll...




Meski lelah kita tetap narsis depan kamera, tim produksi.


foto behind the scene by Dapoer Pronas Fanpage