Kamis, 04 April 2013

Pada Suatu Hari

Sejak dulu saya memang sangat akrab dengan mobil satu ini. memiliki tiga pintu layaknya mobil sport mewah memang. Di tempat saya lahir mobil ini diberi nama koperades, sebenarnya angkudes tapi entah yang memulai siapa menjadi hanya koperades. Ayah saya dari dulu bekerja bersama koperades ini membawa mobil kecil yang bisa muat 20 orang lebih naik turun gunung di tempat saya lahir. sering saya dibawanya untuk ikut narik angkutan pedesaan ini.

Saat ini bahkan belasan tahun berlalu saya masih akrab dan bisa dibilang makin akrab dengan angkutan kecil ini. Jakarta, kota besar yang memiliki sarana transporasi 24 jam (jangan bicarakan kenyamanan dulu) Saat ini, saya masih bekerja di sebuah production house, sebuah industri yang begitu unik dan mungkin membutuhkan orang-orang yang unik pula. Untuk menuju ke kantor tersebut saya harus naik angkutan 3 kali, kalo pulang pergi bisa jadi 7 kali naik angkot.

Ini yang menjadi ide dasar saya pengin menuliskan pengalaman unik setiap naik angkutan di Jakarta. Saya cinta banget sama aktifitas saya ketika berada di dalam angkot. Mungkin inilah salah satu alasan dari belasan alasan kenapa sampai saat ini saya tidak memiliki kendaraan sendiri, honda beat yang sudah ganti seri bahkan belum sempet diambil, padahal foto honda beat putih itu sudah lama jadi wallpaper di hape agar supaya cepat terwujud.

Pernah suatu saat saya bisa duduk bareng dengan seorang perempuan cantik yang wangi. biasanya kalo untuk perjalanan luar kota saya selalu memulai pembicaraan yang berakhir dengan perkenalan. tapi, kalau di Jakarta jangankan nyapa, melirik, melihat, senyum dikit aja bisa dianggap pelecehan (untungnya sampai saat ini belum pernah ngalamin) Biasanya kalo pas dapat perempuan cantik ditambah wangi seperti tidak mau beranjak dari tempat duduk, penginnya terus sampai dia itu turun.

"Bang, geser dikit kenapa!" dengan nada yang tidak enak ibu yang saya tidak kenal ini selalu menyuruh saya bergeser, terus, berulang kali sampai akhirnya saya lepas dari rasa bersalah setelah ada penmpang turun dan saya berpindah tempat duduk. Ibu itu memiliki postur tubuh yang tidak sesuai dengen bentuk tempat duduk di metromini,ditambah dia memakan salak yang kulitnya dibuang sembarangan.

Pernah dengar Sandy Sandoro nyanyi malam biru? Seperti itulah gambaran seorang pengamen yang pernah saya temui di Metromini 640 jurusan Pasar Minggu - Tanah Abang. Suaranya benar-benar bisa membenamkan suara mesin diesel, klakson mobil yang berebutan jalan. Kalau nemuin pengamen dengan suara bagus kayak itu biasanya apresiasi lebih untuknya.

"Kami bisa jadi musuh ketika di jalan, lawan. Namun ketika di garasi kami ini saudara." Jangan heran bila melihat angkutan di Jakarta saling berebut, bisa juga berakhir dengan tonjok-tonjokan antar sopir. Pernah saya tanya pada sopir metromini itu kenapa sukanya ngebut.  "Ngebuut itu urusan perut (dengan logat bataknya) dan penumpang juga maunya cepet."

Yang paling apes adalah ketika harus dioper angkutan yang saya tumpangi,biasanya karene sopir malas atau karena penumpang itu tinggal sedikit sebelum sampai titik akhir.

Itu belum seberapa ketika di angkot itu sangat penuh dan isinya kebanyakan ibu-ibu dan perempuan muda. Metromini 75 yang saya tumpangi cukup kencang. "Pan, ambil itu, geser pagernya!" Sopir yang masih muda itu dengan kencang memerintah kernetnya yang bernama akhir Pan itu untuk menggeser pagar yang ada di perempatan Mampang agar bisnya bisa masuk. Tingkah kernet itu menjadi sasaran empuk raja jalanan saat ini, motor. Motor malah sepertidi kasih jalan mereka langsung satu persatu masuk pagar yang digeser kernet itu. " Sialan malah motor yang masuk duluan!" Sopir dengan kaos Jackmania itu menggerutu.

Metromini akhirnya bisa menembus kemacetan di mampang, dengan cepat meliuk-liuk metro mini seperti sedang balapan. Penumpang saling menguatkan pegangan, yang tertidur tidak terasa, mereka tetep tidur. Mereka sudha terbiasa dengan kondisi seperti ini. Yang mereka pikirkan adalah cepat sampai rumah dan bertemu keluarga mereka.

sampai di perempatan duren tiga tiba-tiba mobil ini mogok. "Pan, itu dibawah ada kabel dinamo, sambung!"

"Yang mana njing, ga ada"

"Lo bisanya apa pan....."

Setelah dicoba berkali-kali. usaha mereka gagal. Lampu sudah hijau, mobil dibelakang kami sudah mulai berteriak lantang dengan bunyi klaksonnya. Polisi tak menghiraukan metromini yang ugal-ugalan ini.

"Dorong Pan!"

Si kernet yang bernama akhir Pan itu minta tolong kepada penumpang untuk membantu mendorong, yang naik disini kebanyakan perempuan yang sepertnya tidka mungkin untuk membantu. Akhirnya 3 orang yang turun termasuk saya untuk membantu mendorong metromini yang penuh penumpang ini.

satu, dua , tiga dorooooong. serentak kami mendorong metromini itu. beberapa orang ikut membantu, seperti pengamen dan pedagang di sekitar perempatan. Mobil bisa dinyalakan lagi, kami melanjutkan perjalanan. Saya tersenyum sendiri dengan situasi seperti tadi. Ini Indonesia kawan!


---kemungkinan masih bersambung tulisan ini.