Kamis, 26 Desember 2013

Bermimpi dengan Uang Seribu

Saya mulai menuliskan ini ketika sebuah lagu dari Ebiet G Ade terdengar penuh makna di setiap liriknya. Judulnya Berita kepada Kawan. Tapi, saya tidak akan menceritakan lagu tersebut. Lain tempat jauh dari meja tempat laptop saya terletak di Selatan Jakarta, jauh di timur Indonesia. Tempat di mana terdapat sejarah yang semoga saja banyak orang tahu dan menyadari bahwa kolonialisme bermula dari tempat itu, ini menurut pengetahuan saya sebenernya.  Jadi, perhatikan baik-baik dengan tidak terlalu serius tulisan saya ini.

Tahu apa yang dipikirikan anak kost di setiap akhir bulan seperti ini. Tidak perlu pusing memikirkan jawabannya, karena jawabannya sudah bikin pusing. Dulu sekali apalagi pas jaman sekolah, setiap akhir bulan “uang”menjadi masalah yang dianggap serius bagi saya. Selember uang seribuan menjadi sangat berarti waktu itu. Selembar uang seribu yang lusuh bisa mendapatkan indomie rasa ayam spesial di warung depan, tentunya yang mentah. Selembar uang seribuan yang kadang gambar kapiten Patimuranya bisa tersenyum sinis pada saya “anak muda, apa sebenarnya yang kau risaukan. Segitu aja kemampuanmu hah!” nah, kalau sudah seperti itu, kalau ilusi, imajinasi liar muncul tiba-tiba dari selembar uang seribuan. Pasrah, karena ga bisa ngelakuin apa-apa lagi “Tenang pakKapitan, saya anak muda yang tidak menyerah begitu saja!” Tirakat, mungkin kata yang menjadi alasan terbaik dalam kondisi akhir bulan.

Daripada berperang dengan ilusi pak Kapitan, selembar uang seribuan tadi saya balik. Tersenyum sendiri, .....  lama ga bisa nulis (hampir beberapa menit) membayangkan gambar yang terdapat di uang kertas seribuan.


Saya yakin, 7 kali yakin. Bisa dibuktikan 7 dari 8 orang ketika ditanya gambar apa yang di balik Kapitan Patimura itu apa, tidak ada yang bisa menjawab dengan cepat. Ini yang tadi saya ceritakan di awal, saya tidak bercerita soal lagu pak Ebiet yang suka bikin galau, atau kondisi akhir bulan meringis karena tipis.Adalah gambar di uang seribuan yang menarik buat saya tulis. 

Pulau Maitara dan Tidore. Silahkan kalau mau petunjuk di Google dulu, apa itu dua pulau tersebut sampai dijadikan gambar untuk uang seribuan. Pastinya ada yang spesial dari pulau kecil tersebut. Di awal pembuka tulisan ini sempet saya tulisbahwa di tempat inilah kolonialisme berawal. Di tempat inilah yang telah  mengundang penjelajah yang akhirnya memonopoli perdagangan apa yang terdapat di pulau tersebut. Penjelajah dari spanyol, Portugis, dan Belanda datang ke pulau ini. Aroma ciptaan Tuhan yang ada di tempat ini telah memanggil para penjelajah itu. 

Ok, sudah. Saya kurang jago untuk cerita soal sejarah, jadi saya hanya ingin bilang bahwa apa yang terdapat di uang seribuan itu ternyata menyulut, membakar, emosi saya. “apa mungkin saya bisa berada di sana?” dari balik uang seribuan itu ternyata gambar Kapitan Patimura sepertinya mendengarnya “Kamu bisa anak muda, nothing imposible in this world!”, “Terima kasih pahlawanku, saya tidak akan membuat ini hanya omongan belaka, saya akan kesana!”

Akan kukumpulkan kisah saya nanti jika sudah berada di sana. Dan, mungkin akan saya pasang lagu dari pak Ebiet dengan liriknya yang kadang bermakna itu. Berita kepada Kawan. Tapi saya berharap seorang teman akan menemaniku duduk di sampingku, tidak seperti kata pak ebiet yang ga ada temennya duduk sendirian menatap kering rerumputan.  Mungkin kalau ada telegram J koma akan kukabarkan temanku di sana dengan telegram biar romantis agar menunggu dengan sabar kedatanganku nanti titik Kemudian akan saya ceritakan bahwa ada uang seribuan di mimpiku titik
 


2 komentar:

  1. Semoga terwujud!!! nanti aku tinggal nunggu kabar dan poto-potomu dari sana, mas Gun..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tunggu aku di tempatmu juga ya, sing sabar ngenteni aku. Pake telegram ntar ngabarinnya.

      Hapus

Mari kita buat semua ini menyenangkan.