Minggu, 05 Desember 2010

Episode: Pagi di Pasar Sentul

"Bung, nanti malam jangan lupa pertandingan Chris John melawan Argentina lho, terus sesuk PSIM ning TV Anteve lho. Lha selasane jam 7 ning RCTI Indonesia karo Thailand." Itu merupakan cuplikan perbincangan tukang becak didepan pasar Sentul yang pagi tadi sempat terdengar.

Karena ingin makanan yang lain, pagi itu saya sampai di pasar Sentul hanya sekedar mencari nuansa makan pagi yang berbeda. Warung tenda biru kecil disamping pasar menjadi pilihan, selain kata orang sayur bayem dan tempenya yang katanya begitu nikmat. Warung itu ternyata sudah ada sejak lama berada di lokasi itu.

Yang namanya jadul utawa klasik mungkin njenengan tahu, di komplek pasar yang terlihat kebanyakan adalah bapak-bapak tua, mbah-mbah. terlihat sangat klasik pokoknya, seperti berada di jaman entah berantah. Mendengar perbincangan seorang tukang becak bersama kawannya yang saya tulis diatas memang bukan sesuatu yang luar biasa, tapi akan menjadi biasa ketika Jogja dalam masa tanggap mengenai masalah keistimewaannya. yups. keistimewaan yang menjadi harga mati warga Jogja.

Saya memperhatikan sekeliling orang yang berada di tempat itu. Apakah mereka akan menjawab ya jika saya memberikan beberapa pertanyaan mengenai referendum, apakah mereka tahu bahwa situasi politik di Jogja sedang bersenandung. Mereka terlihat nyaman, tenang dengan kondisi ini. Referendum, Merapi, Kali Code sedikit teralihkan dengan yang namanya Bola. "Pokokmen aja lali PSIM main." di hati mereka PSIM menjadi sesuatu yang lebih menarik. Ah sudahlah, disisi lain sudah banyak orang yang memikirkan tentang itu semua, dibalik senyum bapak itu ketentraman merupakan yang lebih menyenangkan.

Pagi itu kami menghabiskan banyak sayur dan lauk ala pasar sentul dengan rangkaian muka klasik yang menawarkan keistimewaan Jogja dengan sendirinya. saya berharap Jogja tetap menjadi Jogja, apapun istimewanya sesuatu jika bukan untuk dirinya bukanlah hal yang istimewa. Jogja akan tetap Jogja apapun yang terjadi.

Bersama wajah-wajah penuh rasa tentrem, untuk warga Jogja kita tahu apa yang harus dilakukan. Bukan hanya omongan entah kemana, bertindak membuat Jogja semakin Jogja menjadi lebih dibanggakan dan dihargai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari kita buat semua ini menyenangkan.