Sabtu, 28 November 2009

Kethoprak Mranggas

Malam minggu kemarin saya mendapat kesempatan untuk menyaksikan pertunjukan kethoprak di gedung Societed Taman Budaya Yogyakarta. Pertunjukan ini merupakan salah satu dari bagian pertunjukan dalam festival kethoprak antar kabupaten dan kota se-DIY yang berlangsung selama 3 hari pada tanggal 20-22 November lalu.

Pertunjukan malam minggu kemarin yang saya saksikan merupakan pertunjukan dari Kota Yogyakarta, grup ini mempertunjukan lakon Mrangas, dari sinopsis yang saya terima cerita ini adalah kisah yang awalnya merupakan persahabatan antara dua orang anak, Taruna dan Sembada. Mereka menandai persahabatan mereka dengan menanam sebuah pohon perdu di pinggir sendang Manisrenggo. Taruna merupakananak seorang demang di Manisrenggo dan Sembada merupakan anaka dari seorang petani biasa. Taruna tumbuh menjadi seorang prajurit sedangkan Sembada tetap menjadi seorang biasa. Waktu yang berlalu seiring semakin tumbuh besar pohon Perdu yang pernah mereka tanam di pinggir sendang. Sebuah Konflik muncul setelah berdirinya tanah perdikan baru bernama Mataram yang berkembang dan menimbulkan ketidaksukaan Pajang. diantara konfilk daerah tersebut, muncul pula konflik yang terjadi antara Taruna dan Sembada dan Kenanga dan Telasih, konflik pribadi yang nantinya memperburuk keaadan yang telah mereka jalin ditambah konflik daerah saat itu. Ending cerita ini bisa dengan mudah diterka diantara mereka yaitu salah satu dari mereka akan meninggal.

Setelah gamelan ditabuh dan kelir dibuka, terlihat sebuah set panggung yang menarik. Sebuah lampu menyorot pada dua orang anak kecil yang bermain disebuah set yang terlihat seperti gunungan tanah yang memiliki sendang (mata air) sebelumnya suara dari kedua anak kecil langsung menarik perhatian penonton didalam societed malam itu. kedua anak kecl itu merupakan Taruna dan Sembada yang sedang menanam sebuah pohon perdu kecil di tepi sendang.

Setengah pertunjukan mengalir dengan biasa tanpa ada unsur kejutan yang saya rasa menarik, setting lampu yang kadang sering terlewat dan juga tidak pas menjadi sedikit masalah selama saya menonton, barulah setelah selingan komedi (saya kurang begitu tau sebutan dagelan dalam kethoprak) penonton bisa dibuat seperti memiliki interaksi dengan tontonan di depan mereka. sebuah cerita dagelan antara seorang pemuda dengan 2 orang gadis desa yang sedang mencuci di sendang. Permainan dari ketiga aktor diatas panggung tersebut mampu membuat penonton terawa terbahak melihat setiap adegan yang memang saya rasa cukup bisa membuat penonton yang tidak mengerti bahasa jawa pasti akan ikut tertawa.

Klimaks dari pertunjukan ini adalah saat Sembada akhirnya tewas ditangan Taruna, saya masih bisa teringat jelas adegan tewasnya Sembada diatas panggung itu. sebuah lampu spot kepada mereka berdua, tepat dimana mereka dulu menanam pohon perdu yang sudah cukup besar. beberapa lama kemudian muncul suara anak-anak, Taruna dan Sembada kecil berlari-lari ditepi panggun sebelah kanan. Visualisasi yang menarik dari sebuah pertunjukan, saya juga baru mengerti ternyata dalam kethoprak juga bisa berlaku teknik split screen dua adegan yang menjadi satu. ditambah penataan panggung yang menarik, saya bisa terbawa dramatikal dalam adegan itu. Emosi yang ingin disampaikan saya rasa sangat berhasil.

Akhir adegan itu bisa mengobati rasa penasaran saya, karena saya ingin melihat sebuah koreografi yang menarik dan ternyata tidak saya temukan selama pertunjukan lakon Mranggas ini. Namun penutup pertunjukan itu bisa membayar semuanya, selamat kepada grup dari kota Yogyakarta, semoga mendapat yang terbaik dalam festival itu. Salam kesenian rakyat.

Gugun Junaedi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari kita buat semua ini menyenangkan.