Kamis, 21 Oktober 2010

Sinetron, Julia Roberts, Tanah Leluhur

Seorang teman yang sama-sama menonton Eat, Pray, Love memberi anggapan "Kita sedang menonton sinetron yang dibintangi oleh Julia Roberts." Tidak salah jika temanku sampai beranggapan seperti itu, film Hollywood yang memiliki cerita seperti yang ada di dalam setiap sinetron kita. Cerita-cerita di sinetron memang terbiasa menggambarkan seorang tokoh yang bisa mendapatkan segalanya, dia kaya, kadang menjadi tersiksa karena masih saja merasa kurang dengan apa yang telah ia dapatkan. itu gambaran kecil tentang sinetron indonesia yang hampir mirip dengan tokoh sentral film Eat, Pray, Love sama-sama seorang yang bisa mendapatkan apa yang ia inginkan dengan cara yang kadang tidak perlu dengan logika. Saya sendiri kemudian berkata bahwa ini bukan sinetron melainkan FTV yang hampir tiap hari ada di SCTV, FTV yang ambil setting di Bali dan dibintangi Julia Roberts.

Luapan kekesalan memang saya temui dari beberapa orang yang menonton film ini. namun, banyak juga yang menilai film ini bagus dan menghibur. Mereka bisa tertawa lepas melihat semua tingkah Ketut yang diperankan sangat baik oleh Hadi Subiyanto yang baru pertama kali main di sebuah film. Mereka mengapresiasi ketika Cristine Hakim muncul dalam frame pertama film itu dan tentu saja penampilan Julia Roberts yang selalu menarik.

Julia Roberts yang mampu mengalihkan setiap plot cerita yang terkesan selalu cepat, plot cerita yang singkat dan padat pasti akan menyulitkan penonton yang sebelumnya tidak membaca buku aslinya. Latar belakang cerita, pengenalan tokoh dengan tiba-tiba sangat sulit untuk cepat diketahui siapa itu, siapa dia. Yang bisa dilihat adalah Julia Roberts yang memerankan Liz adalah seorang perempuan yang dengan mudah melakukan perjalanan 3 negara, punya masalah dengan suaminya, memiliki teman banyak yang selalu berada disampingnya, dialah drama quen yang selalu mendapatkan apa yang ia inginkan. Tidak ada konflik dalam cerita ini, konflik yang biasanya membuat sebuah film akan menjadi hidup. Memang dalam bukunya konflik sebenarnya yang terjadi juga tidak dijelaskan.
Kemudian kalau ditanya apa yang menarik dalam film ini. Pertama saya langsung bilang, Ubud, Julia Roberts, Ketut, dan Cristine Hakim. saya hanya menyayangkan mengapa Ryan Murphy sang Sutradara yang sedang mendapat banyak penghargaan ini malah membuat film ini tidak bisa dinikmati. Seharusnya film dengan buku yang laris itu dapat membuat tontonan yang lebih bagus lagi. Memang tidak salah ketika seorang teman beranggapan seperti menonton sinetron. cerita tanpa konflik berjalan mulus melihat Liz gilbert mendapatkan apa yang ia inginkan seperti cerita sinetron yang memenuhi layar di sore hari, datang mendapatkan dan pergi.

Ada satu hal yang mengkhawatirkan yang bisa saya tuliskan disini. Semoga yang lain juga merasakan hal yang sama. Ini tentang Ubud, Bali, Indonesia yang ditampilkan dengan indah dibanding dua negara sebelumnya. Itali yang penuh dengan gedung-gedung serta India yang potret kemiskinannya nampak sekali dalam film ini. Sedangkan Ubud ditampilkan dengan sangat menawan pada segment Love ini.

Awalnya saya iseng menelpon seorang teman di Bali untuk menanyakan kondisi Ubud seperti apa, harga tanahnya berapa. Saya kemudian mendapati bahwa Ubud merupakan sebuah 'tanah leluhur'. Lalu apa hubungannya dengan film yang mendapat dukungan dari pemerintah ini dan membuat suatu kekhawatiran dibalik dampak positifnya. Bagi yang sudah membaca bukunya pasti tahu bahwa rumah Tutti (rumah kebersamaan) milik Wayan adalah rumah yang berhasil didirikan oleh beberapa orang teman Liz Gilbert. Kita bisa merasakan rasa saling membantu pada bagian ini, keinginan membantu bagi yang membutuhkan dan rasa kebersamaan. Setelah uang terkumpul satu petak tanah berhasil di beli dan didirikan rumah. Saya hanya membayangkan bagaimana jika dikemudian hari ada Liz yang lain, yang bisa mendapatkan tanah kembali di Ubud bersama teman-temannya. Tanah leluhur di ubud akan semakin merasa dimiliki oleh tangan orang lain. Itu hanya kekhawatiran kecil saja dan saya yakin tanah leluhur itu tidak dengan mudah didapatkan. Ubud bisa mencegah perpindahan tanah itu, menjaga tanah leluhur itu.

Kesuksesan film EPL pasti akan membawa dampak besar bagi wisata indonesia khususnya Ubud yang pernah dinobatkan sebagai kota terbaik se-Asia yang mengalahkan Bangkok dan Hongkong. Konsekuensi yang harus diterima dengan semakin dikenalnya Ubud lewat film ini harusnya sudah dipersiapkan dengan matang oleh semua pihak. Semua orang pasti akan mencoba merasakan apa yang dirasakan Liz Gilbert di Ubud. Wisatawan akan banyak datang, kebutuhan akan penginapan semakin besar.

Apakah Ubud telah menyiapkan untuk itu semua, perubahan dampak dari film EPL agar tetap menjaga keseimbangan lingkungan, dan budayanya. Banyak sekali tempat yang menjadi lokasi film akhirnya berubah menjadi tujuan favorit wisatawan. AngKor Wat (Kambodja, Angelina Jolie), Viena(Before Sunsite, Ethan Hawke & Jlie Delphi) bahkan ada juga lokasi film yang dibintangi Julia Roberts, Nothing Hill menjadi tempat favorit wisatawan di London. Banyak keuntungan yang didapatkan dari itu Angkor Wat tetap bisa menjaga nilai sejarah tempat itu apakah Ubud tidak tenggelam dalam euphoria film Eat, Pray, Love.

Sungguh ironis jika karena kesuksesan film ini lahan-lahan persawahan tanah leluhur akan semakin hilang berubah menjadi hotel untuk memenuhi kebutuhan wisatawan. film ini telah memulai perubahan ini yang akan membuka kembali minat wisatawan asing datang ke Indonesia. Saya yakin target 7 juta pada tahun ini bisa terpenuhi bahkan akan melebihi angka tersebut, apalagi data semester awal pada Juli sudah pada angka 4,5 juta wisatawan asing di Indonesia.

Saya tidak tahu apa yang selanjutnya terjadi, konsekuensi itu ada didepan Ubud. Sedikit kekhawatiran memang muncul agar kota terbaik itu tidak semrawut dan mempertahankan setiap budaya lokalnya. Selalu berpandangan positif untuk keutuhan Ubud menjadi pilihan untuk saat ini. dan saya tetap mendukung wisata Indonesia, selamat bergabung dalam euphoria Eat, Pray, Love.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari kita buat semua ini menyenangkan.